Jakarta, VIVA – Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batubara Indonesia (Aspebindo), Anggawira menilai penguatan rantai pasok energi harus dipandang sebagai fondasi utama kedaulatan negara.
Hal itu disampaikan Anggawira saat membuka secara resmi acara Indonesia Energy Outlook 2026 di The Westin Jakarta beberapa waktu lalu. Acara ini turut dihadiri oleh Menteri Koperasi Ferry Juliantono, Ketua DPD RI Sultan Bachtiar Najamudin, serta para petinggi BUMN energi.
"Energi adalah darah bagi perekonomian. Karena itu, rantai pasok energi jangan dipandang hanya sekadar sebagai komoditas, tetapi instrumen kedaulatan negara," ujar Anggawira dalam keterangannya, dikutip Sabtu, 20 Desember 2025.
Ia menjelaskan bahwa rantai pasok ini perlu dicermati dalam tiga dimensi strategis, yakni pertama, sebagai penjamin ketahanan energi nasional yang memastikan ketersediaan, keterjangkauan, dan aksesibilitas bagi rakyat.
"Kedua, sebagai mesin pertumbuhan ekonomi, di mana efisiensi biaya energi akan menentukan apakah industri kita bisa bersaing di pasar global atau tidak. Ketiga, sebagai instrumen kedaulatan untuk mengurangi ketergantungan impor dan memperkuat posisi tawar Indonesia dalam geopolitik," kata Anggawira.
Di sisi lain, Anggawira memberikan peringatan dini mengenai empat tantangan besar (key challenges) yang akan dihadapi Indonesia pada tahun 2026. Berdasarkan kajian Aspebindo, tantangan tersebut datang dari faktor eksternal dan internal yang saling berkaitan.
- Dok. Istimewa
"Tahun 2026 kita menghadapi tekanan berlapis. Secara global, terjadi fragmentasi rantai pasok akibat konflik geopolitik yang mengganggu rute perdagangan energi tradisional. Di dalam negeri, kita masih berkutat dengan kesenjangan infrastruktur atau infrastructure gaps," tuturnya.
Selain masalah infrastruktur fisik, Anggawira menyoroti tekanan transisi energi yang berhadapan dengan realitas kebutuhan energi fosil, serta masalah ketidakpastian regulasi yang kerap menghambat investasi. Namun kata dia, Indonesia didesak segera beralih ke investasi hijau, namun di saat yang sama dominasi energi fosil masih sangat kuat untuk menopang beban dasar atau baseload.
"Tarik-menarik kepentingan ini seringkali diperparah oleh ketidakpastian regulasi. Inkonsistensi kebijakan adalah musuh utama investasi jangka panjang. Investor butuh aturan main yang tidak berubah-ubah di tengah jalan," jelas dia.





