Masyarakat Hukum Adat Bukan Hanya Penjaga Hutan, tapi Pelaku Ekonomi Berbasis SDA Berkelanjutan

viva.co.id
15 jam lalu
Cover Berita

Jakarta, VIVA – Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menggelar Lokakarya Nasional Pasca COP30 Belém, Brasil pada 17–18 Januari di Hotel Aryaduta Menteng, Jakarta, dengan tujuan mempercepat realisasi target nasional penetapan 1,4 juta hektare Hutan Adat. Hal ini dilakukan menindaklanjuti komitmen Indonesia di COP30 Brasil.

Pada kesempatan ini, Kemenhut memaparkan peta jalan percepatan penetapan status hutan adat yang disusun dengan semangat mendukung peran Masyarakat Hukum Adat (MHA) bukan hanya sebagai penjaga hutan, tetapi juga sebagai pelaku ekonomi berbasis sumber daya alam yang berkelanjutan.

Baca Juga :
AHY Pede Diskon Tol hingga Penerbangan Momen Nataru Bakal Dongkrak Ekonomi Daerah
Kemenko PM Ungkap 4 Fondasi Program Pelatihan dan Pendampingan Usaha Masyarakat

Semangat ini sejalan dengan komitmen Koalisi Ekonomi Membumi (KEM) untuk menghadirkan pola ekonomi yang lebih seimbang antara alam dan manusia, salah satunya lewat rantai nilai bioekonomi bertanggungjawab.

KEM memandang bahwa percepatan penetapan Hutan Adat perlu diiringi dengan penguatan aspek ekonomi agar pengakuan wilayah kelola masyarakat adat tidak berhenti pada aspek administratif, tetapi juga berdampak nyata pada kesejahteraan masyarakat dan tetap terjaganya kondisi hutan.

“Peningkatan kesejahteraan MHA membutuhkan keterhubungan yang lebih kuat dengan rantai nilai ekonomi nasional dan internasional. Keterhubungan ini penting agar masyarakat adat tidak hanya berperan sebagai pemasok bahan mentah atau menghasilkan produk tanpa jaminan pasar, tetapi memiliki posisi tawar yang lebih setara dalam tata niaga komoditas dan jasa berbasis hutan," kata Direktur Eksekutif KEM, Fito Rahdianto.

Penguatan Rantai Nilai Ekonomi sebagai Kunci Keberlanjutan Hutan Adat

Hingga kini, MHA masih berada pada posisi rentan dalam rantai nilai ekonomi. Tantangan utama yang dihadapi meliputi keterbatasan pada kapasitas pengolahan, tata kelola kelembagaan dan akses pasar. Ketergantungan pada perantara, keterbatasan modal, teknologi, dan kelembagaan menyebabkan nilai tambah dari komoditas hutan belum sepenuhnya dinikmati oleh masyarakat di tingkat tapak.

Oleh karena itu, penguatan MHA melalui pengembangan rantai nilai ekonomi perlu difokuskan pada optimalisasi potensi komoditas dan jasa yang dikelola langsung oleh MHA, termasuk sektor perkebunan, pangan, sandang, hasil hutan bukan kayu (HHBK), minyak atsiri, serat kayu, serta jasa lingkungan seperti ekowisata, skema karbon dan keanekaragaman hayati, dan layanan air bersih, dengan pendekatan berkelanjutan dan keadilan.

Baca Juga :
Rupiah Menguat Usai Bank Dunia Prediksi Ekonomi RI Capai 5 Persen di 2025-2026
Trump Masih Narsis di Tengah Anjloknya Tingkat Kepuasan Publik
Rupiah Melemah Usai Bank Indonesia Tahan BI Rate di 4,75 Persen

Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
KSAD Maruli Tegaskan TNI Bekerja Siang Malam Tangani Banjir Sumatra
• 17 jam lalumetrotvnews.com
thumb
Gajah dan Orangutan Tewas saat Banjir, Satwa Liar Jadi Korban Senyap Bencana Ekologis di Sumatera
• 17 jam lalukompas.tv
thumb
Klasemen Perolehan Medali SEA Games 2025: Indonesia Kokoh Tempati Peringkat Dua
• 10 jam lalukatadata.co.id
thumb
Pergerakan Penumpang Kereta Api Terjaga Sejak Awal Angkutan Natal 2025 dan Tahun Baru 2026
• 1 jam lalupantau.com
thumb
Kapolri Mutasi 7 Wakapolda, Ini Daftar Lengkapnya
• 6 jam lalurctiplus.com
Berhasil disimpan.