Bisnis.com, DENPASAR – Dinas Tenaga Kerja dan Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Bali mengusulkan upah minimum provinsi (UMP) naik 6,67%.
Adapun, UMP Bali pada 2025 sebesar Rp2,99 juta, jika naik 6,67%, maka akan ada kenaikan sekitar Rp200.000 sehingga besaran UMP Bali pada 2026 akan mencapai Rp3,19 juta
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan ESDM, Ida Bagus Setiawan menjelaskan besaran usulan tersebut setelah Dinas melakukan rapat bersama Dewan Pengupahan, dan sudah mengakomodir aspirasi dari kalangan pekerja di Bali.
"Secara teori ini sudah mengakomodir apa yang menjadi usulannya pekerja dan pengusaha," jelas Setiawan kepada media, Senin (22/12).
Usulan tersebut tinggal menunggu keputusan Gubernur Bali, Wayan Koster untuk menetapkan besaran UMP 2026. Gubernur memiliki waktu hingga 24 Desember untuk memutuskan besaran kenaikan UMP tersebut.
Setiawan mengakui walaupun naik, besaran UMP Bali masih kurang jika dilihat dari biaya hidup layak yang sudah di atas Rp5 juta.
Baca Juga
- Resmi! UMP Gorontalo 2026 Naik 5,7%, Tembus Rp3,4 Juta
- Baru 4 Provinsi Umumkan Kenaikan UMP 2026 Jelang Tenggat 24 Desember
- Pembahasan UMP Jakarta 2026 Ditargetkan Rampung Hari Ini, Naik Berapa?
"Akan tetapi kalau faktanya dengan komponen biaya hidup layak kan masih jauh, ini tantangan bersama sebenarnya peran pemerintah tentu mendorong pertumbuhan ekonomi rata di semua kabupaten/ kota tidak hanya terpusat di Ibu Kota," kata Setiawan.
Sementara itu, UMP sektor pariwisata, diusulkan naik lebih tinggi dari sektor lain. Setiawan menjelaskan UMP sektor pariwisata akan naik sekitar Rp250.000. Namun hal itu juga menunggu keputusan final dari Gubernur.
Untuk diketahui, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 49/2025 tentang Perubahan Kedua Atas PP No. 36/2021 tentang Pengupahan, yang salah satunya mengatur formula upah minimum.
Beleid tersebut telah ditandatangani oleh Presiden Prabowo Subianto pada 17 Desember 2025 dan diundangkan pada tanggal yang sama. Dalam pertimbangannya, pemerintah menyebutkan bahwa perubahan aturan ini dilakukan atas amanat Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 168/PUU-XXI/2023 serta untuk menjaga daya beli pekerja/buruh guna penghidupan yang layak, menjaga kelangsungan usaha serta stabilitas ekonomi nasional.
Perubahan terkait formula upah minimum salah satunya tercantum dalam Pasal 26, yang mana ayat (3) menegaskan bahwa indeks tertentu atau alfa merupakan variabel yang mewakili kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi atau kabupaten/kota, dengan memperhatikan kepentingan perusahaan dan pekerja, serta prinsip proporsionalitas untuk memenuhi kebutuhan hidup layak bagi pekerja/buruh.
Tak ada perubahan terkait formula upah minimum dalam Pasal 26 ayat (4) dan ayat (5), yakni nilai penyesuaian upah minimum tetap dihitung dengan rumus inflasi + (pertumbuhan ekonomi x alfa).
Lebih lanjut, ayat (6) pasal yang sama menyatakan bahwa alfa merupakan variabel yang berada dalam rentang nilai 0,5 sampai dengan 0,9. Rentang ini lebih tinggi dari ketentuan sebelumnya sebesar 0,1 sampai dengan 0,3.
Sementara itu, pada ayat (7) tertuang bahwa dewan pengupahan provinsi dan dewan pengupahan kabupaten/kota berwenang menentukan besaran alfa dengan mempertimbangkan dua hal, yakni kepentingan keseimbangan pekerja dan Perusahaan, serta perbandingan antara upah minimum dan kebutuhan hidup layak.
Berbagai perubahan terkait upah minimum lainnya mencakup Pasal 4 ayat (1a), yang menegaskan peran pemerintah daerah dan Dewan Pengupahan untuk terlibat dalam penetapan kebijakan pengupahan oleh pemerintah pusat. Di samping itu, pada Pasal 25 ayat (1) ditambahkan bahwa upah minimum juga mencakup upah minimum sektoral provinsi (UMSP) dan upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK) yang diatur dalam bagian terpisah.



