Door.. door.. door... " suara tembakan dari senapan serbu SS-1 menggelegar memecah keheningan di dekat Barak Cikuray Resimen Latihan dan Pertempuran (Menlatpur) Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat, di kawasan Sanggabuana, Karawang, Jawa Barat, Kamis (18/12/2025) siang.
"Kontak Kanan..!! Merapat ke dinding tanah," kata Dwi (42), seraya berteriak kepada teman-temannya yang berjalan beriringan di depan. Seluruh rekannya yang di depan langsung bergegas mencari perlindungan di balik dinding tanah yang penuh semak. Bunyi tembakan kembali meletus beberapa kali.
Usai tembakan mereda dan kondisi dinyatakan aman, pasukan tersebut kembali berjalan menyusuri jalan setapak. Tidak jauh dari lokasi mereka berlindung, terpasang jebakan menyerupai ranjau darat. Mereka lolos, tidak satu pun orang yang menginjak ranjau tersebut maupun terkena tembakan.
Rentetan bunyi tembakan tersebut menjadi bagian dari praktik materi respons saat kontak tembak yang menjadi rangkaian kegiatan “Pembekalan kepada Awak Media tentang Prosedur Kedaruratan di Daerah Rawan" di Menlatpur Kostrad Karawang. Pembekalan yang digelar Kementerian Pertahanan selama tujuh hari tersebut diberikan oleh para prajurit TNI kepada 42 jurnalis, termasuk Kompas, yang menjadi peserta.
Tidak hanya materi tentang kontak tembak, pelatihan tersebut juga mencakup materi lainnya untuk menjadi bekal dasar bagi jurnalis ketika terjun di daerah konflik, seperti materi bertahan hidup di alam bebas (survival), navigasi darat, gerakan perorangan taktis, pengetahuan tentang daerah rawan, peliputan wartawan di daerah konflik, pengenalan isu pertahanan, pertolongan taktis korban tempur, hingga latihan menembak.
Seperti juga pada Kamis siang itu, para jurnalis yang melakukan praktik lapangan turut masuk ke hutan yang menjadi tempat latihan para prajurit Kostrad. Begitu tiba di hutan, para jurnalis sudah ditunggu pelatih Menlatpur untuk diberikan materi cara bertahan hidup di alam bebas.
Letnan Satu (Inf) Imam Rambe yang menjadi pemateri memberikan pengetahuan tentang bertahan hidup dengan cara mengenal tumbuhan di hutan yang bisa dimakan serta membuat jerat untuk menangkap binatang. Peserta juga dikenalkan dengan ransum TNI yang biasa disebut Naraga yang dapat dijadikan bekal logistik lapangan yang sangat praktis untuk disajikan.
“Dengan ke hutan seperti ini, kita bisa membayangkan jika berada dalam kondisi yang sebenarnya," ujar Sabki (36), jurnalis foto dari salah satu media daring di Jakarta yang turut menjadi peserta.
Sehari sebelumnya, pada Rabu (17/12/2025), para peserta juga berjalan mengelilingi area latihan Menlatpur Kostrad dengan dibekali peta topografi, protraktor, dan global positioning system (GPS). Mereka menuju titik koordinat yang telah diberikan sebelumnya.
Itu menjadi bagian dari praktik materi navigasi darat yang disampaikan oleh Kapten (Inf) Syaepurrahman. Materi navigasi darat itu dilengkapi dengan praktik menggunakan kompas untuk membidik tujuan di medan terbuka pada malam hari saat minim penerangan.
Selama tujuh hari, para jurnalis digembleng baik secara teori maupun praktik oleh para pelatih dari Menlatpur Kostrad, Pusat Penerangan TNI, serta Kementerian Pertahanan. Selain pengetahuan mengenai daerah konflik, para jurnalis yang menjadi peserta juga diberikan latihan fisik untuk kebugaran. Bahkan juga dilatih baris-berbaris.
jika menghadapi kontak tembak maka jurnalis perlu mengingat prinsip 5M, yakni menghilang, mencari perlindungan, menganalisis situasi, memilih tempat aman untuk meliput, dan mendokumentasikan
Setiap hari, aktivitas peserta sudah dimulai sejak pukul 04.30 WIB dan berakhir pada pukul 22.00 WIB, terkadang bahkan lebih dari itu. Bahkan, pernah dalam sebuah kesempatan, para peserta yang masih tertidur nyenyak dibangunkan tiba-tiba dengan sirene dan bunyi tembakan oleh pelatih pada pukul 03.30 WIB sebagai tanda adanya peringatan kontak senjata.
Peserta pun berhamburan ke luar barak dan langsung tiarap di lapangan untuk berlindung dari kontak tembak. “Saya benar-benar kaget, jam segitu tiba-tiba ada suara tembakan kencang banget,” kata Sigit (41), salah satu wartawan media daring di Jakarta yang menjadi peserta.
Meskipun sebagian peserta merasa kelelahan dan kurang istirahat karena padatnya jadwal latihan selama tujuh hari tersebut, tetapi tidak sedikit yang antusias dengan beragam materi yang disampaikan. Salah satunya Achmad (39), yang sangat bergembira ketika mendapat materi dasar menembak, pada Jumat pagi.
Dalam materi tersebut, setiap peserta diberi pengetahuan mengenai cara menembak dan praktik menembak menggunakan senapan serbu SS1 V1 buatan Pindad yang dilengkapi 14 peluru dengan membidik target yang sudah disediakan. “Ini materi yang ditunggu-tunggu karena saya ingin merasakan sensasi menembak,” ucap Achmad, salah satu wartawan televisi yang menjadi peserta.
Selain teori dan praktik, para jurnalis juga diberikan simulasi ketika dalam situasi berisiko tinggi. Sejumlah pelatih mengingatkan, bahwa daerah di Indonesia seperti di area Papua Pegunungan misalnya, masih rawan akan konflik karena keberadaan pasukan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Sebagian di antara para pelatih tersebut juga pernah diterjunkan ke lokasi tersebut dan menghadapi kontak senjata dengan OPM.
Kapten (Inf) Syaepurrahman mengatakan, jika jurnalis bertugas di daerah konflik dengan membersamai prajurit TNI maka penting untuk memiliki pemahaman kesiapsiagaan dan pengetahuan beragam materi terkait daerah konflik. Misalnya saja, jika menghadapi kontak tembak maka jurnalis perlu mengingat prinsip 5M, yakni menghilang, mencari perlindungan, menganalisis situasi, memilih tempat aman untuk meliput, dan mendokumentasikan.
Saat upacara pembukaan kegiatan pembekalan tersebut, Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen TNI (Mar) Freddy Ardianzah yang membacakan amanat Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, menyebutkan, bahwa jurnalis turut menghadapi berbagai risiko, mulai dari potensi bencana alam, konflik sosial, hingga gangguan keamanan, sehingga menuntut kesiapsiagaan yang matang baik secara teknis maupun mental.
Untuk itu, pembekalan ini dirancang sebagai langkah strategis untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, serta pemahaman prosedur kedaruratan yang memadai bagi para wartawan. “Undang-Undang juga menegaskan bahwa keselamatan jurnalis merupakan tanggung jawab bersama pemerintah, TNI, serta seluruh pihak terkait di lapangan,” ujar Freddy.
Melalui pembekalan ini, kata Freddy, diharapkan para jurnalis memiliki kesiapsiagaan, kemampuan adaptasi, serta profesionalisme yang semakin kuat dalam melaksanakan tugas jurnalistik di daerah rawan, sehingga setiap peliputan dapat dilakukan secara aman, efektif, dan tetap menghasilkan informasi yang akurat, berimbang, serta bertanggung jawab.




