Bisnis.com, JAKARTA — Deretan emiten merilis obligasi korporasi pada 2025, mulai dari Grup Sinar Mas hingga Grup Bakrie. Tren penerbitan obligasi korporasi pun meningkat pada tahun ini didorong oleh penurunan suku bunga acuan.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), sepanjang 2025 berjalan, telah diterbitkan 178 emisi dari 79 penerbit efek bersifat utang dan sukuk (EBUS) dengan dana yang dihimpun sebesar Rp209,4 triliun. Angkanya lebih tinggi dari 2024, terdapat 124 emisi dari 65 penerbit EBUS dengan dana yang dihimpun sebesar Rp116,6 triliun.
Sejumlah emiten memang tercatat bergeliat menerbitkan obligasinya pada tahun ini. Grup Sinar Mas menjadi salah satu yang perusahaan yang menerbitkan obligasi korporasi pada Juli 2025. Saat itu, PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk. (SMAR) menerbitkan PUB Obligasi Berkelanjutan V SMART dengan target dana terhimpun Rp5 triliun.
Emiten Prajogo Pangestu, PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk. (CUAN) juga menerbitkan Obligasi dan Sukuk Wakalah Berkelanjutan Tahap I Tahun 2025 dengan nilai total mencapai Rp1 triliun.
Kemudian, PT Mayora Indah Tbk. (MYOR) menerbitkan Obligasi Berkelanjutan III Mayora Indah Tahap III Tahun 2025 dengan jumlah pokok sebesar Rp827,55 miliar.
Emiten Grup Bakrie, PT Bumi Resources Tbk (BUMI) pun melanjutkan program PUB Obligasi Berkelanjutan I dengan melepas Obligasi Tahap II Tahun 2025 senilai Rp721,61 miliar.
Baca Juga
- BEI: Emisi Obligasi Korporasi Tembus Rp209,4 Triliun, Pipeline Masih Ramai
- Ruang Pelonggaran Suku Bunga Sempit, Cek Prospek Pasar Obligasi pada 2026
- Emiten Prajogo Pangestu TPIA Rancang Penerbitan Obligasi Rp1,5 Triliun
Terbaru, sejumlah emiten ancang-ancang menerbitkan obligasi. Emiten Prajogo Pangestu lainnya PT Chandra Asri Pacific Tbk. (TPIA) menyampaikan akan menerbitkan Obligasi Berkelanjutan V Chandra Asri Pacific Tahap I Tahun 2025 dengan jumlah pokok sebanyak-banyaknya sebesar Rp1,5 triliun.
Lalu, emiten properti PT Summarecon Agung Tbk. (SMRA) berencana menerbitkan obligasi senilai Rp500 miliar yang merupakan bagian dari penerbitan Obligasi Berkelanjutan V dengan target Rp3 triliun.
Portfolio Manager/Analyst Batavia Prosperindo Aset Manajemen Putri Nur Astiwi menilai penerbitan obligasi korporasi meningkat pada 2025 karena Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga acuannya 125 basis poin pada 2025.
“Sehingga biaya pendanaan lebih murah. Faktor pendukung lain adalah kebutuhan refinancing yang masih tinggi, preferensi emiten mencari pendanaan domestik di tengah volatilitas global dan diversifikasi pembiayaan,” kata Putri kepada Bisnis pada Senin (22/12/2025).
Menurutnya, ramainya penerbitan obligasi korporasi akan berlanjut pada 2026 seiring dengan tren penurunan suku bunga acuan yang juga berlanjut. Selain kebutuhan refinancing, penerbitan juga didorong oleh kebutuhan pendanaan belanja modal (capital expenditure/capex) dan modal kerja yang meningkat secara selektif seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi.
Adapun, Ekonom KB Valbury Sekuritas Fikri C. Permana memprediksi bahwa penerbitan obligasi korporasi pada tahun mendatang akan berada di level Rp170–Rp190 triliun. Selain penurunan suku bunga lanjutan, risiko global yang kian menurun juga menjadi faktor lainnya dari penerbitan obligasi korporasi pada tahun mendatang.
Menurut dia, dengan risk premium yang menurun, turut menurunkan yield atau kupon dari obligasi korporasi tahun mendatang. Belum lagi, Fikri memprediksi terdapat Rp143 triliun obligasi korporasi yang jatuh tempo pada 2026. Dengan begitu, sekitar 60% dari total obligasi jatuh tempo tersebut akan melakukan refinancing ke obligasi korporasi terbaru.
“Dan apalagi sekarang, obligasi korporasi sudah jadi satu instrumen yang dijadikan sebagai sumber permodalan yang lebih baik juga, yang lebih murah,” katanya pada beberapa waktu lalu.
Menurut Fikri, alih-alih mengajukan pinjaman ke perbankan, daya tarik penerbitan obligasi korporasi masih besar di era suku bunga rendah. Namun, pertimbangan likuiditas disebut membuat penerbitan obligasi korporasi kian positif.
“Jadi saya pikir mungkin itu [penerbitan obligasi korporasi] lebih membuka ruang cashflow yang lebih bagus dibandingkan perbankan ya. Kalau perbankan kan tiap bulan mereka bayar bunga dan bayar pokok,” katanya.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.





