Jakarta dan Wajah Baru Kehidupan Perkotaan di Tengah Pembatasan

viva.co.id
4 jam lalu
Cover Berita

Jakarta, VIVA – Jakarta selalu bergerak. Kota ini tak hanya tumbuh lewat gedung-gedung tinggi dan pusat bisnis baru, tetapi juga melalui perubahan aturan yang pelan-pelan membentuk ulang cara warganya hidup, bekerja, dan berinteraksi. Di tengah denyut itu, pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di DKI Jakarta menjadi salah satu contoh bagaimana kebijakan bisa ikut menggeser wajah kehidupan perkotaan.

Bagi sebagian warga, isu ini mungkin terasa jauh dari rutinitas harian. Namun bagi pelaku usaha kecil, pemilik ruko, hingga pedagang pasar, aturan baru bukan sekadar teks hukum. Ia hadir sebagai tanda tanya besar: apakah ruang usaha dan ruang hidup mereka masih punya tempat di tengah kota yang padat ini.

Baca Juga :
Olahraga Sepeda Jadi Motor Ekonomi Baru Indonesia, Nilai Ekonomi Capai Rp10 Triliun
Perlu Kajian Khusus, Anggota Pansus Desak Pengesahan Raperda Kawasan Tanpa Rokok Ditunda

Di banyak sudut Jakarta, ritel kecil dan kios sederhana selama ini menjadi bagian dari ekosistem kota. Mereka hidup berdampingan dengan perkantoran, sekolah, tempat ibadah, hingga pusat kursus non-formal. Pola ini terbentuk secara alami, mengikuti ritme kota dan kebutuhan warganya. Ketika wacana pembatasan zonasi dan aktivitas tertentu mencuat, kekhawatiran pun ikut muncul, terutama soal keberlanjutan usaha yang sudah lama menopang ekonomi keluarga.

Ilustrasi dilarang merokok
Photo :
  • Pixabay

Ketua Umum Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), Budiyanto, menyebut bahwa pengendalian konsumsi memang penting, terutama untuk melindungi kelompok rentan seperti anak-anak. Namun ia mengingatkan, regulasi juga perlu melihat realitas sosial kota secara utuh. Menurutnya, draf Raperda KTR saat ini mengandung risiko sosial yang tidak kecil jika diterapkan tanpa penyesuaian.

“APVI mendukung sepenuhnya regulasi yang melindungi anak-anak. Meski demikian, rancangan Perda juga jangan sampai mematikan pelaku UMKM dan menutup akses bagi konsumen dewasa,” ujar Budiyanto dalam keterangan tertulis, dikutip Minggu 21 Desember 2025.

Ia menilai pembatasan yang terlalu luas justru berpotensi mendorong pergeseran konsumsi ke jalur yang tidak resmi.

Dalam konteks kehidupan urban, kekhawatiran tersebut bukan tanpa alasan. Ketika akses legal semakin terbatas, pilihan warga bisa bergeser ke pasar gelap yang tidak terkontrol. Bagi kota sebesar Jakarta, kata Budiyanto, fenomena semacam ini bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga soal keamanan dan perlindungan konsumen.

Baca Juga :
Askrindo Bayar Klaim Rp 105 Juta Asuransi Mikro ke Korban Bencana Aceh-Sumatera
Aturan Baru Ini Dinilai Berpotensi Mengubah Denyut Usaha Kecil Jakarta
Kunjungi UMKM Batik di Magetan, Ibas Dorong Pemanfaatan Koperasi Desa Merah Putih

Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Percepat Program Makan Bergizi Gratis, SPPG Tipar Raya Jambe Diresmikan
• 17 jam lalutvonenews.com
thumb
Mayat Tanpa Identitas Ditemukan di Pantai Alteri Mamuju
• 6 jam lalurealita.co
thumb
MBG Tetap Ada Saat Libur Nataru, Siswa Bisa Ambil ke Sekolah
• 6 jam lalukompas.com
thumb
4 Jenis Daging Paling Sehat, Protein Berkualitas Tinggi
• 21 jam lalugenpi.co
thumb
Rapimnas Golkar Putuskan Dorong Koalisi Partai Permanen
• 6 jam laluliputan6.com
Berhasil disimpan.