Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menegaskan layanan perizinan berusaha perikanan tangkap, termasuk perpanjangan izin untuk tahun 2026, berjalan lancar dan tanpa kendala. Ini sekaligus membantah narasi yang menyebut perizinan usaha perikanan tidak dikeluarkan.
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP, Lotharia Latif, menyebut informasi tersebut sebagai hoaks yang berpotensi meresahkan nelayan dan pelaku usaha. Menurutnya, KKP mengoptimalkan layanan perizinan melalui sistem terintegrasi, transparan, dan akuntabel, disertai pendampingan serta koordinasi aktif dengan pelaku usaha.
“Kami memastikan semuanya berjalan lancar dan tanpa kendala. Pemerintah hadir memberikan kepastian berusaha bagi pelaku usaha, sekaligus memastikan pengelolaan perikanan tetap sesuai dengan prinsip keberlanjutan dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Saat ini mengingat terjadinya bencana maka memang diprioritaskan untuk proses perizinan daerah terdampak bencana di Sumatra," ujar Lotharia Latif melalui siaran resmi di Jakarta, dikutip Sabtu (20/12).
KKP mencatat, hingga 17 Desember 2025 telah memproses 5.151 dokumen perizinan berusaha perikanan tangkap, baik perizinan baru, perubahan, maupun perpanjangan. Jumlah tersebut diperkirakan terus bertambah seiring proses verifikasi dan pemenuhan persyaratan oleh pelaku usaha.
Selain itu, Ditjen Perikanan Tangkap menambah jumlah verifikator secara signifikan dan mengintensifkan jam kerja hingga hari libur.
"Bahkan di akhir tahun ini jumlah verifikator izin kami tambah empat kali lipat dari biasanya dan bekerja penuh setiap hari termasuk di hari libur, semata untuk memastikan proses layanan perizinan termasuk perpanjangan perizinan berusaha dapat berjalan optimal," ujar Latif.
Latif juga menyebut kelancaran perizinan tak terlepas dari meningkatnya kepatuhan pelaku usaha dalam memenuhi kewajiban Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Kepatuhan tersebut dinilai penting untuk mendukung tata kelola perikanan yang bertanggung jawab sekaligus berkontribusi terhadap penerimaan negara.
"Kami tegaskan kembali PNBP itu adalah salah satu instrumen negara untuk memastikan distribusi manfaat dari eksploitasi sumber daya sesuai amanat pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Hasil dari PNBP dikembalikan kepada masyarakat melalui pembiayaan pembangunan, termasuk bantuan kepada nelayan kecil, bahkan 80 persen di antaranya dikelola langsung pemerintah daerah," imbuh Latif.
Ia mengeklaim Ditjen Perikanan Tangkap terus mendorong pelaku usaha mematuhi seluruh regulasi yang berlaku, termasuk kewajiban PNBP, sebagai bagian dari upaya mewujudkan pengelolaan perikanan tangkap yang berkelanjutan, berkeadilan, dan berdaya saing.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menjelaskan pentingnya reformasi tata kelola perizinan sektor kelautan dan perikanan untuk memberikan kepastian berusaha, meningkatkan kepatuhan pelaku usaha, serta mengoptimalkan penerimaan negara melalui PNBP tanpa mengabaikan prinsip keberlanjutan sumber daya ikan.



