Greenpeace Nilai Pemerintah Inkompeten dalam Penanganan Bencana Banjir Sumatra

katadata.co.id
4 jam lalu
Cover Berita

Country Director Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak melontarkan kritik keras terhadap penanganan bencana banjir dan longsor di Sumatra. Ia menilai respons pemerintah dan unsur-unsur negara menunjukkan inkompetensi, kekacauan koordinasi, serta ketidaksiapan menghadapi bencana iklim berskala besar.

“Kesan pertama yang saya perhatikan dari koordinasi dan penanganan bencana oleh unsur-unsur negara dan pemerintah kali ini adalah inkompetensi, chaotic, amburadul, dan ketidaksiapan,” kata Leonard dalam acara JUSTCOP tentang Refleksi Akhir Tahun 2025, di Jakarta, Senin (22/12). 

Leonard mengaku menyaksikan langsung kondisi di Tapanuli, Sumatra Utara serta menerima laporan serupa dari wilayah lain seperti Aceh Tamiang yang hingga kini masih sulit dijangkau bantuan.

“Itu yang saya lihat pertama di Tapanuli dan yang saya terima juga dari kawan-kawan yang sekarang sedang berusaha menjangkau wilayah yang belum terjangkau di Tamiang. Yang dirasakan itu adalah ketidaksiapan secara menyeluruh, chaos, incompetence,” ujarnya.

Meski demikian, Leonard tetap mengapresiasi kerja keras sebagian aparat di lapangan, terutama dalam membuka akses jalan dan memulihkan jaringan listrik. Namun, menurutnya, upaya tersebut tidak ditopang oleh koordinasi yang memadai.

“Tentu kita tetap harus apresiasi satuan-satuan yang bekerja keras membuka akses jalan dan memulihkan jaringan listrik. Tapi koordinasi hampir tidak terlihat, apalagi koordinasi dengan organisasi masyarakat sipil yang juga bekerja keras membantu,” kata Leonard.

Ia menilai kondisi tersebut ironis bagi pemerintahan yang selama ini mengklaim diri sebagai pemerintahan komando. Leonard juga menyoroti perbedaan besar antara pernyataan resmi pemerintah dan kondisi nyata di lapangan.

“Kita disuguhi konferensi pers, ‘Siap Bapak Presiden, listrik sudah hidup'. Padahal, kenyataannya listrik belum hidup dan kondisinya jauh sekali dari itu di pelosok-pelosok Tapanuli, Tamiang, bahkan di Agam,” katanya.

Ia kemudian membandingkan penanganan bencana di Indonesia dengan Filipina. Menurut Leonard, dampak korban jiwa di Sumatra jauh lebih besar meski intensitas siklon lebih rendah.

“Supertaifun Fung Wong kategori 5 di Filipina hanya memakan korban 33 orang, sementara Siklon Tropis Senyar yang hanya kategori 1 membunuh lebih dari 1.000 orang di Sumatera,” ujarnya.

Leonard menilai perbedaan tersebut terletak pada kesiapan dan tindakan dini. Dia mencontohkan, di Filipina, 1,5 juta orang dievakuasi sebelum bencana terjadi.

Sementara di Sumatra, evakuasi ratusan ribu orang baru dilakukan setelah dihantam banjir bandang dan longsor, serta mengevakuasi lebih dari seribu orang yang sudah jadi mayat. Menurutnya, sistem peringatan dini dan aksi dini di Indonesia tidak berjalan seiring.

“Antara peringatan dini dan aksi dini di Sumatra totally disconnected. Aksi dini secara keseluruhan absen, tidak ada,” kata Leonard. 

Kerusakan DAS dan Izin Ektraktif

Leonard juga menilai bencana ini tidak bisa dilepaskan dari persoalan struktural, terutama kerusakan daerah aliran sungai (DAS) dan hutan alam akibat izin industri ekstraktif. 

“DAS dan hutan-hutan alam yang menjadi penyangga terbaiknya telah dirobek-robek oleh izin-izin industri ekstraktif selama berdekade-dekade. Saat hujan ekstrem Senyar datang, dia tumbang dan tidak bisa mencegah kematian dan kerugian masif,” ujarnya.

Ia mengingatkan, tanpa pembenahan tata kelola secara mendasar, bencana serupa akan terus berulang di berbagai wilayah Indonesia.

“Ada banyak sekali persoalan tata kelola yang harus kita benahi secara mendasar untuk mencegah bencana ini terulang lagi, baik di Sumatera maupun di wilayah-wilayah republik yang makin rentan,” kata Leonard.

Leonard juga menyinggung sikap pemerintah yang menolak bantuan asing dengan alasan nasionalisme. “Di masa-masa genting seperti ini seharusnya tidak ada tempat untuk arogansi-arogansi semacam itu,” ucapnya.

Pemerintah Merespons Sejak Hari Pertama

Sebelumnya, Sekretaris Kabinet (Seskab) Letnan Kolonel TNI Teddy Indra Wijaya mengatakan pemerintah menangani banjir dan longsor yang melanda Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat sejak awal kejadian.

Menurutnya, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letnan Jenderal TNI Suharyanto langsung bergerak ke Sumatra Utara meski saat itu masih berada di Lumajang untuk menangani erupsi Gunung Semeru. Pada saat bersamaan, TNI, Polri, Basarnas, BNPB daerah, serta relawan sudah bekerja di lokasi terdampak sejak hari pertama.

"Semuanya di detik pertama, hari pertama, tanpa kamera," kata Teddy dalam konferensi pers di Pangkalan Angkatan Udara (Lanud) Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur pada Jumat (19/12).

Teddy mengatakan, Presiden Prabowo Subianto langsung berkomunikasi dengan sejumlah kepala daerah terdampak, termasuk Gubernur Sumatra Utara Bobby Nasution, Bupati Tapanuli Selatan Gus Irawan Pasaribu, dan Bupati Tapanuli Tengah Masinton Pasaribu.

Prabowo juga menginstruksikan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Pratikno, untuk mengoordinasikan seluruh kekuatan pemerintah untuk menangani bencana. Teddy mengatakan pemerintah pusat telah menjalankan penanganan bencana skala nasional di tiga provinsi terdampak sejak 26 November.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Mengapa Berita Jujur Terasa Terlalu Mahal Hari Ini?
• 7 jam lalukumparan.com
thumb
Pastikan Libur Nataru Lancar, DCVI Tambah Titik Layanan Year-End Rescue
• 8 jam lalumedcom.id
thumb
Punya Harta Rp 79 Miliar, Asal-Usul 29 Bidang Tanah Bupati Bekasi Jadi Sorotan
• 8 jam lalusuara.com
thumb
Profil Saoirse Ronan, Aktris Hollywood Asal Irlandia yang Melejit Sejak Berperan di Film Atonement
• 17 jam lalugrid.id
thumb
Kecelakaan Maut di Jakut: Sopir-Kernet Truk Tewas Tertipa Besi, Cerita Saksi
• 18 jam lalukumparan.com
Berhasil disimpan.