FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Juru Bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Dian Sandi Utama, mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersatu membantu para korban bencana alam di Sumatera.
Ia menegaskan, saat ini bukan waktu yang tepat untuk saling menyalahkan, apalagi menjadikan bencana sebagai alat serangan politik terhadap pemerintah.
Dikatakan Dian, pemerintah membutuhkan dukungan dari semua pihak agar penanganan korban bencana dapat berjalan maksimal dan tepat sasaran.
“Pemerintah sedang butuh dukungan semua pihak untuk atasi penderitaan mereka yang hari ini dilanda musibah dan bencana,” ujar Dian di X @DianSandiU (22/12/2025).
Namun, ia menyayangkan masih adanya pihak-pihak yang justru memanfaatkan situasi bencana untuk menyerang pemerintah dengan narasi ketidakhadiran negara di lokasi bencana. “Tapi ternyata tidak semua pihak bisa dirangkul,” sebutnya.
Dian bilang, sikap tersebut tidak mencerminkan empati terhadap para korban yang sedang mengalami penderitaan. “Bencana bahkan dijadikan alat menyerang Pemerintah,” tegasnya.
Lebih jauh, Dian mengaitkan polarisasi sikap tersebut dengan dinamika politik yang telah berlangsung sejak beberapa tahun terakhir.
Ia melihat, kontestasi politik yang tajam telah meninggalkan luka dan perpecahan di tengah masyarakat.
“Sejak Pilkada DKI 2017 dan Pilpres 2024, banyak yang sudah tidak Indonesia lagi,” tandasnya.
Ia berharap seluruh pihak dapat menahan diri, menurunkan tensi politik, serta mengedepankan solidaritas kemanusiaan di tengah situasi darurat.
Kata Dian, membantu korban bencana merupakan tanggung jawab bersama yang seharusnya melampaui perbedaan politik dan kepentingan kelompok.
Sebelumnya, Sekretaris Kabinet (Seskab), Teddy Indra Wijaya angkat bicara soal tuduhan lambannya pemerintah Indonesia dalam mengatasi bencana di Sumatera.
Ia menegaskan, sejak hari pertama pemerintah telah bekerja intensif meski tanpa sorotan media.
“Sejak hari pertama, semua bekerja di lapangan tanpa kamera,” ujar Teddy Wijaya di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat (19/12/2025).
Teddy Wijaya menjelaskan, bencana akibat hujan deras yang melanda tiga provinsi di Sumatera terjadi pada 24–26 November 2025.
Pada periode tersebut, kepala badan nasional penanggulangan bencana (BNPB) menuju Sumatera Utara. Bahkan, kepala BNPB diketahui berangkat dari Lumajang saat menangani erupsi Gunung Semeru.
Menurutnya, sejak awal bencana di Sumatera seluruh unsur TNI, Polri, Basarnas, BNPB daerah, hingga relawan telah bergerak cepat di lapangan.
Setelah menerima laporan kondisi bencana, Presiden Prabowo Subianto langsung menghubungi sejumlah kepala daerah di Sumatera yang terdampak, yaitu Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh.
Presiden kemudian menginstruksikan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Pratikno untuk mengoordinasikan seluruh kekuatan dan sumber daya negara guna membantu para korban.
Ia mengungkapkan, pada 27 November 2025, seluruh helikopter di Pulau Sumatera digerakkan ke Padang, Medan, dan Banda Aceh. Tidak hanya itu, helikopter dan pesawat dari Pulau Jawa juga dikerahkan ke Sumatera.
“Dari Jawa ke Sumatera, helikopter itu membutuhkan waktu terbang sekitar 13 jam sampai 15 jam,” jelasnya.
Teddy Wijaya memastikan, pemerintah pusat telah menyiapkan dana sekitar Rp 60 triliun yang akan dicairkan secara bertahap untuk pembangunan rumah sementara, hunian tetap, fasilitas umum, gedung pemerintahan, hingga infrastruktur kecamatan.
“Kalau ada kebutuhan tambahan, tinggal disampaikan. Pemerintah pasti membantu,” tegasnya.
Menanggapi perdebatan soal status bencana nasional, Teddy Wijaya menegaskan, sejak 26 November 2025 pemerintah pusat telah melakukan penanganan skala nasional di tiga provinsi terdampak.
Saat ini, lebih dari 50.000 personel TNI, Polri, Basarnas, dan relawan dikerahkan, didukung 100 lebih kapal, pesawat, dan helikopter, serta sekitar seribu alat berat dari berbagai daerah di Indonesia. (Muhsin/fajar)




