Liputan6.com, Jakarta - Pantai Pasir Putih Tlangoh, Bangkalan, Madura, sempat dikenal sebagai tempat buangan sampah warga pesisir. Setiap hari, sampah rumah tangga dibuang begitu saja.
Perubahan baru digerakkan pada 2019. Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO) datang, duduk bersama kepala desa dan tokoh masyarakat.
Advertisement
Kesepakatan pun lahir bahwa Pantai Tlangoh harus dijadikan destinasi wisata. Tapi langkah itu tak mudah. Persoalan pertama mengenai sampah. Hasil kajian menunjukkan timbulan harian mencapai 14 kilogram.
Pengembangan wisata akhirnya dibarengi pengetatan aturan. Pemerintah desa bersama tokoh masyarakat sepakat melarang pembuangan sampah di Pantai Pasir Putih Tlangoh. Aturan ini menjadi fondasi awal sebelum melangkah lebih jauh. Tanpa pantai yang bersih, wisata hanya mimpi.
Masalah berikutnya justru datang dari laut. Kajian bersama Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menunjukkan abrasi di Pantai Tlangoh mencapai tujuh meter per tahun.
Di tengah keterbatasan itu, warga dan PHE WMO membentuk Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis). Mereka didampingi untuk belajar mengelola wisata sekaligus menjaga pantai.
Tak berhenti di sana. Inovasi berupa pemecah gelombang heksagonal, atau hexa reef, dipasang untuk menahan laju abrasi. Program ini sempat terhenti karena pandemi Covid-19, lalu dilanjutkan setelah rencana strategis disusun ulang.
Empat tahun berjalan, abrasi sedikit berkurang. Dari tujuh meter per tahun, kini menjadi lima meter.
Total 395 unit hexa reef dipasang, masing-masing berukuran 1,5 meter. Panjang perlindungan baru hanya 300–400 meter, jauh dari kebutuhan ideal dua kilometer. Meski begitu, dampak sudah terasa.
Perubahan tak hanya soal pasir. Lapak-lapak kecil bermunculan. Sekitar 40 pelaku UMKM kini menggantungkan hidup dari arus wisatawan. Pantai yang dulu kumuh perlahan jadi ruang ekonomi warga.
Kepala Desa Tlangoh, Kudrotul Hidayat, menyebut wilayah ini dulu tak punya nilai apa pun selain tempat pembuangan sampah. Sejak menjabat pada 2016, ia melihat langsung bagaimana pesisir itu terabaikan.
Dorongan mengubahnya lahir dari kebutuhan mengurangi pengangguran dan kemiskinan tanpa memaksa warga merantau.


