JAKARTA, DISWAY.ID-- Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak mau ambil pusing ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terlebih dahulu menetapkan seorang jaksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasaan penanganan perkara Undang-undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Malahan, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supritana, mengapresiasi OTT yang dialakukan KPK karena dinilai sejalan dengan upaya Korps Adhyaksa dalam membersihkan oknum jaksa bermasalah.
BACA JUGA:Prabowo Lantik Anggota Komisi Yudisial Masa Jabatan 2025–2030
BACA JUGA:Link Live Streaming Futsal Putra Indonesia vs Thailand di SEA Games 2025, Ambisi Tim Merah Putih Tambah Medali Emas
"Kami secara pribadi mengucapkan terima kasih dan mengapresiasi karena ini merupakan koordinasi dan sinergi, sehingga langkah-langkah kejaksaan dalam membantu kita untuk membersihkan jaksa-jaksa yang bermasalah," kata Anang, Jumat, 19 Desember 2025.
Dia menjelaskan, sebelum OTT dilakukan, Kejaksaan sebenarnya telah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) tertanggal 17 Desember 2025, dan menetapkan dua orang sebagai tersangka.
Namun, salah satu oknum jaksa berinisal RZ, ternyata sudah diamankan terlebih dahulu oleh KPK.
"Ya kebetulan waktu itu kita menetapkan tersangka yang bersangkutan kan nggk ada, ternyata sudah berada di KPK," jelasnya.
BACA JUGA:Perluas Layanan Kesehatan, Mayapada Healthcare Tunjuk CSCEC Bangun RS Jakarta Selatan
BACA JUGA:Polri Kerahkan 11.625 Personel dan Infrastruktur Lengkap Tangani Bencana Sumatera
Dalam perkara ini, penyidik menetapkan total lima orang sebagai tersangka yang berasal dari unsur jaksa dan swasta.
Tiga jaksa itu berinisial RZ, HMK, dan RV, sementara dua tersangka dari pihak swasta berinisial DF dan MS.
Diketahui, RZ, merupakan jaksa struktural yang menjabat sebagai Kepala Subbagian (Kasubag) Daskrimti di Kejati Banten.
HMK menjabat sebagai Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasipidum) di Kejaksaan Negeri Tigaraksa.
Adapun RV merupakan jaksa penuntut umum di lingkungan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten.
BACA JUGA:Liburan Nataru Lebih Nyaman, Ini Rekomendasi Mobil Bekas Ideal untuk Keluarga
BACA JUGA:Pratikno: Sejumlah Wilayah di Sumatera Masih Memprihatinkan Pascabanjir, Tapi Perkembangannya Baik
Sementara dua tersangka lainnya berasal dari pihak swasta. Yakni seorang pengacara berinisial DF dan seorang penerjemah atau ahli bahasa berinisial MS.
"Dari KPK itu kan baru satu tersangka (RZ). Kami sudah menetapkan dua jaksa lagi sebagai tersangka. Jadi ada tiga. Kalau KPK kan menangkap satu," jelasnya.
Menurut Anang, para jaksa yang terlibat diduga tidak menjalankan tugas secara profesional.
Berdasarkan hasil pemeriksaan awal, mereka diduga meminta sejumlah uang dalam proses penanganan perkara. Termasuk untuk kelanjutan proses penuntutan.
"Dari hasil pengembangan, kemudian ditindaklanjuti dengan pemeriksaan. Kemudian, saat berjalannya pemeriksan yang bersangkutan sudah ditetapkan sebagai tersangka, ternyata yang bersangkutan di (OTT) juga oleh KPK," urainya.
Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan uang tunai dengan nilai mencapai Rp941 miliar.
Hingga kini, penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) masih mendalami alur pembagian dana yang diduga terkait pengurusan perkara tersebut.
BACA JUGA:Prediksi Swansea City vs Wrexham di Liga Championship 2025/26
BACA JUGA:Ditjen Bina Adwil Pimpin Delegasi RI pada Pertemuan Ke-39 JBC Indonesia-Papua Nugini di Port Moresby
"Untuk pembagian uangnya masih kami dalami. Total barang bukti sementara Rp941 juta," kata Anang.
Dia menegaskan bahwa Kejagung berkomitmen menangani perkara ini secara profesional dan tidak akan memberikan perlindungan kepada oknum yang terbukti melanggar hukum.
Saat ini, seluruh tersangka telah menjalani pemeriksaan dan ditahan di Rumah Tahanan Salemba Cabang Kejaksaan Agung untuk masa penahanan awal selama 20 hari.
Selain proses pidana, Kejaksaan juga menjalankan langkah penegakan disiplin internal.
Ketiga jaksa yang terlibat telah diberhentikan sementara dari jabatannya, sementara proses pemeriksaan etik tetap berjalan bersamaan dengan penyidikan pidana.
"Ancaman utamanya pidana. Secara institusi, yang bersangkutan diberhentikan sementara," tutup Anang.




