Kementerian Keuangan tengah merancang aturan bea keluar terhadap komoditas batu bara yang rencananya mulai tahun depan. Aturan ini akan turut berdampak pada kinerja emiten-emiten batu bara.
Corporate Secretary Division Head PT Bukit Asam Tbk (PTBA) Eko Prayitno menilai, rencana pengenaan bea keluar batu bara merupakan bagian dari upaya holistik pemerintah untuk mengoptimalkan penerimaan negara sekaligus memastikan nilai tambah sumber daya alam. Karena, perseroan memahami kebijakan fiskal yang ditempuh pemerintah.
Menurut Eko, dampak dari kebijakan ini terhadap industri, produksi, dan operasional akan sangat bergantung pada besaran tarif, mekanisme perhitungan, serta ambang batas harga yang ditetapkan pemerintah.
“Tentunya PTBA akan terus memonitor perkembangan regulasi ini, mengelola risiko secara terukur dan berkomitmen untuk menjaga kinerja operasional dan keuangan yang berkelanjutan, serta memberikan kontribusi kepada penerimaan negara,” ujar Eko kepada Katadata.co.id, Senin (22/12).
Respons senada juga disampaikan Manager Corporate Communication PT Alamtri Resources Minerals Tbk (ADRO) Karina Novianti. Ia mengatakan, perseroan masih menunggu kepastian aturan karena hingga kini belum ada regulasi resmi yang diterbitkan pemerintah.
“Hingga saat ini belum ada aturan terkait bea keluar batu bara yang diterbitkan oleh pemerintah, kami terus memonitor perkembangannya,” kata Karina.
Sedangkan Analis Pasar Modal Reydi Octa menilai rencana bea keluar batu bara berpotensi menjadi sentimen negatif bagi sektor komoditas ini. Kebijakan itu dinilai dapat menekan margin laba seiring meningkatnya biaya produksi. Laba emiten batu bara pun berisiko menurun.
Meski begitu, Reydi menilai kebijakan tersebut juga memiliki sisi positif karena berpotensi mendorong efisiensi dan hilirisasi. Hal ini akan menguntungkan emiten dengan volume produksi lebih kecil yang terintegrasi dengan ekosistem hilir.
Menurut Reydi, dampak terhadap kinerja keuangan emiten akan bervariasi. Laba emiten batu bara diperkirakan masih tetap positif meski berpotensi tertekan, sehingga dividen yang diperoleh pemegang saham kemungkinan berkurang.
“Dampak ke kinerja keuangan akan beragam, untuk di sektor batubara mungkin akan berdampak ke laba meski masih akan tetap profit. Mungkin dividennya akan berkurang,” kata dia.
Estimasi Penerimaan Bea Keluar Batu Bara Rp 25 TriliunDirektur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu sebelumnya mengatakan, kebijakan tersebut diharapkan dapat menambah penerimaan negara mulai 2026.
“Estimasi bisa mencapai Rp 24 triliun sampai Rp 25 triliun dalam satu tahun penerimaan dari bea keluar baru bara,” ujar Febrio dalam konferensi pers APBN KiTa edisi Desember 2025, Kamis (18/12).
Febrio menambahkan, pemerintah telah membahas rencana kebijakan tersebut bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan mendapatkan dukungan untuk memperkuat penerimaan negara. Pemerintah menargetkan aturan bea keluar batu bara dapat berlaku bersamaan dengan kebijakan bea keluar emas, sehingga mulai berkontribusi terhadap penerimaan negara sejak Januari 2026.
Menurut Febrio, kebijakan ini dirancang agar sumber daya alam dapat memberikan kontribusi yang lebih besar bagi kas negara. Ia menegaskan batu bara masih memegang peranan penting dalam menjaga stabilitas perekonomian nasional.



