Jakarta, tvOnenews.com - Baru-baru ini Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa bakal mengenakan bea keluar terhadap eskpor batu bara mulai 1 Januari 2026. Sontak, hal itu menuai reaksi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia.
Dalam hal ini, Bahlil mengatakan rencana pengenaan bea keluar tersebut ditujukan dalam rangka memanfaatkan pengelolaan sumber daya alam sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat serta peningkatan penerimaan negara.
"Jadi gini, memang dalam rangka pengelolaan sumber daya alam kita, itu Pasal 33 yang selalu menjadi rujukan oleh Bapak Presiden. Kami menteri ini semua harus ikut apa yang diperintahkan. Nah, Pasal 33 itu di mana kita harus mampu memanfaatkan semua potensi dan peningkatan pendapatan negara. Termasuk dalamnya adalah bea keluar," beber Bahlil di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (19/12/2025).
Karena menurutnya, pengenaan bea keluar tidak akan dilakukan menyeluruh. Pmerintah akan mempertimbangkan kondisi harga dan kemampuan perusahaan sebelum mengenakan pungutan.
"Gimana caranya agar layak atau tidak? Karena kita akan kenakan biaya ekspor apabila harga pasarnya itu sudah mencapai angka tertentu. Formulasinya kami lagi buat," ucap Bahlil.
"Jadi kalau harganya rendah, perusahaan profitnya kan kecil. Kalau kita kenakan biaya keluar, itu bukan kita membantu dia. Syukur kalau untungnya masih ada. Kalau rugi, apa, kan negara juga harus fair. Tapi kalau nilai jualnya besar, harga ekspornya besar, ya wajar. Untuk kemudian negara meminta agar mereka membayar bea keluar," lanjut Bahlil.
Sebelumnya diberitakan, Menkeu Purbaya mengatakan para eksportir batu bara dominan melakukan restitusi pajak saat harga jatuh.
Di sisi lain saat harganya naik, tidak dikenakan bea keluar sehingga seperti disubsidi pemerintah.
"Jadi kan aneh. Ini orang kaya semua, ekspor untungnya banyak, saya subsidi kira-kira secara nggak langsung. Jadi itu sebetulnya utamanya filosofi di balik peraturan ini (bea keluar batu bara)," ucap Purbaya dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (8/12/2025).
Purbaya menyebut saat harga batu bara turun, setiap tahunnya para eksportir bisa mengajukan restitusi hingga Rp 25 triliun per tahun. Tren itulah yang menyebabkan penerimaan negara kian merosot dari tahun ke tahun.



