JAKARTA, KOMPAS — Di tengah berbagai krisis sosial dan kemerosotan demokrasi, Gereja Katolik Indonesia diminta tidak menarik diri karena takut. Peringatan 60 tahun Konsili Vatikan II menjadi momentum bagi Gereja untuk kembali hadir secara aktif membawa harapan, bukan sekadar menjadi penonton yang cemas.
Hal tersebut disampaikan Uskup Agung Jakarta, Kardinal Ignatius Suharyo, dalam Perayaan Ekaristi Syukur Anugerah 60 Tahun Konsili Vatikan II di Auditorium Santa Maria, Jakarta, Sabtu (20/12/2025).
Dalam khotbahnya, Kardinal Suharyo menyoroti rasa takut sebagai hal yang manusiawi. Ia menjelaskan, janji penyertaan Tuhan yang tertulis di awal dan akhir Injil Matius sebenarnya menggambarkan situasi umat pada masa itu yang tengah dilanda kecemasan dan ketakutan.
Kardinal mengutip kembali konteks sejarah saat jemaat awal diusir dari sinagoga dan didoakan agar ”musnah”. Situasi penolakan dan kesendirian melahirkan ketakutan. Namun, Kardinal mengingatkan bahaya terbesar dari rasa takut itu bukan ancaman luarnya, melainkan dampaknya pada internal Gereja.
”Ketika rasa takut bercampur dengan kecemasan, Gereja bisa menjadi lumpuh. Gereja yang merasa gelisah dan takut inilah yang diingatkan kembali bahwa Tuhan menyertai mereka,” tegas Kardinal.
Akademisi dan praktisi kebijakan publik, Yanuar Nugroho, menilai situasi ”lumpuh” akibat kecemasan tersebut relevan dengan kondisi Indonesia saat ini. Umat kerap merasa tak berdaya menghadapi persoalan korupsi dan ketidakadilan.
Ketika rasa takut bercampur dengan kecemasan, Gereja bisa menjadi lumpuh. Gereja yang merasa gelisah dan takut inilah yang diingatkan kembali bahwa Tuhan menyertai mereka.
Selain itu, Yanuar mengkritik praktik bela rasa umat Katolik yang selama ini sering kali hanya terbatas pada kegiatan amal, tetapi absen dalam upaya perubahan sistem. Menurut dia, peringatan 60 tahun Konsili Vatikan II mengamanatkan umat untuk terlibat dalam kebijakan publik guna memperbaiki sistem yang merugikan masyarakat kecil.
”Penderitaan sosial itu lokus iman. Memberi bantuan tanpa mengubah struktur yang tidak adil itu tidak tuntas,” kata Yanuar.
Puncak perayaan agenda ditandai dengan pembacaan ”Deklarasi Semangat Konsili Vatikan II” oleh perwakilan pemuka agama dan kaum awam. Deklarasi tujuh poin ini dibacakan bergantian oleh Vikaris Episkopal Keuskupan Agung Jakarta Romo Edi Mulyono, Sekretaris Keuskupan Agung Jakarta Romo Vincentius Adi Prasojo, serta perwakilan umat.
Salah satu poin utama deklarasi adalah komitmen untuk melakukan pertobatan pribadi agar Gereja semakin rendah hati, relevan, dan peka terhadap realitas sosial. Selain itu, deklarasi juga menegaskan sikap politik kebangsaan umat Katolik.
Mereka menyatakan tekad untuk berperan aktif dalam kehidupan publik dan mendorong keterlibatan umat sebagai warga negara yang bertanggung jawab dalam menjunjung Pancasila dan demokrasi.
Pada poin lainnya, deklarasi menyerukan perwujudan bela rasa yang aktif dan nyata dalam memperjuangkan keadilan sosial serta perdamaian.
”Deklarasi ini kami nyatakan sebagai tekad iman dan arah utusan untuk dihidupi secara pribadi maupun bersama dalam keluarga dan masyarakat luas,” ujar perwakilan umat.




