Bytedance, sepakat untuk melepaskan media sosial TikTok ke Amerika Serikat. Induk TikTok ini menandatangani perjanjian mengikat untuk menyerahkan kendali operasional TikTok di Amerika Serikat kepada perusahaan gabungan yang mayoritas sahamnya dimiliki investor Amerika, termasuk Oracle.
Kesepakatan ini menjadi langkah krusial untuk menghindari larangan TikTok di AS sekaligus mengakhiri ketidakpastian yang berlangsung sejak 2020. Saat itu, Presiden AS Donald Trump pertama kali berupaya melarang TikTok dengan alasan ancaman keamanan nasional, meski upayanya sempat gagal secara hukum.
Melansir Reuters (20/12), berdasarkan memo internal TikTok AS, ByteDance sepakat membentuk entitas baru bernama TikTok USDS Joint Venture LLC. Dalam struktur ini, investor Amerika dan global, termasuk Oracle, Silver Lake, serta MGX asal Abu Dhabi, menguasai 80,1% saham, sementara ByteDance mempertahankan 19,9% kepemilikan.
Wakil Presiden AS JD Vance sebelumnya menyebut valuasi perusahaan baru tersebut sekitar US$14 miliar atau setara Rp 234 triliun (kurs Rp16.780 per US$), meski angka final tidak diumumkan. Usai kabar kesepakatan ini, saham Oracle melonjak hampir 6% dalam perdagangan prapasar.
Oracle Corporation adalah perusahaan teknologi multinasional yang didirikan dan sebagian besar dimiliki oleh Larry Ellison, yang saat ini menjabat sebagai ketua dan Chief Technology Officer (CTO).
Ellison secara terbuka merupakan pendukung Trump dan pernah menjadi tuan rumah acara penggalangan dana untuk kampanye kepresidenan Trump.
Dari Ancaman Larangan hingga Tenggat DivestasiTekanan terhadap TikTok meningkat setelah pemerintah AS mengesahkan undang-undang pada 2024 yang mewajibkan ByteDance melepas aset TikTok di AS jika ingin tetap beroperasi. Trump sempat menunda pemberlakuan larangan hingga 20 Januari 2025, sembari membuka jalan bagi skema divestasi yang dinilai memenuhi syarat hukum.
TikTok, yang digunakan lebih dari 170 juta warga Amerika, selama ini menjadi sorotan karena kekhawatiran data pengguna AS dapat diakses pemerintah Cina.
Meski kesepakatan diumumkan, sejumlah pertanyaan masih belum terjawab, terutama terkait peran ByteDance dan kepemilikan algoritma TikTok.
CEO TikTok Shou Zi Chew sebelumnya menyatakan perusahaan gabungan akan beroperasi sebagai entitas independen dengan kewenangan penuh atas perlindungan data AS, keamanan algoritma, moderasi konten, serta jaminan perangkat lunak.
Namun, mantan pejabat Dewan Keamanan Nasional AS, Rush Doshi, menilai belum jelas apakah algoritma TikTok benar-benar dialihkan, hanya dilisensikan, atau tetap dikendalikan dari Beijing dengan Oracle sekadar berperan sebagai pengawas.
Sumber internal sebelumnya menyebut ByteDance masih memiliki entitas terpisah yang mengelola bisnis penghasil pendapatan seperti iklan dan e-commerce, sebagaimana dilansir dari Reuters. Sementara perusahaan gabungan akan menangani operasi backend, data pengguna AS, dan algoritma, serta menerima sebagian pendapatan sebagai imbalan layanan teknologi dan data.
Peran OracleDalam kesepakatan ini perusahaan teknologi multinasional AS, Oracle, ditunjuk sebagai “trusted security partner” atau pihak yang bertanggung jawab mengaudit kepatuhan dan memastikan data sensitif pengguna AS disimpan di pusat data berbasis cloud milik Oracle di Amerika Serikat
Kesepakatan penggabungan ini dijadwalkan rampung pada 22 Januari 2026 mendatang. ByteDance juga berhak menunjuk satu dari tujuh anggota dewan direksi perusahaan baru, sementara kursi lainnya didominasi warga Amerika.




