Di Antara Aturan dan Interpretasi, Ujian Kualitas Wasit Bernama Yoko Suprianto di Laga PSM Makassar Vs Malut United 

harianfajar
10 jam lalu
Cover Berita

FAJAR, MAKASSAR — Sepak bola Indonesia kembali dihadapkan pada persoalan klasik yang tak kunjung selesai, yakni kualitas perwasitan. Laga PSM Makassar kontra Malut United bukan sekadar pertandingan biasa, melainkan cermin buram bagaimana sebuah keputusan wasit mampu menggeser esensi keadilan dalam permainan.

Insiden di sepuluh menit akhir pertandingan menjadi titik api kontroversi. Ketika Rizky Eka Pratama melakukan penetrasi ke kotak penalti dan terlihat jelas dijatuhkan oleh Wbeymar Angulo, wasit Yoko Suprianto tanpa ragu menunjuk titik putih.

Keputusan itu terasa logis, sejalan dengan apa yang tertangkap mata. Bahwa ada tarikan tangan yang menyebabkan hilangnya keseimbangan pemain PSM. Namun, kehadiran VAR justru mengubah segalanya. Setelah meninjau ulang tayangan, Yoko membatalkan penalti tersebut, meski bukti visual menunjukkan adanya kontak aktif yang sulit dibantah.

Di sinilah masalah utama muncul: interpretasi. Dalam dunia perwasitan, interpretasi memang diakui sebagai bagian dari pengambilan keputusan. Namun, ketika interpretasi ditempatkan lebih tinggi dari substansi aturan, maka yang tercipta adalah “wilayah abu-abu” yang rawan disalahgunakan. Aturan yang seharusnya menjadi fondasi keadilan justru terpinggirkan oleh subjektivitas.

Perbandingan dengan kasus lain semakin menajamkan tanda tanya. Pada laga Arab Saudi kontra Indonesia, sentuhan tangan yang jauh lebih minimal tetap berujung penalti. Lantas, mengapa tarikan yang lebih aktif dan jelas di laga PSM vs Malut United justru dianggap tidak cukup? Inkonsistensi semacam ini menimbulkan kecurigaan wajar dari publik sepak bola bahwa apakah standar penilaian wasit benar-benar sama dari satu laga ke laga lain?

Reaksi keras dari publik, termasuk pernyataan kekecewaan mantan pemain nasional Greg Nwokolo, menunjukkan bahwa persoalan ini telah melampaui sekadar satu keputusan. Ini adalah soal kepercayaan. Ketika forum-forum perwasitan pun berlindung di balik alasan “interpretasi”, publik patut bertanya bahwa sampai kapan interpretasi menjadi tameng atas keputusan yang meragukan?

Kualitas wasit tidak hanya diukur dari kedekatannya dengan insiden atau keberaniannya menggunakan VAR, tetapi dari konsistensi, keberanian berpegang pada aturan, dan kepekaan terhadap rasa keadilan. Jika interpretasi terus dibiarkan menjadi dalih utama, maka sepak bola Indonesia akan terus terjebak dalam polemik yang sama. Yakni kontroversi yang menggerus kepercayaan.

Pertanyaan pun mengemuka, bukan untuk menghakimi, tetapi untuk evaluasi bahwa apakah keputusan Yoko Suprianto murni lahir dari penafsiran profesional, atau justru mencerminkan problem kualitas yang lebih dalam di tubuh perwasitan kita? Di sinilah federasi dan otoritas liga harus hadir, bukan sekadar membela, melainkan berani membenahi. Karena tanpa wasit yang kredibel, keadilan di lapangan hanyalah ilusi.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Investor Berharap Rally Santa untuk Dorong Kenaikan Saham di Akhir 2025
• 11 jam laluidxchannel.com
thumb
Memahami Pangan Lokal Bagian dari Budaya Hidup Masyarakat
• 5 jam lalujpnn.com
thumb
Ingin Ibu Bahagia? Coba Inspirasi Perayaan Hari Ibu Berikut Ini
• 15 jam lalumetrotvnews.com
thumb
Mentan tegaskan komitmen dukung regenerasi petani muda
• 14 jam laluantaranews.com
thumb
Games of the Future 2025: Head-to-Head ONIC vs Aurora PH
• 12 jam laluskor.id
Berhasil disimpan.