Panduan Salat di Pesawat bagi Traveler Muslim yang Sedang Bepergian

kumparan.com
11 jam lalu
Cover Berita

Bagi umat Muslim yang sedang bepergian, menunaikan salat tetap menjadi kewajiban utama meski sedang berada di pesawat. Salat merupakan bentuk rasa syukur kepada Allah SWT atas nikmat kesehatan, waktu, dan kesempatan untuk melakukan perjalanan.

Selama ini, umat Muslim kerap terlihat menunaikan salat saat transit di bandara atau berhenti di rest area. Namun, tantangan berbeda muncul ketika menjalani penerbangan jarak jauh tanpa transit. Lalu, bagaimana tata cara salat yang benar saat berada di dalam pesawat?

Dilansir Muslim.sg, secara umum, sahnya salat tetap bergantung pada terpenuhinya syarat dan rukun, yakni menutup aurat, menghadap kiblat, serta dilaksanakan pada waktunya. Selain itu, berdiri dalam salat fardu juga termasuk rukun yang wajib dilakukan jika mampu.

Jika syarat dan rukun tersebut tidak terpenuhi tanpa uzur yang dibenarkan, maka salat dapat menjadi tidak sah. Namun, kondisi di dalam pesawat membuat sebagian ketentuan perlu disesuaikan dengan kemampuan dan situasi.

Menghadap Kiblat di Pesawat

Para ulama sepakat bahwa salat fardu wajib dilakukan menghadap kiblat sejak takbiratul ihram hingga salam. Dalam kondisi berada di kendaraan yang sedang bergerak seperti pesawat, jemaah tetap diwajibkan berusaha menghadap kiblat semampunya.

Jika tersedia ruang yang cukup dan aman, penumpang dianjurkan melaksanakan salat secara normal lengkap dengan ruku dan sujud sambil menghadap kiblat. Namun, apabila ruang sangat terbatas, maka cukup menghadap kiblat saat takbiratul ihram, lalu melanjutkan salat ke arah mana pun pesawat bergerak.

Salat Berdiri atau Duduk

Selama memungkinkan dan aman, salat sebaiknya tetap dilakukan dengan berdiri. Namun, jika kondisi tidak memungkinkan--misalnya karena keterbatasan ruang atau alasan keselamatan akibat turbulensi--jemaah diperbolehkan salat dengan duduk.

Perlu Salat Ulang atau Tidak?

Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama terkait kewajiban mengulang salat. Mazhab Syafi’i berpendapat bahwa jika salat tidak dapat dilakukan secara sempurna sesuai ketentuan normal, maka salat tersebut perlu di-qadha setibanya di tujuan.

Namun, sebagian ulama lain berpendapat bahwa salat tidak perlu diulang jika jemaah telah berusaha semaksimal mungkin menunaikannya sesuai kemampuan.

Pendapat ini merujuk pada penjelasan Imam Al-Muzani yang dikutip Imam An-Nawawi dalam Syarah Sahih Muslim, bahwa ibadah yang dilakukan sesuai kemampuan dalam kondisi darurat tetap sah dan diterima, selama tidak dilakukan dengan sengaja meremehkan kewajiban agama.

Dengan pemahaman ini, umat Muslim diharapkan tetap menjaga kewajiban salat saat bepergian, sembari menyesuaikannya dengan kondisi dan kemampuan selama penerbangan.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Satu Juta Kendaraan Diprediksi Lintasi Tol Kanci-Pejagan Selama Nataru, Puncaknya 24-25 Desember
• 2 jam lalurepublika.co.id
thumb
P3MD Gelar Dialog Akhir Tahun, Merefleksi Program Pendampingan di Bulukumba
• 23 jam laluharianfajar
thumb
Pemkab Kudus catat nilai investasi hingga November Rp1,63 triliun
• 10 jam laluantaranews.com
thumb
Amazon Tolak 1.800 Pelamar Kerja dari Korea Utara
• 7 jam laluidxchannel.com
thumb
Langkah Cerdas Mengamankan Uang di Tengah Ekonomi yang Nggak Pasti
• 6 jam lalubeautynesia.id
Berhasil disimpan.