JPU Tidak Boleh Memaksakan P21 Jika Tahap Penyelidikan-Penyidikan Cacat Hukum

fajar.co.id
11 jam lalu
Cover Berita
Studi Kasus TSK Mahasiswa UNM

Oleh: Muh Basri Lampe
(Mahasiswa S3 Ilmu Hukum UMI/Advokat dan Konsultan Hukum )

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, dalam Pasal 183 dijelaskan bahwa Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Selanjutnya dalam Pasal 184 ayat (1) tentang alat bukti yang sah ialah sebagai berikut:

a. Keterangan saksi;
b. Keterangan ahli;
c. Surat;
d. Petunjuk;
e. Keterangan terdakwa.

Dalam Pasal 185 ayat (1) dijelaskan bahwa keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan; Ayat (2) keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya; Ayat (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya; Ayat (4) Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu; Ayat (5) Baik pendapat maupun rekaan, yang diperoleh dari hasil pemikiran saja, bukan merupakan keterangan ahli;

Ayat (6) Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus dengan sungguh sungguh memperhatikan: a. Persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain; b. Persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain; c. Alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan yang tertentu; d. Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya.

Ayat (7) dijelaskan bahwa Keterangan dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai satu dengan yang lain, tidak merupakan alat bukti, namun apabila keterangan itu sesuai dengan keterangan dari saksi yang disumpah dapat dipergunakan sebagai tambahan alat bukti sah yang lain.

Selanjutnya tentang Keterangan Ahli, diatur dalam Pasal 186 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, dijelaskan bahwa keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.

Dalam Pasal 187 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, dijelaskan bahwa surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah:

a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;

b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan;

c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya;

d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.

Dalam Pasal 188 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, ayat (1) dijelaskan bahwa petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya; Ayat (2) dijelaskan bahwa petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diperoleh dari: a. Keterangan saksi; b. Surat; c. Keterangan terdakwa. Ayat (3) dijelaskan bahwa penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya.

Terakhir, alat bukti tentang keterangan terdakwa yang diatur dalam Pasal 189 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, ayat (1) dijelaskan bahwa keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri; Ayat (2) Keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang, asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya; Ayat (3) Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri; Ayat (4) Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain.

Selain itu, dalam Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, angka 26 dijelaskan bahwa “Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri;”. Angka 27 dijelaskan bahwa “Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu;”. Angka 28 dijelaskan bahwa “Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan;”.

Proses Penyelidikan, Penyidikan ke Tahap P21

Sesuai dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, dijelaskan bahwa “Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya;”

Sedangkan tentang Penyelidikan diatur dalam Pasal1 angka 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, dijelaskan bahwa “Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untukmencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini;”.

Dalam hukum pidana Indonesia, P21 adalah kode pemberitahuan dari Kejaksaan yang menyatakan bahwa berkas perkara hasil penyidikan dari kepolisian sudah lengkap (cukup bukti dan memenuhi syarat formil-materiil), sehingga siap untuk dilimpahkan ke pengadilan untuk proses penuntutan (Tahap II). Istilah ini merujuk pada formulir administrasi yang mengakhiri tahap penyidikan dan memulai tahap pra-penuntutan.

Dalam Pasal 138 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, ayat (1) dijelaskan bahwa  “Penuntut umum setelah menerima hasil penyidikan dari penyidik segera mempelajari dan menelitinya dan dalam waktu tujuh hari wajib memberitahukan kepada penyidik apakah hasil penyidikan itu sudah lengkap atau belum;”. Ayat (2) dijelaskan bahwa “Dalam hal hasil penyidikan ternyata belum lengkap, penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi dan dalam waktu empat belas hari sejak tanggal penerimaan berkas, penyidik harus sudah menyampaikan kembali berkas perkara itu kepada penuntut umum”.

Kemudian, dalam Pasal 56 ayat (1) bahwa dalam tersangka atau terdakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasehat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka: Ayat (2) setiap penasihat hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), memberikan bantuannya dengan cuma-cuma.

Kronologis Kasus Tersangka Mahasiswa UNM Soal Bawa Sajam

Berdasarkan Surat Perpanjangan Penahanan Nomor:B-831/P.4.13/Eku.1/12/2025 tertanggal 09 Desember 2025, tentang dugaan tindak pidana sebagaimana rumusan dalam Pasal 2 Ayat (1) UU Darurat No. 12 Tahun 1951-LN No.78 Tahun 1951 diancama pidana 10 tahun, bahwa Tersangka (Tsk) Mahasiswa UNM inisial W berumur 20 tahun.

Sesuai kronologis yang disampaikan W, bahwa pada malam kamis tanggal 20 November 2025 W bersama atas nama inisial F selaku anggota Polisi, sekitar jam 2 malam, bedua itu berboncengan dengan mengendarai sepeda motor, yang dibonceng F oleh W. Dengan tujuan mendatangi rumah pacar F, alasan W dan F bawa sajam hanya untuk jaga-jaga diri dari perjalanan takutnya ada begal, karena sudah jam 2 malam. Bahwa F bawa sajam berupa parang yang diambil dari Asdar dan W bawa sajam berupa busur W itu seumur hidupnya baru bawa busur.

Setelah dari rumah pacar F, maka pulang lah W bersama F ke Sekretariat Organda DPK KEPMI Bone LAPAWAWOI UNM, namun di perjalanan dalam wilayah Polres Gowa bertemulah aparat Polisi dengan melakukan pengeledahan dan ditemukan sajam busur di badan W dan sajam parang ditemukan tergantung di depan motor. Maka kejadian itulah sehingga Polisi Pores Gowa mengamankan keduanya di Polres Gowa dan oknum polisi F itu hanya 1 malam diamankan di Polres Gowa, setelah itu diproses di Polres Pelabuhan Makassar karena F bertugas di Polres Pelabuhan Makassar.

Pada dasarnya, sesuai pengakuan W bahwa sajam berupa busur itu tersimpan lama di Sekretariat Organda DPK KEPMI Bone LAPAWAWOI UNM dan sama sekali tidak untuk dipakai menyerang kepada siapapun. Terbukti pada malam itu W ketemu Polisi setalah dari ketemu pacarnya F selaku oknum Polisi tersebut, jadi pada kasus ini meskipun tidak ada korbannya, W tetap ditersakakan dengan dalil yang disampaikan beberapa aparat Polisi di Polres Gowa bahwa soal sajam Busur adalah atensi Kapolres.

Kajian Yurudis Proses Pemeriksaan W

Selanjutnya, W diperiksa dari tahap penyelidikan ke penyidikan W ditetapkan sebagai tersangka tidak didampingi oleh Penasehat Hukum saat pemeriksaan, padahal sangat jelas dalam Pasal 56 KUHAP bahwa di atas ancaman hukuman 5 tahun wajib didampingi oleh Penasehat Hukum. Kalaupun tersangka tidak memiliki Penasehat Hukum maka pejabat yang bersangkutan menunjuk Penasehat Hukum untuk didampingi disaat pemeriksaan. Maka poin ini sudah dianggap cacat hukum karena saat proses pemeriksaan tidak didampingi oleh Penasehat Hukum, maka wajib menjadi pertimbangan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di tahap 1 (satu).

Selain itu, sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014: Menegaskan bahwa penetapan tersangka harus didasarkan pada minimal dua alat bukti yang sah menurut Pasal 184 KUHAP, serta harus didahului pemeriksaan calon tersangka. Jika dibandingkan kasus W ini, maka kasus W ini belum dapat ditersangkakan karena kronologis perbuatannya W dan alat bukti yang sah, penyidik belum dapat memiliki 2 alat bukti yang sah. Maka dengan adanya saat ini berkas di JPU, wajib hukumnya JPU mengembalikan berkas W ke penyidik untuk dilakukan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

Sehingga menjadi kesimpulan, bahwa meskipun atensi Kapolres Gowa soal sajam Busur namun sebagai aparat kepolisian yang beratanggung jawab kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), bahwa tetap melakukan berbagai kajian dan pertimbangan hukum yang mendalam sebelum ditersangkakan W. Harusnya Polres Gowa dalam hal ini penyidik W, tetap menghormati hukum acara pidana dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan, bahwa sangat jelas dalam KUHAP hak seorang diduga yang melakukan tindak pidana di atas ancaman hukuman lima tahun wajib didampaingi oleh Penasehat Hukum, demi menghormati haknya sesuai yang diatur dalam Undang-Undang Nomor  39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. (*)


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Ribut-ribut di Tambang Emas Ilergal di Minahasa Tenggara, 3 Orang Tewas
• 5 jam laludetik.com
thumb
Gelar Karya Vokasi PKPLK 2025 Berakhir, Tegaskan Pendidikan Inklusif dan Bermutu untuk Semua
• 19 jam laludisway.id
thumb
Otorita IKN Luncurkan Buku Potret Alam Nusantara, Tegaskan Komitmen Kota Hutan Berkelanjutan
• 21 jam lalutvrinews.com
thumb
YouTuber Ajak Bersatu Bantu Sumatra: Pemerintah, TNI, Polri Sudah Gerak
• 18 jam lalutvrinews.com
thumb
Tak hanya Migran Prosedural, Perlindungan Kini Menjangkau Pekerja Tanpa Dokumen
• 17 jam lalumetrotvnews.com
Berhasil disimpan.