OTT Kepala Daerah dan Patologi Demokrasi Lokal

kompas.com
4 jam lalu
Cover Berita

GELOMBANG Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kepala daerah—yang jumlahnya telah mencapai enam orang dalam satu periode pemerintahan—layak dibaca lebih dari sekadar peristiwa penegakan hukum.

Hal ini membuat keprihatinan kita semua terhadap sosok tampilan yang buruk dari kepala daerah.

Ia merupakan sinyal penting tentang persoalan mendasar dalam praktik demokrasi lokal. Ketika pola penindakan berulang menimpa aktor jabatan yang sama, yakni kepala daerah hasil Pilkada langsung.

Maka yang dipertanyakan bukan hanya individu pelaku, melainkan juga konteks sistemik yang melingkupinya.

Fenomena ini tidak memadai dijelaskan semata-mata sebagai kemerosotan integritas personal.

Dalam perspektif teori politik dan administrasi publik, berulangnya OTT mencerminkan patologi demokrasi lokal: prosedur demokrasi berlangsung, tetapi tata kelola kekuasaan dan etika publik justru mengalami erosi.

var endpoint = 'https://api-x.kompas.id/article/v1/kompas.com/recommender-inbody?position=rekomendasi_inbody&post-tags=pilkada langsung, korupsi kepala daerah, ott kepala daerah&post-url=aHR0cHM6Ly9uYXNpb25hbC5rb21wYXMuY29tL3JlYWQvMjAyNS8xMi8yMy8xMTMwMzAwMS9vdHQta2VwYWxhLWRhZXJhaC1kYW4tcGF0b2xvZ2ktZGVtb2tyYXNpLWxva2Fs&q=OTT Kepala Daerah dan Patologi Demokrasi Lokal§ion=Nasional' var xhr = new XMLHttpRequest(); xhr.addEventListener("readystatechange", function() { if (this.readyState == 4 && this.status == 200) { if (this.responseText != '') { const response = JSON.parse(this.responseText); if (response.url && response.judul && response.thumbnail) { const htmlString = `
${response.judul}
Artikel Kompas.id
`; document.querySelector('.kompasidRec').innerHTML = htmlString; } else { document.querySelector(".kompasidRec").remove(); } } else { document.querySelector(".kompasidRec").remove(); } } }); xhr.open("GET", endpoint); xhr.send();

Baca juga: Rentetan OTT Kepala Daerah: Mandeknya Pencegahan Korupsi

Dalam kerangka relasi principal–agent, pemilih bertindak sebagai pemberi mandat, sementara kepala daerah berperan sebagai penerima mandat.

Idealnya, mandat tersebut dijalankan untuk kepentingan publik. Namun dalam praktik Pilkada, relasi ini kerap mengalami distorsi.

Kepala daerah tidak sepenuhnya bertumpu pada akuntabilitas kepada warga, melainkan pada aktor-aktor yang menopang proses elektoral—partai politik, penyandang dana, dan jejaring kepentingan di tingkat lokal.

Distorsi ini berimplikasi pada pergeseran orientasi kekuasaan. Loyalitas politik tidak sepenuhnya diarahkan pada kepentingan publik, melainkan pada pemenuhan kewajiban politik pascapemilihan.

Pola kasus OTT yang relatif seragam—mulai dari suap proyek hingga transaksi perizinan—menunjukkan bahwa penyalahgunaan kewenangan bukan peristiwa insidental, melainkan konsekuensi dari relasi mandat yang tidak sehat.

Di sisi lain, pemilih memiliki ruang terbatas untuk melakukan koreksi di luar siklus elektoral lima tahunan.

Persoalan tersebut semakin terang jika dibaca melalui perspektif biaya politik. Pilkada langsung di Indonesia berlangsung dalam konteks demokrasi berbiaya tinggi.

Biaya kampanye, logistik politik, serta kontribusi kepada partai pengusung menciptakan beban finansial yang kerap tidak sebanding dengan kapasitas ekonomi kandidat.

googletag.cmd.push(function() { googletag.display('div-gpt-for-outstream'); });
.ads-partner-wrap > div { background: transparent; } #div-gpt-ad-Zone_OSM { position: sticky; position: -webkit-sticky; width:100%; height:100%; display:-webkit-box; display:-ms-flexbox; display:flex; -webkit-box-align:center; -ms-flex-align:center; align-items:center; -webkit-box-pack:center; -ms-flex-pack:center; justify-content:center; top: 100px; }
LazyLoadSlot("div-gpt-ad-Zone_OSM", "/31800665/KOMPAS.COM/news", [[300,250], [1,1], [384, 100]], "zone_osm", "zone_osm"); /** Init div-gpt-ad-Zone_OSM **/ function LazyLoadSlot(divGptSlot, adUnitName, sizeSlot, posName, posName_kg){ var observerAds = new IntersectionObserver(function(entires){ entires.forEach(function(entry) { if(entry.intersectionRatio > 0){ showAds(entry.target) } }); }, { threshold: 0 }); observerAds.observe(document.getElementById('wrap_lazy_'+divGptSlot)); function showAds(element){ console.log('show_ads lazy : '+divGptSlot); observerAds.unobserve(element); observerAds.disconnect(); googletag.cmd.push(function() { var slotOsm = googletag.defineSlot(adUnitName, sizeSlot, divGptSlot) .setTargeting('Pos',[posName]) .setTargeting('kg_pos',[posName_kg]) .addService(googletag.pubads()); googletag.display(divGptSlot); googletag.pubads().refresh([slotOsm]); }); } }

Dalam situasi demikian, jabatan publik berisiko dipersepsikan sebagai sarana untuk memulihkan ongkos politik.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Gibran Borong Cabai dan Ikan di Manado
• 4 jam lalumetrotvnews.com
thumb
5 Aturan Tidak Tertulis saat Naik Kereta Api yang Perlu Dipahami Penumpang
• 1 jam lalubeautynesia.id
thumb
Mahfud: Komisi Reformasi Polri Tidak Bertugas Selesaikan Kasus
• 23 jam lalumetrotvnews.com
thumb
Kejagung Sebut Jaksa Taruna Panik hingga Melarikan Diri saat Terjaring OTT KPK
• 20 jam lalukatadata.co.id
thumb
Persija Gagal Beri Kado Kemenangan untuk Jakmania, Rizky Ridho Tekankan Instropeksi, Termasuk Penyelenggara Liga
• 7 menit lalumerahputih.com
Berhasil disimpan.