VIVA – Otoritas Tiongkok dilaporkan menahan sekitar 80 warga Tibet di Desa Kashi, wilayah Kham Zachuka, Kabupaten Sershul, Prefektur Otonomi Tibet Kardze, menyusul protes terhadap operasi penambangan emas ilegal. Tujuh orang di antaranya hingga kini dilaporkan belum diketahui keberadaannya.
Informasi tersebut disampaikan Wakil Direktur dan peneliti lingkungan Institut Kebijakan Tibet (Tibet Policy Institute/TPI), Tempa Gyaltsen Zamlha, dalam konferensi pers di Dharamshala, Selasa, mengutip laporan media Tibet, Phayul.
Menurut Zamlha, penangkapan terjadi pada 6 November sekitar pukul 18.50 waktu setempat, setelah warga menghadapi para penambang dan melaporkan aktivitas penambangan emas ilegal yang ditemukan sehari sebelumnya di kawasan Serkhok, yang dikenal sebagai “Lembah Emas”.
Pasca-konfrontasi, aparat Tiongkok disebut melakukan penangkapan sistematis dari rumah ke rumah di Desa Kashi. Para warga yang ditangkap dibawa ke Kabupaten Sershul untuk diinterogasi, di tengah pemadaman komunikasi, peningkatan kehadiran aparat keamanan, serta pembatasan ketat pergerakan warga.
Zamlha mengatakan, pejabat setempat juga menggelar pertemuan untuk memperingatkan warga agar tidak membicarakan insiden tersebut ke pihak luar, dengan menegaskan bahwa hal itu "tidak boleh bocor ke tingkat yang lebih tinggi atau ke dunia luar," dan bahwa pelanggaran apa pun akan dianggap sebagai "tindak pidana" yang serius.
Laporan Phayul menyebutkan bahwa pasukan keamanan memasuki rumah-rumah warga, menyita telepon seluler, dan melakukan penggeledahan. Polisi bersenjata dan personel militer dikerahkan di jalan-jalan dan ruang publik, dengan sejumlah warga ditahan karena diduga menyampaikan perbedaan pendapat terkait penambangan.
Situasi di Desa Kashi digambarkan “sangat tegang”, dengan warga mengaku khawatir terhadap keselamatan anggota keluarga mereka yang ditahan. Zamlha juga menyampaikan adanya dugaan perlakuan buruk selama interogasi, termasuk kurang tidur, pembatasan akses ke toilet, serta pemberian makanan minimal berupa tsampa dingin sekali sehari.
Beberapa tahanan dilaporkan mengalami patah tulang rusuk, gangguan ginjal, serta trauma fisik dan psikologis akibat pemukulan dan penyiksaan di pusat penahanan.
Selain itu, pengawasan disebut meningkat tajam, dengan pemasangan kamera dan perangkat pemantauan di banyak rumah. Pemeriksaan medis dilakukan di rumah sakit Kabupaten Sershul, namun hasil lengkapnya tidak diberikan kepada para tahanan.





