FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Guru Besar Universitas Airlangga (Unair), Prof. Henri Subiakto, turut memberikan tanggapan atas pernyataan mantan Menteri Luar Negeri Malaysia, Datuk Rais Yatim baru-baru ini.
Seperti diketahui, Datuk Rais sebelumnya menyinggung sikap Menteri Dalam Negeri RI, Tito Karnavian, dan menyarankan agar belajar kembali berkomunikasi secara baik dan beradab.
Prof. Henri menjelaskan bahwa Datuk Rais Yatim bukanlah sosok sembarangan dalam dunia politik dan pemerintahan Malaysia.
Baginya, Rais Yatim memiliki rekam jejak panjang serta kedekatan historis dan kultural dengan Indonesia, khususnya wilayah Sumatra.
“Beliau ini Datuk Rais Yatim. Dia juga mantan menteri Penerangan atau informasi Malaysia saya pernah beberapa kali bertemu,” ujar Prof. Henri.
Ia menambahkan, latar belakang keluarga Rais Yatim turut memengaruhi cara pandang dan sensitivitasnya terhadap isu-isu yang berkaitan dengan Indonesia.
“Aslinya Datuk Rais Yatim ini keturunan dari Bukit Tinggi, makanya dia punya ikatan erat dengan Sumatra dan kultur Melayu,” lanjutnya.
Prof. Henri menuturkan, pernyataan Rais Yatim tersebut lahir dari kedekatan emosional dan kultural, sekaligus menunjukkan kepedulian terhadap etika komunikasi antarpemimpin di kawasan serumpun.
Ia menekankan bahwa hubungan Indonesia dan Malaysia memiliki dimensi sejarah dan budaya yang kuat, sehingga bahasa dan sikap para pejabat publik kerap mendapat sorotan luas dari kedua belah pihak.
Sebelumnya, pernyataan Menteri Dalam Negeri RI, Tito Karnavian, yang menilai bantuan dari Malaysia untuk korban bencana di Sumatra “tak seberapa”, menuai polemik dan memicu reaksi dari berbagai pihak, termasuk mantan Menteri Luar Negeri Malaysia.
Ucapan tersebut disampaikan Tito saat menjadi narasumber dalam sebuah podcast.
Dalam pernyataannya, Tito menyinggung rencana bantuan dari pengusaha Malaysia yang dinilainya tidak seberapa jika dibandingkan dengan kemampuan anggaran Indonesia sendiri.
“Ya saya langsung mendengar ada dari Malaysia pengusaha yang ingin membantu obat-obatan. Setelah dikaji nilainya gak sampai 1 miliar. Kita punya anggaran lebih daripada itu,” ujar Tito dikutip pada Jumat sore.
“Jadi jangan sampai imejnya seolah mendapat bantuan dari negara lain, padahal gak seberapa, dibanding kemampuan negara kita lebih dari itu,” tambah Tito.
Pernyataan itu kemudian memantik respons keras dari mantan Menteri Luar Negeri Malaysia, Datuk Rais Yatim.
Ia menilai ucapan Mendagri RI tersebut tidak mencerminkan etika diplomasi dan adab dalam hubungan antarnegara, terlebih antara Indonesia dan Malaysia yang memiliki ikatan sejarah dan kultural yang kuat.
Rais Yatim bahkan secara terbuka menyarankan Tito Karnavian untuk kembali belajar, khususnya dalam memahami tata krama berkomunikasi di ruang publik internasional.
Baginya, sikap saling menghormati jauh lebih penting ketimbang membandingkan nilai nominal bantuan saat negara lain menunjukkan empati dan solidaritas.
(Muhsin/fajar)




