FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Diplomat Senior Indonesi, Dino Patti Djalal menyampaikan kritik terhadap Menteri Luar Negeri (Menlu) Sugiono. Kapasitasnya sebagai rakyat Indonesia dan orang yang berkecimpung puluhan tahun di dunia diplomasi.
“Saya Dino Patti Djalal menyampaikan pesan ini sebagai sesepuh Kementerian Luar Negeri, sebagai pendukung politik luar negeri, sebagai ketua ormas hubungan internasional terbesar di Indonesia dan di Asia, dan juga sebagai rakyat,” kata Dino memulai, dikutip dari Instagramnya, Senin (22/12/2025).
“Saya juga membuat pesan ini sebagai orang yang sudah berkecimpung dalam diplomasi selama 40 tahun, baik dari dalam maupun luar pemerintahan,” tambahnya.
Kritik tersebut, terdiri dari empat poin. Baginya, itu dilontarkan untuk kesuksesan diplomasi Indonesia
“Pertama, mohon luangkan waktu lebih banyak untuk memimpin Kementerian Luar Negeri. Kemlu is now very much in need of leadership. Idealnya, Menlu Sugiono bisa full time mengurus Kemlu,” ujar Dino.
Jika memang tidak bisa penuh mengurusi Kemlu, Dino meminta Sugiono separuhnya saja.
“Tapi minimal 50% dan kalau bisa 80%, Alhamdulillah,” imbuhnya.
Dia menilai saat ini banyak KBRI yang tidak mendapatkan arahan dari pusat. Rapat koordinasi para duta besar bahkan tertunda hampir setahun.
“Banyak diplomat yang mengalami demoralisasi dan merasa tidak terdorong inisiatifnya karena merasa tidak akan direspons dari atas,” jelasnya.
“Masalah ini bisa dianggap sepi sekarang, tapi bisa meledak di kemudian hari,” tambahnya.
Kedua, dia menyoroti komunikasi Sugiono yang pasif. Dino membandingkannya dengan Purbaya.
“Lihat saa bagaimana Menteri Keuangan Purbaya dalam waktu singkat populer dan dihormati publik, karena Ia rajin sekali memberikan penjelasan mengenai kebijakan keuangan negara,” ucapnya.
“Kami tidak ingin Menlu Sugiono mendapatkan predikat sebagai silent minister,” sambungnya Dino.
Di sisi lain, dia mengatakan, semua surat, telepon, WhatsApp, permohonan pertemuan dan lain sebagainya sama sekali tidak direspons oleh Sugiono selama berbulan-bulan.
“Pengalaman saya, menlu negara manapun, kalau mereka tau ada konferensi luar negeri di negara mereka, apalagi sebesar ini, yang terbesar di dunia, mereka akan langsung membatalkan agenda lain untuk bertemu semua konstituen mereka,” terangnya.
Ketiga, Dino menyoroti peran Sugiono yang tak menonjol sebagai Kemlu. Alih-alih menonjol, bahkan terasa jauh.
“Sekarang ini kami sebagai konstituen hubungan internasional merasa Menlu Sugiono jauh sekali denga kami, tidak komunikatif, tidak responsif, tidak terbukaaksesnya,” ucapnya
Menurut Dino, kepercayaan, rasa hormat, dan dukungan pemangku kepentingan tidak datang secara otomatis, melainkan harus diupayakan secara aktif.
Terakhir, Dino menegaskan membantu Presiden Prabowo tidak berarti mengabaikan rakyat. Karena keduanya justru saling menguatkan.
“Saya paham tugas utama Menlu adalah untuk membantu presiden tetapi ini tidak berarti memunggungi rakyat. Bahkan dua hal ini sebetulnya saling mendukung. Kalau ada inisiatif dari ormas hubungan internasional kami berharap Menlu dapat responsif,” tuturnya.
Empat poin itu, baginya sangat penting. Jika tidak, maka Kemlu akan redup.
“Kalau semua ini tidak dilakukan, maka Kementerian Luar Negeri akan redup, diplomasi Indonesia akan merosot dan Menlu Sugiono akan dicatat sejarah dengan nilai merah,” pungkasnya.
(Arya/Fajar)



