jpnn.com, JAKARTA - Kepala Staf Kepresidenan Muhammad Qodari merespons beredarnya video Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana yang viral di media sosial.
Qodari mengatakan aktivitas tersebut tidak bisa dipotong secara sepihak, melainkan harus dilihat secara utuh dalam konteks kegiatan kemanusiaan yang melatarbelakanginya.
BACA JUGA: Dadan Hindayana Kebanjiran Kritik, Wakil Kepala BGN: Terima Kasih, Rakyat Mengingatkan
Menurut Qodari, informasi yang beredar tanpa penjelasan menyeluruh berpotensi membentuk persepsi keliru di tengah masyarakat.
Padahal, kehadiran Kepala BGN dalam kegiatan tersebut berkaitan langsung dengan agenda penggalangan dana atau charity untuk membantu korban bencana di sejumlah wilayah di Indonesia.
BACA JUGA: Kepala BGN Sebut 323 SPPG Melayani Pengungsi di Sumatra dan Aceh
“Tidak boleh dilepaskan dari konteks besarnya bahwa kegiatan itu adalah charity. Selain itu, Pak Dadan hadir dalam kapasitasnya sebagai Ketua Dewan Pembina Persatuan Golf Alumni Institut Pertanian Bogor (PGA-IPB),” ujar Qodari, Senin (22/12).
Qodari menekankan Kepala BGN hadir bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan menjalankan peran sosial dan organisasional dalam sebuah kegiatan yang bertujuan menghimpun kepedulian dan dukungan bagi korban bencana.
Dia menilai pendekatan seperti ini lazim dilakukan oleh berbagai komunitas masyarakat melalui bidang dan jejaring masing-masing.
Sebagai perbandingan, Qodari mencontohkan aksi solidaritas kemanusiaan yang dilakukan melalui jalur seni dan budaya.
Salah satunya adalah konser amal “100 Musisi” yang diselenggarakan oleh Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) untuk menggalang dana bagi korban bencana di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat.
“Esensinya sama. Ada yang menggalang bantuan melalui konser musik, ada juga yang melalui kegiatan olahraga. Tujuan akhirnya adalah solidaritas dan kemanusiaan,” jelasnya.
Qodari menegaskan, setiap kelompok masyarakat memiliki cara dan kapasitas masing-masing untuk membantu sesama.
Para musisi, kata dia, berkontribusi melalui seni dan panggung musik. Sementara komunitas lain, seperti alumni perguruan tinggi atau organisasi profesi, bergerak melalui aktivitas yang menjadi kebiasaan dan karakter mereka.
“Kalau ILUNI UI dengan para musisi yang kebisaannya bernyanyi, maka di IPB konteksnya adalah olahraga, dalam hal ini golf,” ujarnya.
Ia mengingatkan agar publik tidak memisahkan bentuk kegiatan dari tujuan kemanusiaannya.
Sebab, jika konteks tersebut dihilangkan, kegiatan yang sejatinya positif justru dapat dibingkai secara negatif dan menyesatkan.
“Jadi konteksnya tidak boleh dihilangkan. Kalau dipotong dari tujuan kemanusiaannya, kegiatan yang baik bisa tampak seolah-olah buruk,” pungkas Qodari.(mcr10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul



