Pantau - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Deddy Yevri Hanteru Sitorus, menyatakan bahwa Indonesia telah gagal membangun industrialisasi yang kuat dan berkelanjutan, dalam forum Kunjungan Kerja Baleg membahas revisi Undang-Undang Kamar Dagang dan Industri (Kadin) di Kantor Kadin Jawa Timur, Surabaya, Jumat (19/12/2025).
Menurut Deddy, kegagalan ini tercermin dari rendahnya minat investor global untuk menanamkan modal di Indonesia.
Ia bahkan mengungkap pernah bertemu dengan fund manager internasional saat gejolak ekonomi di Hong Kong, namun tawaran dana ratusan triliun rupiah ditolak oleh pihak Indonesia.
"Ada uang ratusan triliun dari Hong Kong ditawarkan ke Indonesia, tapi semuanya angkat tangan. No thank you. Kita gagal," ungkapnya.
Kritik terhadap Deindustrialisasi dan Peran KadinDeddy menyebut bahwa saat ini Indonesia mengalami deindustrialisasi secara masif.
Ia menilai pemerintah justru terlalu fokus pada industri ekstraktif yang tidak memberi dampak jangka panjang terhadap perekonomian nasional.
Dalam konteks revisi UU Kadin, Deddy mendorong refleksi mendalam tentang arah dan peran organisasi tersebut ke depan.
Ia mempertanyakan apakah Kadin hanya akan menjadi penyedia akses kerja atau mampu menjadi instrumen strategis pembangunan ekonomi nasional.
"Tanpa swasta, negara pasti timpang. Tapi Kadin ini mau jadi apa? Kalau kita tidak punya imajinasi bersama, sulit membayangkan bagaimana potongan-potongan ini disatukan dalam Undang-Undang Kadin," ujarnya.
Soroti Struktur Kadin dan Keberpihakan EkonomiDeddy juga menyinggung putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2005 yang menolak uji materi Pasal 4 UU Kadin tentang kedudukannya sebagai wadah tunggal.
Ia mempertanyakan apakah konsep wadah tunggal itu masih relevan dan perlu dipertahankan dalam format federasi, konfederasi, atau bentuk organisasi lain.
"Apakah wadah tunggal ini harus dikekalkan selamanya? Apakah bentuknya federasi, konfederasi, atau model lain yang lebih relevan dan bermanfaat bagi masyarakat dan negara?" katanya.
Selain itu, ia mengkritik pola pikir sentralistik dalam struktur organisasi Kadin yang membuat daerah bergantung pada pusat dan tidak merepresentasikan kepentingan sektoral secara menyeluruh.
Deddy juga menyoroti kurangnya perdebatan serius tentang manfaat konkret dari berbagai perjanjian dagang internasional yang ditandatangani oleh pemerintah.
"Saya pernah satu periode di Komisi VI DPR, pertanyaan saya selalu sama: gain-nya apa buat kita? Debat ini tidak pernah kita dengar secara serius," ia menekankan.
Kadin Harus Jadi Mitra, Bukan Alat PolitikDeddy memperingatkan bahwa tanpa visi industrialisasi yang jelas, Indonesia hanya akan menjadi perantara perdagangan, terutama bagi produk dari China.
Ia menegaskan bahwa Kadin tidak seharusnya terlibat dalam politik praktis ataupun menjadi bagian dari kekuasaan.
"Kalau Kadin menjadi bagian dari pemerintah, selesai. Game over. Kadin harus jadi mitra sejajar, supaya pemerintah tidak ugal-ugalan. Tapi kalau Kadin berpolitik, Anda tidak akan berani bersuara dan tidak akan jadi champion ekonomi nasional," tegasnya.
Legislator dari Daerah Pemilihan Kalimantan Utara ini menegaskan pentingnya adanya kesamaan visi, tujuan, bentuk organisasi, dan manfaat konkret dari Kadin sebelum revisi undang-undang dilanjutkan.
"Kalau Kadin begini-begini saja dan dilegalkan dalam undang-undang, tidak ada gunanya juga untuk rakyat di bawah," pungkasnya.


