Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mengakui daya saing produk asal China masih lebih kuat dibandingkan produk UMKM dalam negeri, terutama dari sisi harga dan kualitas. Kondisi tersebut menjadi tantangan serius bagi UMKM di tengah derasnya produk impor yang membanjiri pasar domestik.
Wakil Menteri UMKM Helvi Yuni Moraza menyebut keunggulan produk China tidak lepas dari efisiensi biaya produksi yang mampu menghasilkan barang murah dengan variasi kualitas yang luas, sehingga dapat menjangkau berbagai segmen konsumen.
“Intinya sebetulnya kenapa produk China itu unggul? Pertama, lebih murah. Kemudian dia juga berlapis kualitasnya,” kata Helvi dalam konferensi pers Holding UMKM Expo 2025 di Smesco, Jakarta, Senin (22/12/2025).
Namun, Helvi menuturkan pemerintah menyadari keterbatasan sumber daya untuk melakukan pembinaan UMKM secara individual. Menurutnya, dengan jumlah pelaku UMKM yang mencapai sekitar 57 juta unit usaha, pendekatan konvensional tidak lagi efektif untuk meningkatkan daya saing secara menyeluruh.
Untuk itu, Kementerian UMKM mendorong strategi klasterisasi melalui Holding UMKM sebagai langkah menghadapi gempuran produk impor, terutama dari China.
Dia berharap melalui klaster, pelaku UMKM dikelompokkan berdasarkan sektor dan karakteristik usaha sehingga pembinaan, akses pasar, hingga pendampingan dapat dilakukan secara lebih terarah dan efisien.
Baca Juga
- Menteri Maman: Legalitas Ribet Bikin Produk UMKM Kalah Saing dari Barang Impor
- Menteri Maman Sentil Pengawasan Bea Cukai Akibat Banjir Barang Impor Ilegal
- Janji Libas Barang Impor Ilegal, Purbaya Balik Tagih Pajak dari Pengusaha
Helvi menilai, dengan ekosistem yang terbangun, biaya produksi UMKM dalam negeri diharapkan dapat ditekan dan kualitas produk menjadi lebih konsisten.
Menurut Helvi, Indonesia tidak bisa terus menyalahkan derasnya produk China tanpa melakukan perbaikan struktural di sektor UMKM. Oleh karena itu, jika klasterisasi dan Holding UMKM berhasil dijalankan secara berkelanjutan serta disinergikan dengan pengusaha besar, Helvi menilai produk UMKM Indonesia justru mampu bersaing dan mengambil peluang di pasar global.
“Kalau kita berhasil membina kluster dan holding UMKM kemudian kerja sama dengan pengusaha besar bukan tidak mungkin suatu ketika kita yang akan produk kita akan menjuarai di sana,” ujarnya.
Sementara itu, Deputi Bidang Usaha Mikro Kementerian UMKM RI Riza Damanik menilai keberadaan Holding UMKM menjadi jawaban atas tantangan pelaku usaha mikro dan kecil yang selama ini kesulitan melakukan ekspansi usaha. Menurutnya, Holding UMKM memungkinkan pelaku usaha mendapatkan dukungan terintegrasi dalam satu ekosistem bisnis.
Melalui holding UMKM, lanjut dia, pemerintah melakukan agregasi, kurasi, peningkatan kapasitas, hingga akselerasi usaha agar UMKM mampu mengakses pasar yang lebih luas, baik nasional maupun global.
Riza mengungkap pada 2025 terdapat sedikitnya 2 juta usaha mikro yang untuk pertama kalinya memperoleh akses pembiayaan formal. Menurutnya, kondisi ini akan mendorong perbaikan manajemen usaha, peningkatan produktivitas, serta memperkuat kelayakan UMKM untuk mendapatkan pembiayaan lanjutan.
Dia menambahkan, UMKM tidak lagi hanya menjual produk di lingkungan sekitar tempat tinggal, melainkan mulai menjangkau pasar yang lebih besar dan beragam. Legalitas dan sertifikasi juga menjadi modal penting bagi UMKM untuk bersaing secara profesional dan berkelanjutan.
“Ini modal untuk nantinya kalau kita mau scaling up, mau mengakselerasi pada tahun-tahun ke depan mereka untuk masuk ke pasar global, saya kira itu menjadi sangat bagus sekali,” pungkas Riza.





:strip_icc()/kly-media-production/medias/4399860/original/002951700_1681806832-20230418-Mudik-Pelabuhan-Merak-Faizal-1.jpg)