Jakarta, VIVA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diprediksi masih akan bergerak fluktuatif, namun ditutup melemah pada perdagangan hari ini.
Berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate atau Jisdor BI, kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat berada di level Rp 16.735 per Jumat, 19 Desember 2025. Posisi rupiah itu melemah 13 poin dari kurs sebelumnya di level Rp 16.722 pada perdagangan Kamis, 18 Desember 2025.
Sementara perdagangan di pasar spot pada Senin, 22 Desember 2025 hingga pukul 09.02 WIB rupiah ditransaksikan di Rp 16.746 per dolar AS. Posisi itu menguat 4 poin atau 0,02 persen dari posisi sebelumnya di level Rp 16.750 per dolar AS.
- ANTARA
Pengamat ekonomi dan pasar uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, bank Dunia memberi peringatan terkait kesehatan fiskal Indonesia dalam jangka menengah. Dimana menurut proyeksi mereka defisit APBN akan melebar secara konsisten hingga mendekati batas psikologis 3 persen hingga 2027, seiring dengan penurunan rasio pendapatan negara dan peningkatan beban utang.
Defisit keseimbangan fiskal akan berada di level 2,8 persen terhadap PDB pada 2025, dan bertahan pada 2026. Angka itu diproyeksikan terus melebar menjadi 2,9 persen terhadap PDB pada 2027, nyaris menyentuh ambang batas defisit fiskal sebesar 3 persen sebagaimana diatur dalam UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara.
Proyeksi ini lebih tinggi dibandingkan realisasi defisit Oktober 2025 yang tercatat sebesar 2,0 persen terhadap PDB, maupun target UU APBN 2026 yang mematok defisit di level 2,7 persen. Pelebaran defisit tersebut tidak lepas dari tekanan berat pada sisi pendapatan negara.
Bank Dunia mencatat rasio pendapatan negara terhadap PDB diproyeksikan terjun bebas dari realisasi 13,5 persen pada 2022, menjadi hanya 11,6 persen pada 2025, sebelum sedikit membaik ke level 11,8 persen pada 2026.
Konsekuensi dari seretnya pendapatan dan melebarnya defisit adalah kenaikan rasio utang pemerintah. Bank Dunia memproyeksikan rasio utang Pemerintah Pusat akan terus mendaki dalam tiga tahun ke depan.
Dari posisi 39,8 persen terhadap PDB pada 2024, rasio utang diperkirakan naik menjadi 40,5 persen pada 2025, 41,1 persen pada 2026, dan menembus 41,5 persen pada 2027. Kenaikan stok utang ini terjadi di tengah beban biaya dana (cost of fund) yang masih tinggi.




