GenPI.co - Pernyataan sejumlah pejabat India mengenai polusi memicu kekecewaan publik, terutama di tengah krisis kualitas udara yang memburuk.
Dilansir AP News, Jumat (19/12), warga menilai para pembuat kebijakan enggan mengakui tingkat keparahan masalah polusi.
Kontroversi bermula ketika Menteri Lingkungan Hidup Bhupender Yadav menyampaikan kepada parlemen bahwa New Delhi mencatat sekitar 200 hari dengan kualitas udara yang dinilai baik.
Situasi makin panas ketika Kepala Menteri Delhi Rekha Gupta menyamakan indeks kualitas udara (AQI) dengan suhu udara dan menyebut polusi bisa diatasi dengan penyemprotan air.
Ucapannya memicu kecaman publik, bahkan dia dicemooh dalam acara terbuka berikutnya dengan teriakan "AQI" sebagai simbol buruknya kualitas udara kota.
Warga New Delhi yang selama berbulan-bulan hidup di bawah kabut asap beracun menilai pernyataan tersebut mencerminkan sikap penyangkalan pemerintah terhadap krisis kualitas udara.
Anita, warga berusia 73 tahun, menyebut kebijakan seperti penyemaian awan sebagai langkah yang memalukan dan berharap pemerintah fokus pada solusi nyata.
Standar pengukuran kualitas udara di India dinilai lebih longgar dibandingkan negara lain, termasuk Amerika Serikat.
Akibatnya, tingkat polusi berbahaya kerap dikategorikan sebagai moderat, sehingga menyesatkan publik.
Meski India memiliki jaringan pemantauan udara berbasis sensor dan data satelit, jumlah alat pemantau dinilai masih belum mencukupi.
CEO Respirer Living Ronak Sutaria mengatakan keterbatasan ini membuat masyarakat sulit mengetahui seberapa buruk kualitas udara di lingkungan mereka sebenarnya.
Laporan Centre for Science and Environment pada 2024 menunjukkan bahwa 64% dana program dialokasikan untuk pengendalian debu, sementara hanya 12% untuk emisi kendaraan dan kurang dari 1% untuk polusi industri.
Dampak kesehatan dari polusi udara juga menjadi sorotan.
Studi jurnal medis Lancet memperkirakan paparan jangka panjang terhadap udara tercemar menyebabkan sekitar 1,5 juta kematian tambahan setiap tahun di India.
Namun, pemerintah menyatakan belum ada data konklusif yang secara langsung mengaitkan kematian dengan polusi udara.
Sementara itu, dampak polusi terasa langsung di kehidupan sehari-hari.
Satish Sharma, pengemudi becak motor berusia 60 tahun, mengaku harus mengurangi jam kerja karena kondisi kesehatannya memburuk.
"Kami sulit bernapas. Jika tidak ada perubahan, banyak orang yang akan memilih pergi dari kota ini," ujarnya. (*)
Simak video berikut ini:




