BANGKALAN (Realita)- Aktivitas tambang ilegal di Bangkalan dihentikan, tetapi penutupan ini justru menjadi pintu masuk lobi perizinan.
Setelah alat berat berhenti dan lokasi ditutup, penambang kini mengalihkan energi ke jalur birokrasi—mengurus legalitas dengan memanfaatkan fasilitasi pemerintah daerah.
Baca juga: Enam Santri Cilik Tewas Tenggelam di Danau Bekas Galian Kapur di Bukit Jaddih Bangkalan
Perwakilan penambang, Jev Vanand, secara terbuka menyebut proses perizinan tengah diarahkan melalui skema politik pemerintahan.
Ia menyatakan bahwa izin ditangani lewat kabinet perekonomian, lalu dikonfirmasi ke Bupati, sebelum naik ke Pemprov Jawa Timur dan ESDM.
Menurutnya, pola ini dilakukan agar hubungan perizinan berjalan government to government antara Bangkalan dan provinsi.
Selama jalur itu berlangsung, penambang tidak berbicara mengenai evaluasi teknis, lingkungan, ataupun dampak sosial. Mereka hanya menyatakan aktivitas ditutup sementara demi fokus mengamankan izin.
Baca juga: Protes Warga Pantura Gresik Soal Truk Tambang, Berbuntut Perketat Pengawasan
“Proses pengembangan belum berjalan. Penutupan ini karena fokus pada perizinan,” ujar Jev.
Pemkab Bangkalan juga tidak menutup dukungan. Sekretaris Daerah, Ismed Efendi, bahkan menjanjikan percepatan dengan target agresif lima hari penyelesaian, sembari menekankan kepentingan pendapatan daerah.
“Kita bantu sampai instansi provinsi maupun pusat supaya lima hari ini bisa punya izin. Kalau ada izin, daerah dapat pajak,” ujarnya.
Baca juga: Upaya Klarifikasi Soal Dugaan Ilegal Mining ke Kantor PT PAS Tak Membuahkan Hasil
Di tengah arus percepatan legalitas itu, Polres Bangkalan menarik garis batas kewenangan.
Kasatreskrim AKP Hafid Dian Maulidi menegaskan kepolisian tidak memiliki otoritas membuka atau memberikan izin tambang. Ia hanya menyampaikan bahwa penertiban merupakan bagian dari ruang tugas polisi.
“Kepolisian tidak ada kewenangan membuka atau memberikan izin,” katanya.
Editor : Redaksi





