Bisnis.com, JAKARTA — Perjanjian dagang antara Uni Eropa (UE) dengan negara-negara Amerika Latin atau Mercosur kembali tersendat. Hal ini membuka peluang bagi negara pesaing mengamankan akses ke pasar Amerika Selatan yang kaya konsumen dan mineral strategis.
Melansir Bloomberg pada Senin (22/12/2025), didorong kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump, perundingan dagang antara blok Amerika Selatan itu dengan mitra lain seperti Uni Emirat Arab (UEA), Kanada, dan India kembali menguat.
Sebaliknya, Uni Eropa justru terlihat gamang setelah lebih dari seperempat abad negosiasi tanpa kepastian. Prospek negara pesaing mengamankan akses preferensial ke pasar Mercosur, termasuk mineral strategis, kian menyita perhatian ibu kota dunia, dari London hingga Tokyo.
“Kami bertekad memperdalam hubungan dagang,” ujar Duta Besar Jepang untuk Brasil, Yasushi Noguchi, dalam wawancara pekan ini.
Dia mengatakan Jepang sangat mencermati perkembangan perjanjian UE–Mercosur karena perusahaan Jepang kerap bersaing langsung dengan korporasi Eropa.
Kekecewaan terhadap UE mencuat dalam pertemuan para pemimpin pemerintahan Mercosur pada Sabtu lalu, setelah penolakan dari petani Eropa—terutama di Prancis dan Italia—kembali menunda kesepakatan.
Baca Juga
- FTA Uni Eropa-Mercosur Mandek, Ambisi Global Eropa Terancam
- Euro Digital Jadi Senjata Uni Eropa Kurangi Dominasi Sistem Pembayaran AS
- Uni Eropa Gagal Bekukan Aset Rusia, Pilih Guyur Pinjaman 90 Miliar Euro ke Ukraina
“Tanpa kemauan politik dan keberanian para pemimpinnya, mustahil menyelesaikan negosiasi yang telah berlangsung selama 26 tahun. Sementara itu, Mercosur akan terus bekerja sama dengan mitra lain," ujar Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva dalam KTT yang digelarnya.
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen sebelumnya dijadwalkan hadir di KTT tersebut untuk menandatangani kesepakatan UE–Mercosur. Namun, dia mendadak membatalkan kunjungan setelah UE gagal mengumpulkan dukungan suara yang cukup untuk mengesahkan perjanjian.
Para pejabat Eropa kini menargetkan ratifikasi pada pertengahan Januari. Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni, yang memegang suara kunci, mengatakan kepada Lula pekan ini bahwa dia optimistis dapat mendukung kesepakatan tersebut jika diberi waktu tambahan untuk menggalang dukungan domestik.
Mercosur—yang beranggotakan Brasil, Argentina, Uruguay, dan Paraguay—sebelumnya telah menyetujui permintaan tambahan UE berupa mekanisme perlindungan bagi petani Eropa.
Namun, sejumlah negara UE seperti Prancis dan Polandia tetap menentang perjanjian itu, dengan alasan akses terhadap raksasa industri pertanian Amerika Selatan akan merugikan petani Eropa.
Bloomberg Economics memperkirakan kesepakatan tersebut berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 0,7% bagi negara-negara Mercosur pada 2040, serta sekitar 0,1% bagi Eropa.
Meski begitu, secara geopolitik UE dinilai berpotensi meraih keuntungan terbesar dengan memperluas pengaruhnya di kawasan yang semakin kuat didekati China. Bagi Amerika Selatan, perjanjian UE–Mercosur masih menjadi hal penting.
Kesepakatan ini akan menciptakan pasar terintegrasi dengan sekitar 780 juta konsumen, mendorong sektor-sektor seperti pertanian, sekaligus meningkatkan investasi Eropa di kawasan tersebut.
Di tengah perubahan lanskap perdagangan global akibat tarif Trump, UE berpacu dengan waktu untuk mencari mitra dagang baru dan memperluas kerja sama lama demi mendiversifikasi perdagangan.
Tahun ini, Mercosur telah menandatangani perjanjian perdagangan bebas dengan European Free Trade Association (EFTA) yang mencakup Swiss, Norwegia, Islandia, dan Liechtenstein. Blok ini juga berharap dapat merampungkan perundingan dengan UEA dan Kanada pada 2026.
Selain itu, Mercosur berupaya segera memulai negosiasi dengan Inggris, telah membuka pembicaraan dengan Vietnam dan El Salvador, serta tengah menyusun kerangka kerja sama dagang dengan Jepang.
“Kami siap melangkah maju, dengan memahami bahwa Eropa memiliki jadwal tersendiri untuk menyelesaikan urusan institusional internalnya. Namun, pada saat yang sama, jadwal tersebut tidak bersifat tanpa batas," ujar Menteri Luar Negeri Paraguay Ruben Ramirez.




