Tiga Bulan Berlalu, Investigasi Kerusuhan Agustus Belum Juga Tuntas

kompas.id
3 jam lalu
Cover Berita

JAKARTA, KOMPAS – Meski sudah tiga bulan berjalan, tim pencari fakta kerusuhan Agustus bentukan enam lembaga nasional hak asasi manusia belum juga menuntaskan pekerjaannya. Cakupan wilayah demonstrasi yang cukup luas hampir di semua provinsi membuat tim mesti bekerja lebih hati-hati dalam mengumpulkan bukti dan fakta yang terjadi.

Sementara itu, masyarakat sipil berpandangan kecepatan dalam penyelidikan kerusuhan akhir Agustus lalu sangat penting untuk mengungkap kebenaran sekaligus memastikan keadilan bagi korban.

Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM Anis Hidayah saat ditemui di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (22/12/2025). Komnas HAM termasuk dari salah satu lembaga nasional HAM yang membentuk tim pencari fakta kerusuhan Agustus pada 12 September lalu.

Ada lima lembaga lainnya yakni Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Ombudsman RI, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, serta Komisi Nasional Disabilitas. Saat tim terbentuk pada pertengahan September lalu, Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Saurlin P Siagian, pernah menyampaikan, investigasi akan dirampungkan dalam tiga bulan.

Pencarian fakta oleh tim itu meliputi tujuh elemen, di antaranya terkait peristiwa seperti penyebab dan dinamika kerusuhan; perencanaan dan pengerahan aparat seperti rantai komando, strategi keamanan, negosiasi atau mediasi. Selain itu, penggunaan kekuatan oleh aktor negara dan non-negara, termasuk senjata api, gas air mata, bom molotov, water cannon, dan pemukulan.

Namun setelah tiga bulan berjalan, investigasi oleh tim tersebut belum juga membuahkan hasil. Menurut Anis, cakupan wilayah demonstrasi Agustus yang hampir terjadi di seluruh provinsi itu membuat tim memerlukan waktu lebih panjang dalam mengumpulkan fakta-fakta dan bukti lapangan. Tak hanya cakupan wilayah, jumlah korban dalam kerusuhan Agustus itu juga dinilai sangat banyak.

”Ini kan terjadi hampir di berapa provinsi ya. Itu satu, cukup luas. Kemudian Komnas HAM sendiri kan tidak bisa menjangkau seluruh wilayah di mana aksi dan kerusuhan terjadi. Lalu jumlah korban juga sangat besar, baik itu mereka yang diduga korban salah tangkap, diduga korban penyiksaan, maupun korban yang meninggal dunia gitu ya. Itu kan juga cukup besar angkanya, sehingga itu membutuhkan proses yang memang sangat lama,” kata Anis.

Sebelumnya, berdasarkan data dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan YLBHI pada Oktober lalu, sebanyak 3.337 orang ditangkap polisi dalam rangkaian demonstrasi yang terjadi di sejumlah daerah pada 25-31 Agustus 2025. Sebanyak 1.042 orang dilaporkan mengalami luka-luka hingga dilarikan ke rumah sakit dan 10 orang meninggal.

Data ini dihimpun dari berbagai sumber dan laporan di 20 kota, termasuk Jakarta, Depok, Semarang, Cengkareng, Kabupaten Bogor, Yogyakarta, Magelang, Bali, Bandung, Pontianak, Medan, Sorong, Malang, Samarinda, Jambi, Surabaya, dan Malang.

Lebih lanjut, Anis tidak bisa memastikan kapan investigasi tim pencari fakta selesai dan disampaikan kepada publik. Meski demikian, semua lembaga yang tergabung dalam tim pencari fakta itu telah berkomitmen menuntaskan pekerjaannya secara cepat.

Saat ini, setiap lembaga sudah diminta untuk menyusun laporannya. Setelah tuntas membuat laporan di lembaga masing-masing, tahap selanjutnya akan digelar pertemuan seluruh lembaga untuk menyampaikan hasil laporannya tersebut.

”Ya nanti akan kami koordinasikan dengan enam lembaga. Kalau Komnas HAM ya kami bisa menjawab, tapi kalau lembaga lainnya kan kita harus menunggu bagaimana posisi dari masing-masing lembaga itu terkait dengan laporan yang sedang dirumuskan di tingkat lembaganya mereka masing-masing,” kata Anis.

Terlebih Komnas HAM juga terus menerima pengaduan dari para korban kerusuhan Agustus tersebut. Pada Senin (22/12/2025) misalnya, Komnas HAM menerima aduan sekitar 60 keluarga korban penyiksaan polisi di wilayah Jakarta Utara. Laporan pengaduan dari masyarakat ini akan ditelusuri sesuai dengan kewenangan Komnas HAM.

Baca JugaPemerintah Minta Polri Stop Penangkapan Aktivis Demonstrasi Agustus

”Para pelapor mengaku keluarga mereka mengalami penyiksaan selama proses penangkapan, pemeriksaan, hingga proses hukum ya. Koalisi ibu-ibu dari Jakarta Utara yang mengadu ke Komnas HAM terkait dengan 60 kasus di mana anak, adik, kakak mereka menjadi korban selama aksi unjuk rasa Agustus-September kemarin,” ujar Anis.

Secara terpisah, Wakil Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Arif Maulana mengingatkan, masyarakat berharap tim pencari fakta yang dibentuk lembaga HAM segera menyelesaikan investigasinya. Apalagi, tuntutan masyarakat agar presiden membentuk tim pencari fakta telah ditolak.

Untuk itu, tim yang secara independen dan jernih diharapkan dapat mengungkap kebenaran dan keadilan terkait peristiwa unjuk rasa yang berujung rusuh di berbagai wilaya tersebut.

”Jika investigasi tidak segera diterbitkan, berbagai fakta dan alat bukti peristiwa akan beresiko untuk hilang, dihilangkan atau dikaburkan. Kita akan kehilangan fakta sebenarnya dari peristiwa ini,” kata Arif.

Dikhawatirkan muncul fakta palsu

Arif mendesak lembaga nasional HAM tersebut segera merampungkan investigasinya. Terlebih, lembaga tersebut memiliki tanggung jawab moral dan konstitusional. Semakin lama kerja yang mereka lakukan, akan semakin sulit bagi para korban yang ingin menemukan kebenaran dan memperjuangkan keadilannya.

Hal ini dikhawatirkan justru akan muncul bangunan fakta palsu yang dilegitimasi melalui proses peradilan yang tidak jujur dan tidak adil. Apalagi, berdasarkan catatan organisasi masyarakat sipil dan lembaga bantuan hukum, ada 959 orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kerusuhan unjuk rasa Agustus lalu.

”Sekarang persidangan sudah berjalan di beberapa pengadilan seperti di Jakarta dan Bekasi. Dan Kita tahu bahwa polisi sudah melakukan penangkapan besar-besaran dan membangun narasi bahwa pelaku kerusuhan adalah para aktivis yang selama ini bersuara kritis, namun mengabaikan fakta penting adanya aktor negara dalam peristiwa demo berujung rusuh itu,” tutur Arif.

Lebih lanjut, Arif menjelaskan, hasil investigasi Lembaga HAM itu seharusnya dapat menjadi fakta tandingan di pengadilan sehingga kebenaran dan keadilan benar-benar bisa ditegakkan tanpa menutupi fakta.

Baca JugaTPF Kerusuhan Agustus Intensifkan Penggalian Fakta dalam Dua Pekan ke Depan

Oleh karena itu, jika tim ini tak segera menuntaskan investigasinya, dampaknya dinilai akan sangat serius, terutama pada pengungkapan kebenaran dinilai akan gagal dan keadilan mustahil dihadirkan. ”Akan ada diskriminatif penegakan hukum dan ketidakadilan. Kebenaran peristiwa juga tidak pernah hadir dan mereka yang semestinya bertanggung jawab bisa bebas tanpa pengadilan,” kata Arif.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Imut berponi, 11 potret jadul Citra Kirana saat awal karier ini bikin pangling, bukti cantik dari dulu
• 19 jam lalubrilio.net
thumb
Kini Menyesal, Wardatina Mawa Akui Gagal Jadi Polwan dan Gugurkan Cita-citanya Demi Insanul Fahmi
• 17 jam lalugrid.id
thumb
Siswi SMP Negeri 21 Maros Raih Juara 1 Kejuaraan Nasional Pencak Silat Makassar Championship 4
• 12 jam laluharianfajar
thumb
Bantu Korban Bencana Sumatera, DKI Kirim 16 Toilet Portabel-Rp 3 M per Kabupaten
• 8 jam lalukumparan.com
thumb
Video: Kemenperin Minta K/L "Kompak" Perkuat Daya Saing Industri Lokal
• 22 jam lalucnbcindonesia.com
Berhasil disimpan.