Peringatan Hari Ibu Jadi Momentum Benahi Masalah Lingkungan

katadata.co.id
6 jam lalu
Cover Berita

Momentum Hari Ibu yang diperingati setiap tanggal 22 Desember dinilai menjadi ruang refleksi relasi manusia dengan alam, terutama di tengah bencana banjir yang melanda berbagai wilayah di Sumatera.

Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan, Nadia Hadad, mengingatkan bahwa alam seperti halnya seorang ibu selama ini terus memberi kehidupan. Namun alam justru mengalami eksploitasi tanpa henti hingga akhirnya runtuh dan memunculkan bencana.

“Dalam banyak kebudayaan di Indonesia, ibu itu adalah sumber kehidupan. Dia memberikan air, pangan, perlindungan, dan juga keseimbangan ekosistem,” ujar Nadia dalam acara JUSTCOP, refleksi akhir tahun, Senin (22/12).

Namun menurutnya, peran alam sebagai “ibu” justru kerap diabaikan. Hutan dan lingkungan terus dieksploitasi, dilukai, dan dipaksa memberi tanpa jeda, hingga daya dukungnya melemah dan dampaknya harus ditanggung oleh masyarakat luas.

“Seperti juga banyak ibu di dunia ini, alam kita terus dieksploitasi, dilukai, dipaksa untuk memberi terus-terusan tanpa henti, sampai akhirnya rentuh. Dan pada akhirnya, kita semua yang menanggung dan mengalami bencana seperti yang kita rasakan sekarang,” katanya.

Nadia menegaskan peringatan atas dampak eksploitasi lingkungan bukanlah hal baru. Para pegiat lingkungan telah menyuarakannya selama bertahun-tahun, namun belum direspons secara serius.

“Sebenarnya sudah lama kita melakukan peringatan ini, bertahun-tahun yang lalu. Kita sudah mengingatkan bahwa kehancuran dan eksploitasi yang dilakukan selama ini akan berakibat buruk ke depan,” ujarnya.

Ia mengaku, titik paling menyedihkan bagi para aktivis lingkungan adalah ketika peringatan tersebut menjadi kenyataan.

“Pada saat kenyataan itu terjadi, itulah titik tersedih sebenarnya buat kami sebagai orang aktivis. Saat Sumatera tenggelam, kehilangan hutannya, kita melihat praktik yang selama ini kita peringatkan ternyata belum berubah,” kata Nadia.

Meski pemerintah belakangan menyampaikan rencana pencabutan sejumlah izin, Nadia menilai langkah tersebut belum cukup jika di saat yang sama masih muncul rencana pembukaan kawasan baru, termasuk di Papua.

“Walaupun sekarang ada janji mau cabut izin ini dan itu, tapi di saat yang bersamaan ada lagi rencana-rencana baru. Belum selesai yang di Sumatera, tiba-tiba mau buka yang di Papua,” ujarnya.

Padahal, menurut Nadia, Papua merupakan benteng terakhir hutan alam Indonesia yang seharusnya dilindungi, bukan dikorbankan kembali atas nama kepentingan ekonomi.

“Kita tahu Papua itu last frontier. Hutan di sana seharusnya jangan dibuka. Kalau kemudian harus dikorbankan lagi untuk sawit, singkong, tebu, atau apapun itu, demi ketahanan pangan dan energi, itu menunjukkan kita tidak menghargai apa yang sudah diberikan oleh ibu kita,” tegasnya.

Ia menilai bencana ekologis yang terjadi saat ini merupakan akibat dari eksploitasi yang berlebihan. Di momen Hari Ibu ini, Nadia mengajak masyarakat dan para pengambil kebijakan untuk berhenti sejenak dan berefleksi, sekaligus membangun harapan bersama untuk perubahan ke depan.

“Kita sama-sama berefleksi dan bergerak secara kolektif untuk menyerukan bahwa enough is enough. We need to stop all of this exploitation,” ujarnya.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
TVRI Tandatangani Kontrak Hak Siar Piala Dunia 2026, Komisi VII Berperan Penting
• 3 jam lalupantau.com
thumb
Forum Komunikasi Masyarakat Perhutanan Indonesia Salurkan Bantuan di Desa Lama Baru
• 1 jam lalujpnn.com
thumb
15 Tahun Usai Bencana Fukushima, Jepang Aktifkan Lagi Pembangkit Nuklir Terbesar
• 5 jam lalukumparan.com
thumb
Bek Barcelona Andreas Christensen Cedera ACL
• 3 jam laluharianfajar
thumb
Pernyataan Presiden Prabowo Soal Mark Up, Susi Pudjiastuti Beri Fakta Menarik
• 10 jam lalufajar.co.id
Berhasil disimpan.