BANDAR LAMPUNG, KOMPAS – Tiga hari setelah kapal nelayan Maulana-30 di perairan Lampung terbakar, delapan anak buah kapal itu hingga saat ini masih dinyatakan hilang. Tim SAR gabungan terus berupaya mencari korban dengan menyisir lautan dan area pesisir pantai.
Sebelumnya diberitakan, sebuah kapal nelayan bernama Maulana-30 yang mengangkut 33 anak buah kapal terbakar di perairan Lampung, tepatnya di sekitaran Selatan Belimbing, Kabupaten Tanggamus, Sabtu (20/12/2025) pagi. Sebanyak 25 nelayan berhasil dievakuasi dengan selamat, sementara 8 orang sisanya masih hilang.
Insiden kapal terbakar itu pertama kali dilaporkan oleh pemilik kapal pada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Jakarta, pada Sabtu, pukul 08.00 WIB. KKP langsung memantau melalui sistem untuk melacak posisis kapal tersebut.
Dari hasil pelacakan, kapal yang terbakar diketahui berada pada koordinat 6°17'23.16"LS 104°16'9.48"BT, tepatnya di wilayah perairan sekitaran Selatan Belimbing, Tanggamus. Selanjutnya, tim menghubungi kapal nelayan terdekat agar membantu penyelamatan anak buah kapal.
Kepala Kantor SAR Lampung Deden Ridwansah mengatakan, pencarian anak buah kapal (ABK) Maulana-30 yang masih hilang terus dilakukan. Hingga Senin (22/12/2025) siang. Dari delapan nelayan hilang, tujuh di antaranya berasal dari Pekalongan, Jawa Tengah. Adapun satu orang lainnya berasal dari Depok, Jawa Barat.
Tujuh nelayan dari Pekalongan yang hilang adalah M Rifky Isna (22), Fattahillah (30), Syaiful Parno Majid (46), M. Yusron Muttaqo (33), Rasmat (46), Agus Ramadlon (47), dan Mujahidn (39). Adapun satu nelayan dari Depok adalah Syahrudin Dirwanto (22).
Menurut Deden, pencarian bersama oleh KKP, Basarnas Lampung, dan Korps Kepolisian Perairan dan Udara (Polairud) Polda Lampung masih terus dilakukan. Tim SAR gabungan berupaya semaksimal mungkin dengan memperluas area pencarian.
Sejauh ini, radius pencarian tim SAR mencapai 26,26 mil laut (Nm) atau sekitar 42,2 kilometer (km). Untuk mengoptimalkan pencarian, tim penyelamat dibagi menjadi dua sektor operasi.
Tim SRU 1 beroperasi menggunakan KN SAR 224 Basudewa dan SRU 2 menggunakan KM Maulana VII, dengan pola pencarian laut terstruktur. Selain penyisiran laut, unsur SAR gabungan juga mencari di wilayah pesisir, termasuk penyisiran sepanjang pesisir Tambling dan perairan sekitar lokasi kejadian dengan menggunakan kapal hiu fiber milik Tambling Wildlife Nature Conservation.
Deden mengatakan, pencarian sempat terkendala cuaca buruk. Di perairan Lampung, gelombang laut mencapai 2,5-3 meter dan angin kencang sampai 20 knots.
Pada hari kedua pencarian atau Minggu (21/12/2025), operasi sempat dihentikan sementara akibat cuaca buruk di lokasi pencarian. Setelah kondisi memungkinkan, pencarian kembali dilanjutkan. “Meskipun cuaca menjadi kendala, seluruh unsur SAR tetap siaga dan pencarian akan dilanjutkan sesuai rencana,” katanya.
Direktur Pengendalian Operasi Armada KKP Saiful Umam mengatakan, kapal Mualana-30 diketahui berlayar dari Pelabuhan Muara Angke sejak Rabu (17/12/2025). Kapal itu mencari ikan meuju daerah penangkapan ikan atau fishing ground WPP NRI 572. 573. Setelah tiga hari berlayar, kapal dilaporkan terbakar di perairan Lampung.
KKP belum mengetahui secara persis penyebab kebakaran tersebut terjadi. Dugaan sementara, kebakaran dipicu oleh adanya gangguan teknis di dalam kapal. Pihaknya akan menyelidiki lebih lanjut untuk mengetahui penyebab pasti kebakaran kapal.
Saiful menambahkan, saat berlayar dari Pelabuhan Muara Angke, kapal dinyatakan laik berlayar. Kapal juga melengkapi seluruh dokumen persyaratan untuk bisa berlayar dan mencari ikan.
Saat ini, 25 orang ABK yang berhasil dievakuasi sudah dibawa kembali ke Jakarta. Secara umum, kondisi kesehatan nelayan yang mengalami insiden kecelakaan laut itu sehat. Namun, para korban selamat itu masih lemas.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah mengeluarkan peringatan dini cuaca ekstrem di Lampung selama beberapa hari ke depan. Hujan deras disertai angin kencang berpotensi mengguyur sebagian wilayah Lampung.
Pada Desember 2025, Lampung juga sudah memasuki musim hujan. Dinamika atmosfer, kelembaban udara yang cukup tinggi, dan hangatnya suhu permukaan air laut memicu terjadinya hujan.
Di wilayah perairan Lampung, gelombang dengan ketinggian 1,25 meter sampai 2,5 meter berpotensi terjadi di perairan barat Lampung, Selat Sunda bagian selatan, dan perairan Teluk Lampung bagian Selatan.




