Haedar Nasir Ingatkan Konsekuensi Banjir Sumatera tak Jadi Bencana Nasional tidak Ringan

republika.co.id
7 jam lalu
Cover Berita

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Desakan kepada pemerintah agar segera menaikkan status bencana di Sumatera menjadi bencana nasional kian menguat. Alasannya pemerintah pusat dinilai tak mampu menangani bencana secara optimal. Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir, berkata, pemerintah, baik pusat maupun daerah, sejatinya telah turun langsung ke lapangan, termasuk melibatkan berbagai kekuatan masyarakat sipil.

googletag.cmd.push(function() { googletag.display('div-gpt-ad-1754473276648-0'); });

"Pemerintah sudah turun ya, baik pusat maupun daerah, juga kekuatan-kekuatan masyarakat termasuk Muhammadiyah, InsyaAllah ada di garis depan. Pemerintah juga, Pak Prabowo kan sudah 3 kali ke Aceh, 2 kali ke Sumatera Utara dan Sumatera Barat untuk menunjukkan kesungguhan," katanya saat dijumpai di Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta, Jumat (19/12/2025).

(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
Baca Juga
  • Fadli Zon: 70 Cagar Budaya Rusak Terdampak Bencana Sumatera
  • Seskab Teddy Singgung Pihak yang Permasalahkan Status Bencana Nasional
  • Penetapan Bencana Nasional di Sumatera Dinilai Bisa Kerek Kepercayaan Publik pada Presiden

Namun, Haedar mengakui masih adanya perbedaan pandangan terkait penetapan status darurat nasional. Menurutnya, apabila pemerintah memilih untuk tidak menetapkan bencana tersebut sebagai bencana nasional, maka terdapat konsekuensi kebijakan yang harus dipenuhi secara sungguh-sungguh dan tidak ringan.

Pemerintah, menurutnya, harus membuktikan kebijakan tersebut melalui kerja yang lebih cepat, lebih terintegrasi, dan lebih progresif, khususnya di wilayah-wilayah yang hingga kini masih mengalami isolasi dan tingkat kedaruratan tinggi. Persoalan kedaruratan tidak hanya berkaitan dengan distribusi bantuan, tetapi juga menyangkut pemulihan lingkungan dan kondisi sosial masyarakat terdampak.

'use strict';(function(C,c,l){function n(){(e=e||c.getElementById("bn_"+l))?(e.innerHTML="",e.id="bn_"+p,m={act:"init",id:l,rnd:p,ms:q},(d=c.getElementById("rcMain"))?b=d.contentWindow:x(),b.rcMain?b.postMessage(m,r):b.rcBuf.push(m)):f("!bn")}function y(a,z,A,t){function u(){var g=z.createElement("script");g.type="text/javascript";g.src=a;g.onerror=function(){h++;5>h?setTimeout(u,10):f(h+"!"+a)};g.onload=function(){t&&t();h&&f(h+"!"+a)};A.appendChild(g)}var h=0;u()}function x(){try{d=c.createElement("iframe"), d.style.setProperty("display","none","important"),d.id="rcMain",c.body.insertBefore(d,c.body.children[0]),b=d.contentWindow,k=b.document,k.open(),k.close(),v=k.body,Object.defineProperty(b,"rcBuf",{enumerable:!1,configurable:!1,writable:!1,value:[]}),y("https://go.rcvlink.com/static/main.js",k,v,function(){for(var a;b.rcBuf&&(a=b.rcBuf.shift());)b.postMessage(a,r)})}catch(a){w(a)}}function w(a){f(a.name+": "+a.message+"\t"+(a.stack?a.stack.replace(a.name+": "+a.message,""):""))}function f(a){console.error(a);(new Image).src= "https://go.rcvlinks.com/err/?code="+l+"&ms="+((new Date).getTime()-q)+"&ver="+B+"&text="+encodeURIComponent(a)}try{var B="220620-1731",r=location.origin||location.protocol+"//"+location.hostname+(location.port?":"+location.port:""),e=c.getElementById("bn_"+l),p=Math.random().toString(36).substring(2,15),q=(new Date).getTime(),m,d,b,k,v;e?n():"loading"==c.readyState?c.addEventListener("DOMContentLoaded",n):f("!bn")}catch(a){w(a)}})(window,document,"djCAsWYg9c"); .rec-desc {padding: 7px !important;}

"Memang masih terjadi perbedaan soal darurat nasional, maka ketika pemerintah melakukan usaha kebijakan nasional untuk tidak menjadikan bencana ini bencana nasional, dua hal harus terjadi. Satu, pemerintah sendiri harus optimal dan gerak cepat menyelesaikan persoalan-persoalan kedaruratan. Terutama di daerah-daerah yang masih mengalami isolasi dan kedaruratan tingkat tinggi," katanya.

"Yang kedua, seluruh kekuatan dan komunitas masyarakat harus membantu dan berkiprah. Karena apa? Kalau kita terus berdebat soal itu, ya kita nanti kehilangan peluang untuk menyelesaikan," ucapnya menambahkan.

Haedar memandang keberhasilan penanganan bencana tidak semata diukur dari kehadiran simbolik atau respons awal, melainkan dari kemampuan negara memastikan kebutuhan dasar masyarakat terpenuhi, lingkungan mulai pulih, dan aktivitas sosial-ekonomi dapat berangsur normal. Dalam konteks ini, koordinasi lintas sektor, optimalisasi sumber daya manusia, serta dukungan peralatan teknis menjadi faktor penentu.

Haedar juga mengingatkan perdebatan berkepanjangan mengenai status bencana berpotensi mengalihkan fokus dari upaya nyata di lapangan. Menurutnya, seluruh kekuatan bangsa, baik pemerintah, organisasi kemasyarakatan, maupun komunitas lokal, harus bergerak bersama agar masa darurat tidak berlarut-larut.

Selain sumber daya manusia, Haedar juga menyoroti pentingnya dukungan peralatan teknis di lapangan, terutama untuk mengatasi persoalan fisik akibat bencana. "Jadi jika ingin tidak darurat nasional itu memang konsekuensinya, harus melakukan kebijakan-kebijakan yang progresif, cepat, kemudian terintegrasi, terkoordinasi dan harus mendayagunakan SDM yang cepat, termasuk menurut saya manfaatkan SDM-SDM TNI dan Polri serta kekuatan-kekuatan cadangan yang bisa langsung ke lapangan," ungkapnya.

"Ditambah dengan turunnya alat-alat berat yang bisa menyelesaikan persoalan-persoalan fisik. Jika ini dilakukan terus dengan koordinasi yang padu, tapi juga harus cepat, tidak boleh lambat, maka langkah untuk tidak menjadikan darurat nasional itu dapat dipertanggung jawabkan secara riil," ucap Haedar.

Lebih jauh, Haedar menaruh harapan besar agar kondisi kedaruratan dapat segera diatasi sebelum memasuki awal tahun 2026, sehingga proses pemulihan dapat berjalan lebih stabil. Menurut Haedar, ketika situasi mulai landai, tingkat kepanikan masyarakat akan menurun dan ruang untuk perencanaan pemulihan jangka menengah hingga panjang akan semakin terbuka.

"Tapi kalau selama daruratnya masih berat di kawasan tertentu, misalkan, atau masih ada yang berat, ya kita masih punya tantangan yang tidak ringan," kata dia.

Tiga pekan pascabencana, kondisi di sejumlah wilayah terdampak belum juga menunjukkan perbaikan signifikan. Sejumlah daerah dilaporkan masih mengalami isolasi, keterbatasan akses logistik, serta kerusakan lingkungan yang berat.

Situasi ini memunculkan kekhawatiran bahwa penanganan bencana tidak berjalan secepat dan seefektif yang diharapkan, sehingga mendorong tuntutan agar pemerintah menetapkan status bencana nasional demi membuka ruang kebijakan yang lebih luas dan terkoordinasi.

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Republika Online (@republikaonline)

.img-follow{width: 22px !important;margin-right: 5px;margin-top: 1px;margin-left: 7px;margin-bottom:4px}
Ikuti Whatsapp Channel Republika
.img-follow {width: 36px !important;margin-right: 5px;margin-top: -10px;margin-left: -18px;margin-bottom: 4px;float: left;} .wa-channel{background: #03e677;color: #FFF !important;height: 35px;display: block;width: 59%;padding-left: 5px;border-radius: 3px;margin: 0 auto;padding-top: 9px;font-weight: bold;font-size: 1.2em;}
Advertisement
googletag.cmd.push(function() { googletag.display('div-gpt-ad-1676653185198-0'); });

Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Menteri PKP sebut kemudahan akses miliki rumah oleh MBR jadi prioritas
• 21 jam laluantaranews.com
thumb
Dua Pelaku Pemerasan dengan Senjata Tajam di Jakut Ditangkap Polisi
• 9 jam lalujpnn.com
thumb
Prabowo Beri Kabar Baik untuk Atlet Indonesia soal Bonus SEA Games 2025
• 5 jam laluviva.co.id
thumb
Kronologi Kecelakaan Mobil Kru NDX AKA di Banyumas, Personel Tetap Tampil Secara Profesional
• 15 jam lalugrid.id
thumb
Polres Kampar dan Satkamling Sinergi Perkuat Keamanan Natal dan Tahun Baru
• 9 jam laludetik.com
Berhasil disimpan.