EtIndonesia. Ketegangan di perbatasan Thailand–Kamboja kembali meningkat setelah otoritas Thailand mempublikasikan serangkaian bukti yang menuduh militer Kamboja melakukan penanaman ranjau darat antipersonel—sebuah tindakan yang dinilai sebagai pelanggaran serius terhadap Konvensi Ottawa. Perkembangan ini berlangsung di tengah operasi militer Thailand terhadap kompleks penyiksaan dan penipuan daring lintas negara, serta memicu gelombang reaksi keras di media sosial kawasan.
Temuan Ranjau PMN-2 dan Dokumen Pelatihan
Pada 19 Desember 2025, setelah pasukan Thailand kembali menguasai Desa Ban Nong Ri di perbatasan Provinsi Trat–Kamboja, tim penjinak ranjau menemukan 16 unit ranjau antipersonel tipe PMN-2 di lokasi. Lebih krusial lagi, otoritas Thailand memperoleh dokumen berbahasa Khmer yang merinci spesifikasi teknis PMN-2, prosedur pemasangan dan pembersihan, daftar personel yang dilatih, serta tanggal pelatihan yang tercantum jelas: 7 Oktober 2024.
Berdasarkan rangkaian bukti tersebut, Bangkok menyimpulkan bahwa aktivitas penanaman ranjau dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan, sehingga memenuhi unsur pelanggaran terang-terangan terhadap hukum humaniter internasional.
Video Bunker Baru dan Logistik Berlabel Mandarin
Masih pada 19 Desember, media sosial Kamboja ramai memperbincangkan sebuah video yang memperlihatkan bunker baru dan logistik garis depan. Sejumlah kemasan terlihat berlabel bahasa Mandarin, memantik perhatian publik dan spekulasi tentang keterlibatan jaringan lintas negara dalam konflik dan kejahatan terorganisir di wilayah perbatasan.
Kompleks Penyiksaan: Evakuasi dan Dampak Nyata
Di sepanjang perbatasan Kamboja–Thailand, diperkirakan terdapat sekitar 20 kompleks besar penyiksaan dan penipuan daring. Hingga pertengahan Desember, enam kompleks dilaporkan telah dihancurkan dalam operasi presisi Thailand. Dampaknya terasa langsung: evakuasi besar-besaran terjadi di kompleks lain, dan di banyak wilayah jumlah panggilan penipuan menurun tajam.
Insiden Bendera Lima Bintang di Poipet
Di Poipet, kota perbatasan Kamboja, pada 19 Desember sejumlah operator penyiksaan berkewarganegaraan Tiongkok mengibarkan bendera lima bintang di atap bangunan. Aksi tersebut diduga dimaksudkan sebagai sinyal untuk menghindari serangan udara presisi jet tempur Thailand. Peristiwa ini memicu perdebatan sengit di dunia maya—mulai dari sindiran bahwa tindakan itu “terlalu banyak menonton film propaganda,” hingga ejekan bahwa kompleks penyiksaan diperlakukan seolah “kedutaan.”
Upaya Mediasi dan Respons Publik
Sehari sebelumnya, 18 Desember 2025, Wang Yi, Menteri Luar Negeri Tiongkok, dilaporkan menghubungi Thailand dan Kamboja untuk menyerukan agar kedua pihak “menghentikan kerugian tepat waktu.” Namun, komentar warganet—termasuk akun X Laoman Channel—menyindir bahwa siapa yang paling dirugikan justru terlihat dari siapa yang paling lantang meminta penghentian operasi.
Isu Durian Thailand dan “Serangan Balik” Warganet
Pada periode yang sama, beredar luas kabar bahwa durian Thailand terdeteksi mengandung zat karsinogen dan disita, bahkan diklaim berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi lebih dari 100 juta yuan. Alih-alih meredam situasi, isu ini justru memicu “serangan balik” warganet yang mempertanyakan timing pengungkapan—serta membandingkannya dengan pelarangan produk negara lain. Di kolom komentar, dukungan publik hampir sepihak mengarah ke Thailand, termasuk di akun resmi Kedutaan Besar Thailand di Tiongkok.
Kritik Aplikasi Anti-Penipuan dan Langkah Operator
Di Tiongkok, kritik kembali menguat terhadap aplikasi resmi Pusat Anti-Penipuan Nasional. Warganet menilai pembersihan fisik kompleks penipuan lebih efektif dibanding sekadar aplikasi. Sebagian pengguna bahkan mengaku layanan sempat tak dapat diakses saat operasi udara berlangsung, sementara yang lain melaporkan pembekuan kartu bank setelah memasang aplikasi.
Tekanan internasional turut berperan. Setelah Komisi Komunikasi Federal AS memberi tenggat 14 hari kepada operator, China Telecom meluncurkan layanan anti-gangguan Tianyi, China Mobile menutup 21.000 jalur relay ilegal, dan China Unicom mengoptimalkan penyaringan presisi serta menyerahkan rencana mitigasi ke pihak AS—dengan klaim tingkat pencegahan “virtual back-end” ≥99%. Respons publik sinis pun bermunculan: “Teknologinya ternyata ada—ke mana saja selama ini?”
Skala Global Kejahatan Penipuan
Data Departemen Keamanan Dalam Negeri AS menunjukkan bahwa tiga tahun terakhir kelompok kriminal asal Tiongkok menipu lebih dari 1 miliar dolar dari warga Amerika melalui SMS phishing berkedok tol, denda pos, dan sejenisnya. Rantai kejahatan mencakup perencanaan di Tiongkok, pengiriman SMS massal via SIM farm di AS, pemalsuan situs EasyPass dan USPS, hingga penggunaan money mule lokal. Pada puncak harian 2025, tercatat 330.000 SMS penipuan tol dalam satu hari. FBI menyebutnya sebagai serangan tingkat infrastruktur dengan korban mayoritas lansia.
Pada Desember, Google menggugat kelompok alat penipuan “Dakula”, sementara Departemen Keuangan AS pada September menjatuhkan sanksi terhadap kompleks penipuan di Myawaddy (Myanmar) dan Kamboja. PBB memperkirakan pendapatan tahunan industri penipuan Asia Tenggara mencapai puluhan miliar dolar.
Perluasan Kekhawatiran ke Negara Belt and Road
Laporan Reuters juga menyoroti Nigeria, mitra Belt and Road, di mana polisi membongkar kasus besar perdagangan organ dengan ratusan jenazah termutilasi di kamar mayat bawah tanah—polanya dinilai mirip dengan jaringan kejahatan di Asia Tenggara. Kekhawatiran pun meningkat bahwa kejahatan lintas negara telah merambah negara-negara mitra lainnya; video daring bahkan menampilkan ekspansi kompleks penipuan di Dubai.
Sorotan Domestik: Helikopter di Rumah Sakit Xiangya
Di platform Douyin, beredar video helikopter lepas-landas dan mendarat hingga 4–5 kali sehari di atap Rumah Sakit Xiangya Kedua Universitas Central South, Changsha, Hunan. Fenomena ini memicu spekulasi warganet tentang logistik organ, disertai komentar satir dan kekhawatiran publik.
Kesimpulan
Rangkaian temuan ranjau PMN-2, bukti dokumenter pelatihan, operasi terhadap kompleks penyiksaan listrik, serta sorotan internasional atas kejahatan penipuan lintas negara membentuk gambaran eskalasi yang kompleks di perbatasan Thailand–Kamboja. Di tengah upaya mediasi dan perang opini, fakta lapangan—termasuk dampak nyata pada berkurangnya penipuan—menjadi indikator penting arah perkembangan berikutnya.



/https%3A%2F%2Fcdn-dam.kompas.id%2Fimages%2F2025%2F12%2F20%2Ff35c457c59e438682e7711a201f94d29-IMG_0004.jpeg)
