Hari Ibu di Tahun #IndonesiaGelap: Berdaya di Poster, Berkarya Tanpa Pengakuan

kumparan.com
4 jam lalu
Cover Berita

Hari Ibu selalu datang dengan ritus yang akrab: bunga, ucapan, seremoni. Namun tahun ini, ritus itu terasa janggal. Desember 2025 bukan bulan penuh romantika, melainkan bulan yang ditandai dengan banjir, berita penangkapan, rasa takut yang menebal—dan rasa muak terhadap arogansi kekuasaan.

Tagar #IndonesiaGelap beredar bukan sekadar lelucon, melainkan cara generasi muda mengubah putus asa menjadi humor getir. “Kabur aja dulu” terdengar lebih realistis daripada “berjuang.”

Gelombang protes yang memuncak sejak Agustus memperlihatkan betapa tipisnya ruang aman. Kematian Affan Kurniawan, pengemudi ojek online berusia 21 tahun, setelah tertabrak kendaraan polisi saat demonstrasi di Jakarta, menjadi simbol luka—bahkan, menurut saya, duka cita nasional. Setelahnya, Amnesty International Indonesia mencatat ribuan orang ditangkap, dengan dugaan kekerasan aparat dan kriminalisasi ekspresi damai.

Seolah belum cukup, bencana ekologi menggulung Sumatra: banjir besar di Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara menelan 1.090 korban jiwa dan meninggalkan 186 orang hilang (data BNPB per 20 Desember 2025). Di posko pengungsian, pertanyaan “Hari Ibu dirayakan seperti apa?” terdengar sangat ironis. Dalam suasana seperti ini, tema resmi Hari Ibu terdengar semakin jauh dari kenyataan.

“Berdaya” tanpa ruang aman — “Berkarya” tanpa pengakuan

Tema resmi Hari Ibu 2025 dari KemenPPPA adalah: “Perempuan Berdaya dan Berkarya, Menuju Indonesia Emas 2045.” Namun berdaya seperti apa, ketika ruang sipil justru makin sempit? Ketika bicara bisa berujung penangkapan, ketika demonstrasi berakhir dengan kekerasan. Pesan yang sampai ke rumah sederhana hanyalah: diam lebih aman daripada bersuara.

Bagi banyak ibu, “berdaya” bukan soal aktualisasi diri, melainkan soal bertahan hidup. Apakah anak pulang dengan selamat dari aksi? Besok makan apa? Obat demam masih ada? Air bersih dari mana? Ketika banjir datang, daftar itu berubah menjadi daftar darurat. Dalam praktiknya, ibu yang mengolah semua kecemasan itu, sementara negara hadir sebagai rapat, data, dan konferensi pers.

Berdaya bukan di slogan. Berdaya adalah bisa bicara tanpa takut. Berdaya adalah seluruh anggota keluarga selamat.

“Berkarya” pun sering dimaknai sempit: karya adalah yang bisa dijual, dipamerkan, atau dicatat di laporan. Padahal kerja perawatan—memasak, merawat orang sakit, memastikan keluarga selamat saat bencana, mengelola air dan pangan rumah tangga—adalah kerja nyata. Ia membutuhkan pengetahuan, tenaga, dan biaya. Ia menopang produktivitas orang lain, menjadi fondasi kesehatan publik. Namun selama care dianggap “kodrat” perempuan, negara dan pasar menikmati hasilnya tanpa pernah membayar harga yang semestinya. Perempuan bukan petugas perawatan gratis.

Krisis iklim memperlihatkan beban yang dipikul

Bencana memperlihatkan relasi kuasa dengan telanjang. Negara hadir lewat posko dan rapat koordinasi—sering terlambat. Pasar hadir lewat harga yang naik dan logistik yang macet. Rumah, tempat perempuan paling sering “dititipkan,” menjadi lokasi semua krisis diselesaikan. Di sana, perempuan paling lama bertahan, paling lama mengurus kebutuhan harian, paling sering mengakses layanan kesehatan, dan paling jarang dilibatkan dalam pengambilan keputusan.

Pengalaman saya bersama perempuan akar rumput di Sumatera Utara sejak pandemi 2020 memperlihatkan hal itu. Rumah dipaksa menjadi mesin bertahan hidup. Dari situ lahir Rumah Nutrisi Keluarga (Rumah Nusa): pekarangan ditanam agar menjadi cadangan pangan dan obat keluarga. Ketika banjir menutup akses pasar, cadangan kecil ini sering menyelamatkan keluarga pada dua-tiga hari pertama—fase paling rawan. Namun kerja-kerja semacam ini kerap tak disebut “karya.” Minim apresiasi, meski nyata menopang hidup.

Ketahanan Pangan: Pekarangan vs Food Estate

Meski halaman rumah pun bisa memberi makan dan menopang ketahanan pangan keluarga, pemerintah justru lebih memilih proyek ambisius food estate dengan menebangi hutan-hutan.

Seperti diberitakan Kompas, kebijakan ini bahkan dilegalkan dengan rencana konversi jutaan hektare hutan untuk pangan dan energi, yang oleh banyak pihak disebut sebagai “legalisasi deforestasi” dan berpotensi menimbulkan bencana ekologis berulang. Tirto menulis bahwa ambisi lumbung pangan ini mengabaikan prakarsa kecil yang terbukti menyelamatkan keluarga di hari-hari rawan, sementara Media Indonesia mencatat rencana konversi hingga 20 juta hektare hutan menuai kritik luas karena mengancam keberlanjutan lingkungan dan masyarakat adat.

Alih-alih memperkuat prakarsa lokal yang berdaya guna, negara justru mengundang bencana ekologis baru atas nama swasembada.

Tanpa Perlindungan dan Pengakuan, Tema Tinggal Retorika

Kalau “berdaya” mau jujur, ia harus diterjemahkan sebagai hak: ruang sipil yang aman, perlindungan dari kriminalisasi ekspresi damai, akuntabilitas atas kekerasan aparat. Tanpa itu, berdaya hanya slogan.

Kalau “berkarya” mau adil, ia harus mengakui care sebagai kerja bernilai: masuk ke anggaran negara, layanan publik, dan perlindungan sosial. Tanpa itu, berkarya hanya jargon.

Hari Ibu seharusnya bukan seremoni, melainkan titik evaluasi kebijakan. “Indonesia Emas 2045” tidak bisa dibangun di atas kerja perempuan yang tak terlihat dan tak dilindungi. Kita perlu definisi karya yang lebih adil, dan prasyarat berdaya yang lebih jujur.

Pada akhirnya, Hari Ibu di tahun #IndonesiaGelap menegaskan satu hal: berdaya dan berkarya, tapi bukan untuk mereka yang memikul beban.***


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Saat IHSG Mulai Goyah, Asing Malah Serok 10 Saham Ini
• 12 jam lalucnbcindonesia.com
thumb
ESDM Resmi Lelang 8 WK Migas, Ini Daftarnya
• 8 jam lalubisnis.com
thumb
BRI Super League: Kepergok Dengan Yabes Tanuri, Gelandang Muda Asal Jepang Semakin Dekat ke Bali United
• 22 jam lalubola.com
thumb
Tidak Asal Rebranding, AZKO Tingkatkan Standar Belanja Lewat Konsep Toko Barunya
• 9 jam lalukumparan.com
thumb
Polwan Kirim Bantuan Motor Roda 3 Mudahkan Jangkau Lokasi Bencana di Tapsel
• 1 menit laludetik.com
Berhasil disimpan.