Review 5 Film UNiTE Short Film Fellowship 2025, Angkat Isu Kekerasan Seksual

kumparan.com
9 jam lalu
Cover Berita

Berbicara tentang penghapusan kekerasan terhadap perempuan, diskusi dan seminar sering menjadi pendekatan yang paling sering dilakukan. Namun, cara tersebut dirasa belum sepenuhnya mampu menyentuh sisi emosional dan pengalaman batin para korban. Dari kegelisahan inilah lahir sebuah inisiatif untuk mengangkat isu kekerasan terhadap perempuan melalui medium film.

Program ini merupakan hasil kolaborasi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Indonesia bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), UN Women, dan UNFPA. Mereka menginisiasi UNiTE Short Film Fellowship, sebuah program yang didukung oleh Global Affairs Canada serta bekerja sama dengan Siklus Indonesia, Minikino, ILO, UNDP, UNESCO, UNIDO, UN Volunteers, dan WHO.

“Kita sudah lelah dengan webinar atau workshop yang membahas isu ini berulang kali, tapi seolah tidak bergerak ke mana-mana. Kita membicarakan hal-hal yang penting, namun jarang menyentuh perasaan korban—apa yang sebenarnya bergelut di dalam jiwa mereka,” ujar Dwi Yuliawati, Head of Programmes UN Women Indonesia.

Tahun ini, film-film yang dihadirkan mengambil latar berbagai daerah di Indonesia. Pendekatan ini dipilih untuk membuka mata publik bahwa persoalan kekerasan terhadap perempuan bukan hanya terjadi di kota besar seperti Jakarta, melainkan juga di banyak wilayah lain yang kerap luput dari sorotan.

“Sayangnya kita di jakarta jarang mendengar kekerasan terhadap perempuan di luar sana (daerah selain Jakarta) seperti apa. Jadi kita berusaha mencari bentuk yang paling mungkin dari upaya untuk menembus kesunyian dan kebosanan untuk mendiskusikan isu-isu yang sangat sulit ini,” tambah Dwi.

Menariknya, film-film dalam program ini tidak menempatkan perempuan semata sebagai sosok yang dikasihani. Setiap cerita justru berpusat pada kekuatan dan agensi perempuan.

“Film yang dihadirkan ini memiliki cerita yang berpusat pada perempuan, menunjukkan agensinya perempuan, tidak dari sudut pandang yang mengasihani, tapi kemudian bagaimana perempuan ini bisa punya sosok yang kuat, meskipun apa yang dia alami,” ungkap Asti Setiawati Widyasuki, Project Coordinator Analyst dari UNFP Indonesia.

kumparanWOMAN berkesempatan menyaksikan deretan film pendek tersebut pada awal Desember lalu. Berikut ulasan film yang dihadirkan dari program UNiTE Short Film Fellowship.

Lima film pendek yang mengangkat isu untuk akhiri kekerasan terhadap perempuan

Ada lima film pendek yang merupakan hasil karya para sineas Indonesia. Para pembuat film ini terpilih melalui proses seleksi ketat dari sekitar 180 pendaftar.

Setelah terpilih, mereka mengikuti rangkaian lokakarya luring dan daring yang dirancang untuk meningkatkan keterampilan produksi, sekaligus memperdalam pemahaman tentang isu kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan (KTP/AP).

1. Fotome: Gertak Film Indonesia, Pontianak

kumparanWOMAN pertama kali disuguhkan oleh film tentang pelecehan daring yang kerap terjadi di ruang publik dan media sosial. Ceritanya berpusat pada seorang perempuan yang mulai rutin berlari. Ia dan temannya dipotret oleh seorang fotografer jalanan yang cukup dikenal di Pontianak, Kalimantan Barat, lalu fotonya diunggah ke Instagram sang fotografer.

Awalnya, unggahan tersebut diterima dengan biasa saja, bahkan dianggap sebagai bentuk apresiasi. Namun, situasi berubah ketika foto itu disalahgunakan oleh akun fetish dan menjadi sasaran pelecehan di kolom komentar maupun pesan daring. FIlm ini menyajikan alur yang sederhana, tapi dapat menyampaikan pesan tentang bahaya pelecehan daring yang kerap menargetkan perempuan.

2. DiRias Perias: Kerukunan Waria Bissu Sulawesi Selatan (KWRSS), Makassar

DiRias Perias mengambil latar sebuah salon di Makassar yang dikelola oleh para transpuan yang terusir dari keluarganya. Ruang kecil ini bukan hanya tempat merias wajah, tetapi juga menjadi titik temu berbagai cerita tentang realitas sosial di sekitarnya.

Mereka menjadi saksi terkait isu pernikahan dini yang masih marak terjadi di daerah tersebut. Contohnya sosok Linda, seorang yang dijodohkan oleh keluarganya. Dalam film tersebut Linda menampilkan ekspresi tidak menyenangkan dan penuh kekhawatiran karena ia memiliki mimpi untuk berkuliah, bukan untuk menikah dini.

3. Malam Sepanjang Nafas: Komunitas Film Kupang, Kupang

Malam Sepanjang Nafas mengangkat isu kekerasan seksual dalam lingkup keluarga dan relasi kuasa. Cerita berpusat pada Meri dan adiknya: Rina, yang mengalami pelecehan seksual oleh Om Nadus kepala desa sekaligus paman mereka.

Meri berusaha memperjuangkan keadilan untuk adiknya di tengah tekanan keluarga dan lingkungan sekitar. Lewat sinematografi yang hangat dan tenang, film ini memperlihatkan bagaimana kekerasan seksual masih kerap dianggap sebagai persoalan yang tidak perlu dibesar-besarkan, terutama ketika pelaku memiliki posisi kuasa.

4. Potret: Yayasan Kembang Gula, Solo

Sebuah sesi pemotretan bisa berubah menjadi pengalaman pelecehan, itulah yang diangkat dalam film Potret. Cerita ini mengikuti seorang perempuan yang tengah meniti karier sebagai model, namun menghadapi situasi tidak menyenangkan ketika diminta melakukan foto sensual oleh lawan main pria yang tidak ada di dalam kontrak kerja.

Film ini menyampaikan pesan: perempuan sering menghadapi risiko pelecehan bahkan di tempat mereka berusaha membangun karier. Seharusnya, perempuan dapat bekerja di lingkungan yang aman dan bebas dari intimidasi.

5. Bubble Trouble: O.M.G Films, Yogyakarta

Rangkaian pemutaran film ditutup dengan Bubble Trouble, yang bercerita tentang seorang anak perempuan bernama Mayang (10 tahun) yang tampak gelisah saat berkumpul keluarga pada momen Idul Fitri.

Mayang memiliki trauma akibat pelecehan yang dilakukan oleh pakdenya. Ia kemudian menceritakan pengalaman tersebut kepada sepupu perempuannya, yang memicu suatu “gebrakan” dan perubahan sikap di tengah acara keluarga.

Lewat alur yang sederhana namun mengejutkan di akhir, film ini menyampaikan pentingnya dukungan emosional bagi anak yang mengalami trauma. Selain itu, film ini juga memberikan edukasi tentang pelecehan seksual terhadap anak, sehingga meningkatkan kesadaran dan kemampuan mereka untuk melindungi diri maupun membantu teman sebaya.

Itulah film yang ditonton kumparanWOMAN dari program UNiTE Short Film Fellowship. Hanya saja, kelima karya seni tersebut belum tersedia untuk penonton umum dan hanya bisa disaksikan dalam acara-acara khusus yang diselenggarakan oleh organisasi terkait, Ladies.

Baca juga: UN Women: 99 Persen Perempuan Jadi Sasaran Kekerasan Seksual karena AI


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Big Bang Festival 2025 Hadirkan 45 Musisi, Ada Penampilan Spesial Dewa 19 hingga Fiersa Besari
• 1 jam lalugrid.id
thumb
Bareskrim Benarkan Wagub Bangka Belitung Hellyana Jadi Tersangka Dugaan Kasus Ijazah
• 6 jam laludisway.id
thumb
KBRI London Adukan Bonnie Blue Terkait Dugaan Lecehkan Bendera Indonesia
• 10 jam laludetik.com
thumb
Libur Panjang Nataru, Beban Puncak Listrik Batam-Bintan Naik 17%
• 20 jam lalubisnis.com
thumb
Motor Trail TNI Bawa 10 Ton Beras Tembus Akses Sulit Menuju Bener Meriah dan Aceh Tengah
• 13 jam lalupantau.com
Berhasil disimpan.