Perempuan Magelang dan Tenun yang Menyatukan Cerita

kumparan.com
9 jam lalu
Cover Berita

Ruang Aman yang Tercipta dari Benang, Percakapan, dan Solidaritas Perempuan Desa

Di sudut sebuah desa di Magelang, denting alat tenun masih terdengar pelan dari balik rumah-rumah sederhana. Di ruang kecil yang dipenuhi benang dan kayu itu, para perempuan duduk berdampingan, menenun sambil berbagi cerita. Aktivitas yang tampak sederhana ini ternyata menyimpan makna lebih dari sekadar proses menghasilkan kain.

Bagi para perempuan penenun, menenun bukan hanya pekerjaan rumahan. Ia menjadi ruang aman, tempat mereka bisa berhenti sejenak dari rutinitas domestik, saling bercerita, dan merasa didengar. Di antara benang-benang yang disilangkan, percakapan mengalir tentang keluarga, anak, dan kehidupan sehari-hari yang jarang sempat mereka bagi di ruang lain.

Wati, salah satu penenun, mengaku bahwa menenun memberinya perasaan yang berbeda. “Kalau di sini rasanya lebih lega. Bisa ngobrol, ketawa, dan nggak ngerasa sendirian,” ujarnya.

Tenun sebagai Proses yang Menenangkan

Sarung Goyor Botol Terbang yang mereka hasilkan dikerjakan sepenuhnya dengan teknik tradisional. Prosesnya membutuhkan waktu dan kesabaran. Setiap motif disusun perlahan, setiap warna diramu dengan hati-hati. Gerakan yang berulang dan ritme alat tenun justru menjadi bagian yang menenangkan bagi para penenun.

Di tengah kesibukan mengurus rumah tangga, menenun menjadi momen jeda. Tanpa disadari, aktivitas ini membantu mereka merawat diri dan membangun kepercayaan diri. Bagi sebagian perempuan, menenun adalah satu-satunya waktu di mana mereka benar-benar bisa fokus pada diri sendiri.

Ritme kayu dan benang menciptakan suasana yang akrab. Di ruang sederhana itu, tak ada hirarki atau tuntutan. Semua duduk sejajar, berbagi cerita, dan saling mendengarkan.

Solidaritas Perempuan yang Terajut dari Benang

Meski tidak lagi populer di kalangan generasi muda, para perempuan ini tetap setia menjaga tradisi menenun. Namun bagi mereka, mempertahankan tenun bukan semata soal melestarikan kain. Lebih dari itu, menenun adalah cara menjaga hubungan antar perempuan, ruang tempat mereka saling memahami dan menguatkan.

“Kalau nggak ada tempat seperti ini, mungkin aku cuma di rumah terus. Di sini aku ngerasa punya teman,” kata Wati sambil tetap menggerakkan benang di tangannya.

Di ruang sederhana itulah, tenun menjadi pengikat cerita. Benang-benang yang dirajut bukan hanya membentuk kain, tetapi juga menyatukan pengalaman hidup para perempuan Magelang. Selama masih ada yang duduk berdampingan, berbagi cerita, dan menenun perlahan, ruang aman itu akan terus hidup, dirajut dari kebersamaan dan ketulusan.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
SEA Games 2025: Indonesia Tutup Kiprahnya dengan 91 Emas, Prestasi Terbaik dalam 30 Tahun Terakhir
• 14 jam lalutvrinews.com
thumb
Kebiasaan saat Liburan yang Bisa Bantu Empaskan Lemak Perut
• 10 jam lalubeautynesia.id
thumb
Aksi Bajing Loncat Viral, Polsek Cakung Buru Pelaku meski Korban Belum Melapor
• 11 jam lalukompas.com
thumb
JPU Tidak Boleh Memaksakan P21 Jika Tahap Penyelidikan-Penyidikan Cacat Hukum
• 7 jam lalufajar.co.id
thumb
Bukan Sekadar Medali, Ini Makna Penutupan SEA Games 2025 Thailand
• 7 jam lalutvonenews.com
Berhasil disimpan.