Nadiem Masih Sakit, Sidang Dakwaan Kasus Laptop Ditunda hingga 5 Januari 2026

kumparan.com
9 jam lalu
Cover Berita

Sidang pembacaan surat dakwaan untuk eks Mendikbudristek, Nadiem Anwar Makarim, di kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook kembali ditunda.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejagung, Roy Riady menyebut, kondisi Nadiem belum pulih usai menjalani operasi. Dengan kondisi itu, jaksa pun belum bisa menghadirkan Nadiem di persidangan.

"Berdasarkan dari informasi yang kami terima dari surat keterangan dokter yang merawat terdakwa Nadiem Anwar Makarim di Rumah Sakit Abdi Waluyo, sebagaimana yang kami bacakan, pada kesimpulannya terdakwa masih dalam kondisi sakit pasca operasi. Sehingga, tidak bisa kami hadirkan di persidangan hari ini," ujar jaksa Roy Riady, dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (23/12).

Berdasarkan surat keterangan dokter, kata jaksa, Nadiem baru bisa pulih dalam jangka waktu 21 hari setelah operasi.

"Sebagaimana surat keterangan dokter, pascaoperasi itu bisa dikatakan pulih ketika 21 hari setelah operasi," ucap jaksa Roy.

"Artinya, sekitar tanggal 2 Januari 2026 baru bisa dihadirkan berdasarkan dari keterangan dokter," imbuh dia.

Majelis Hakim kemudian meminta pendapat dari tim penasihat hukum Nadiem. Pengacara Nadiem, Ari Yusuf Amir, menyebut bahwa kliennya memang masih dalam kondisi pemulihan.

"Kami mengikuti apa yang tadi disampaikan oleh rekan Jaksa Penuntut Umum bahwa saat ini memang kondisi terdakwa masih dalam pemulihan," tutur Ari Yusuf.

Ari pun mengusulkan penundaan persidangan dilakukan hingga Januari 2026 mendatang.

"Dan berkaitan dengan penundaan, kami mengusulkan seandainya diizinkan boleh kita mulai di awal tahun itu pada hari seperti hari sekarang juga hari Selasa, yaitu pada tanggal 5 ya, eh maaf, tanggal 6. Tapi keputusan kami kembalikan kepada Majelis Hakim Yang Mulia," kata dia.

Adapun dalam kesempatan itu, jaksa turut menghadirkan dokter yang sempat menangani Nadiem saat di Rutan Salemba, dokter Muhammad Yahya Shobirin.

Majelis Hakim pun meminta dokter Yahya untuk menjelaskan ihwal kondisi Nadiem.

"Izin, Yang Mulia, menjawab. Jadi saya sebagai dokter penanggung jawab di cabang rutan Salemba Jakarta Selatan. Jadi sementara waktu itu pasien mengalami sakit, jadi saya melakukan pemeriksaan pertama kali kepada beliau," ucap dokter Yahya.

"Kemudian saya membuat surat rekomendasi untuk dibawakan ke rumah sakit karena terjadi pendarahan pada tanggal 9 Desember 2025," terangnya.

Ketua Majelis Hakim, Purwanto S. Abdullah juga mengkonfirmasi terkait waktu pemulihan yang dibutuhkan Nadiem pascaoperasi.

"Baik, tapi memang benar untuk direkomendasikan istirahat 21 hari?" tanya Hakim Purwanto.

"Siap, pascaoperasi pas 21 hari," jawab dokter Yahya.

"Dan itu seperti disampaikan per tanggal 2 Januari. Demikian ya?" tanya hakim.

"Siap," timpal dokter Yahya.

Majelis Hakim kemudian menetapkan penundaan sidang hingga Senin, 5 Januari 2026 mendatang.

"Saya kira demikian ya untuk terdakwa Nadiem. Kita berikan kesempatan untuk menjalani masa perawatan selama 21 hari dan akan dibuka kembali persidangan di hari Senin tanggal 5 Januari 2026. Kita berharap semoga terdakwa bisa sehat dan bisa menjalani persidangan," ujar Hakim Purwanto.

"Untuk selanjutnya terhadap persidangan hari ini kita tunda ke hari Senin tanggal 5 Januari 2026, kesempatan Penuntut Umum untuk membacakan dakwaan," imbuhnya.

Kasus Nadiem

Nadiem adalah terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi berupa Chromebook serta Chrome Device Management atau CDM periode tahun 2019-2022.

Ia dijerat sebagai terdakwa bersama dengan eks konsultan Kemendikbudristek, Ibrahim Arief; Direktur SD Kemendikbudristek 2020-2021, Sri Wahyuningsih; dan eks Direktur SMP Kemendikbudristek, Mulyatsyah.

Sementara itu, satu tersangka lain yang juga dijerat yakni mantan stafsus Nadiem, Jurist Tan, masih dalam tahap penyidikan dan masih berstatus daftar pencarian orang (DPO).

Dalam kasus ini, Nadiem dkk diduga melakukan korupsi yang dimulai sejak proses penyusunan kajian teknis dan pengadaan peralatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di Kemendikbudristek.

"Hasil penyidikan mengungkap bahwa saudara Nadiem Anwar Makarim diduga memerintahkan perubahan hasil kajian tim teknis," ucap Direktur Penuntutan pada Jampidsus Kejagung, Riono Budisantoso, dalam jumpa pers di Kejagung, Senin (8/12) lalu.

Dia memaparkan, awalnya, tim teknis telah melaporkan atau menyampaikan ke Nadiem selaku Mendikbudristek bahwa spesifikasi teknis pengadaan peralatan teknologi informasi dan komunikasi tahun 2020 tidak boleh mengarah pada sistem operasi tertentu.

Namun, Nadiem diduga memerintahkan agar kajian tersebut untuk diubah.

"Diubah agar merekomendasikan khusus penggunaan Chrome OS, sehingga mengarah langsung pada pengadaan Chromebook," ucap Riono.

Dia menjelaskan, pada tahun 2018, Kemendikbud pernah melakukan pengadaan Chromebook dengan sistem operasi Chrome. Namun penerapannya dinilai gagal.

"Pengadaan serupa kembali dilakukan pada tahun 2020 sampai dengan 2022 tanpa dasar teknis yang objektif," kata Riono.

"Tindakan tersebut bukan hanya mengarahkan proses pengadaan kepada produk tertentu, tetapi juga telah secara melawan hukum menguntungkan berbagai pihak, baik di lingkungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi maupun penyedia barang dan jasa," sambungnya.

Dengan demikian, lanjut Riono, terdapat dugaan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi secara melawan hukum. Termasuk adanya penerimaan uang oleh pejabat negara.

Dia menyebutkan, dari hasil perhitungan kerugian negara, diperoleh angka yaitu kemahalan harga Chromebook sebesar Rp 1.567.888.662.719,74 dan pengadaan Chrome Device Management yang tidak diperlukan dan tidak bermanfaat sebesar Rp 621.387.678.730.

"Sehingga total kerugian negara mencapai lebih dari Rp 2,1 triliun," ujarnya.

Adapun untuk tiga terdakwa lainnya, perkaranya disidangkan secara terpisah dari Nadiem Makarim. Dalam dakwaan itu, terungkap bahwa Nadiem diduga menerima untung Rp 809 miliar dari pengadaan Chromebook.

Akan tetapi, pengacara Nadiem mengklarifikasi bahwa uang tersebut merupakan bentuk aksi korporasi yang dilakukan oleh PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (PT AKAB) ke PT Gojek Indonesia pada tahun 2021 dalam rangka menjelang melantai di bursa saham atau IPO.

Pengacara menegaskan bahwa aksi korporasi tersebut tak ada kaitannya dengan Nadiem meski kliennya sempat berkiprah di perusahaan tersebut sebelum menjabat sebagai menteri.

Pengacara juga menyebut bahwa aksi korporasi itu pun tak ada hubungannya dengan kebijakan hingga proses pengadaan di Kemendikbudristek.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Tak Perlu di CINTA, Hanya Butuh di KASIH? Komentar Pedas Netizen Soroti Pantun Lama Ridwan Kamil
• 14 jam laluintipseleb.com
thumb
Cerita Anak Pemulung Bisa Lanjutkan Pendidikan di Sekolah Rakyat Bandung
• 5 jam laludetik.com
thumb
Keterbukaan Informasi dan Transparansi Lemah: 52 OPD di Pemprov Sulsel Hanya 5 yang Informatif
• 9 jam laluharianfajar
thumb
Persib vs Persija di Super League 2025-2026 Belum Pasti Dipimpin Wasit Asing
• 9 jam laluskor.id
thumb
Musnahkan BKC Ilegal, Jember Kirim Pesan Tegas Jaga Kedaulatan Ekonomi
• 58 menit laludetik.com
Berhasil disimpan.