Di Balik Ucapan "Selamat Hari Ibu"

kumparan.com
3 jam lalu
Cover Berita

Setiap 22 Desember, media sosial dipenuhi dengan kalimat ucapan yang sama "Selamat Hari Ibu". Ketika itu media sosial dipenuhi banyaknya caption ucapan yang disertai foto bersama ibu, atau mungkin sekadar ucapan singkat di status, hingga pesan digrup keluarga.

Semuanya terlihat hangat dan penuh niat baik. Tapi semakin sering kalimat itu diucapkan dan diulang, menimbulkan pertanyaan kecil yang jarang kita sadari : "mengapa sebagian ucapan terasa menyentuh, sementara ada juga ucapan yang hanya lewat begitu saja?".

Sebagian orang mungkin pernah berada di posisi bingung ingin menulis apa untuk ucapan hari ibu. Terlihat takut terdengar terlalu biasa, tapi kadang juga ragu jika mengungkapkannya terlalu panjang. Dari situ kita sadar, persoalannya itu bukan sekedar seberapa indah ucapannya, tapi bagaimana kata-kata itu bekerja dan seberapa diterimanya ucapan tersebut.

Ucapan perayaan adalah kalimat yang sangat umum dan familiar diucapkan. Kita tahu kapan harus mengucapkannya dan bagaimana bentuk umumnya. Justru karena sering orang mengucapkannya dengan ucapan yang sama, ucapan ini sering kita dengar tanpa memikirkan maknanya. Kata-katanya tetap sama, tetapi maknanya bisa berbeda. Ada yang terdengar tulus, ada pula yang terdengar sekedar formalitas tahunan.

Perbedaan itu biasanya muncul dari hal yang kecil. Kalimat yang sama bisa terasa hangat jika disertai kebiasaan kecil, dan ada yang terasa hambar jika sekedar formalitas semata. Ucapan akan lebih bermakna jika disertai pengalaman bersama--hal-hal sederhana yang hanya dimengerti ibu dan anaknya. Tanpa itu, "Selamat Hari Ibu" Akan terdengar seperti kalimat biasa yang ditujukan pada siapapun dan justru kehilangan moment.

Menariknya, banyak orang merasa perlu menambahkan paragraf panjang berisi pujian agar ucapannya terdengar istimewa. Padahal, kata-kata yang terlalu berlebihan sering kali kehilangan maknanya. Ketika kalimat terdengar umum, kedekatan emosionalnya ikut memudar. Bukan karena niatnya tidak tulus, tetapi karena bahasanya terlalu umum.

Di sisi lain, tidak semua ibu memaknai ucapan dengan cara yang sama. Ada yang merasa cukup dengan satu kalimat sederhana, selama disampaikan dengan jujur. Ada pula yang lebih menghargai perhatian dalam bentuk tindakan, ketimbang rangkaian kata. Ini menunjukkan bahwa makna sebuah ucapan tidak pernah berdiri sendiri. Ia selalu bergantung pada hubungan, kebiasaan, dan cara berkomunikasi yang terbangun selama ini.

Masalah muncul ketika ucapan perayaan dijadikan penanda bahwa perhatian sudah selesai diberikan. Seolah-olah dengan satu kalimat, kewajiban sebagai anak telah terpenuhi. Di titik ini, bahasa tidak lagi berfungsi sebagai jembatan perasaan, melainkan sekadar simbol. Kalimatnya tetap sopan, tetapi terkesan adanya jarak.

Padahal, bahasa memberi banyak kemungkinan. Ucapan tidak harus panjang, puitis, atau berbeda dari yang lain. Kadang justru kalimat sederhana yang related—mengingat hal kecil yang sering dilupakan—terasa lebih dekat daripada rangkaian kata indah tanpa konteks.

Melihat ucapan Selamat Hari Ibu dari sudut ini bukan berarti meremehkan tradisi atau niat baik di baliknya. Sebaliknya, ini adalah ajakan untuk lebih sadar bahwa kata-kata juga punya nilai. Bagaimana cara kita memilih dan merangkai kalimat bisa membuat sebuah ucapan benar-benar sampai, atau hanya sekedar lewat di layar.

Mungkin, yang perlu kita renungkan bukan sekadar apakah kita sudah mengucapkan "Selamat Hari Ibu", melainkan bagaimana kata-kata itu disampaikan. Apakah ia lahir dari kebiasaan, atau dari kesadaran akan hubungan yang kita miliki. Karena pada akhirnya, dalam hubungan yang dekat, bahasa tidak dituntut untuk sempurna. Ia hanya perlu terasa hadir. Dan barangkali, itulah yang membuat sebuah ucapan sederhana bisa jauh lebih bermakna daripada seribu kata yang terdengar indah, tetapi tak benar-benar sampai.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Said Abdullah Tegaskan PDIP Tidak Boleh Lagi Main Politik Salon
• 16 jam lalusuarasurabaya.net
thumb
Melawan Waktu: Realitas Hidup Komuter Kota Penyangga demi Kerja di Jakarta
• 2 jam lalukompas.com
thumb
Terpilih Jadi Ketua DPC PDIP Surabaya, Armuji Target Rebut Kembali 4 Kursi DPRD yang Hilang
• 2 jam lalusuarasurabaya.net
thumb
Daftar Lengkap Juara BWF World Tour Finals 2025: Korsel Mendominasi
• 14 jam lalukumparan.com
thumb
Imranul Karim Harumkan Indonesia di Bangladesh
• 14 jam lalutvrinews.com
Berhasil disimpan.