Bisnis.com, JAKARTA — Tahun 2026 akan menjadi ujian bagi industri asuransi, terutama dalam hal ketahanan modal, kualitas tata kelola, kedalaman manajemen risiko, dan kemampuan membangun kepercayaan publik. Meskipun demikian, Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) meyakini masih terdapat peluang besar bagi industri asuransi syariah untuk terus tumbuh.
Ketua Bidang Riset dan Pengembangan Reasuransi Syariah AASI Tati Febrianti membeberkan sejumlah peluang yang dapat dimanfaatkan industri asuransi syariah pada 2026. Dari sisi literasi dan inklusi, Tati menilai tingkat pemahaman masyarakat yang masih rendah justru membuka ruang besar untuk meningkatkan awareness terhadap asuransi syariah.
Selain itu, peningkatan jumlah agen juga menjadi peluang tersendiri. Pasalnya, agen yang memiliki lisensi syariah saat ini masih sekitar 50% dari total agen di industri asuransi.
“Peningkatan jumlah agen [asuransi] syariah akan secara langsung berdampak pada peningkatan kontribusi,” ujar Tati dalam Indonesia Economic & Insurance Outlook 2026 secara virtual, Senin (22/12/2025).
Tati menilai bahwa kanal keagenan menjadi sumber perolehan premi yang vital, terutama di industri asuransi jiwa. Oleh karena itu, penguatan peran agen dan tenaga pemasar syariah bisa mendongkrak kinerja industri.
Menurut Tati, perusahaan-perusahaan asuransi syariah juga dapat mengoptimalkan pasar mass affluent karena masih banyak masyarakat yang belum memiliki produk asuransi syariah, meskipun segmen ini memiliki kemampuan finansial yang memadai untuk membeli produk-produk asuransi syariah.
Baca Juga
- Asuransi Tanggung Kerugian Global Rp1,7 Kuadriliun akibat Bencana Alam, Termasuk Banjir Sumatra
- OJK: Industri Asuransi Siap jika Program Penjaminan Polis Dipercepat ke 2027
- Merger BUMN dan Modal Minimum jadi Tantangan Asuransi Umum pada 2026
“Ini adalah level middle up yang mereka mempunyai kemampuan daya beli yang tinggi demikian, yaitu yang masih banyak belum memiliki tersentuh oleh segmen syariah,” jelas Tati.
Dengan kondisi demografis Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, Tati melihat peluang untuk memperkuat kolaborasi dengan komunitas muslim. Namun, kolaborasi tersebut dinilai masih minim dilakukan sehingga diperlukan model bisnis yang tepat agar dapat memberikan manfaat bagi kedua belah pihak.
Selain kolaborasi, integrasi ekosistem ekonomi dan keuangan syariah juga dinilai penting untuk terus diperkuat. Lembaga Jasa Keuangan Syariah perlu didorong agar lebih mengutamakan penggunaan asuransi syariah serta membangun ekosistem asuransi syariah yang berbasis pada ekonomi pemberdayaan komunitas masyarakat.
“Juga yang tidak kalah pentingnya adalah saat ini Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah [KNEKS] sangat giat-giatnya menggerakkan integrasi ekosistem ekonomi dan keuangan syariah. Bagaimana ini dilakukan full, kita bilangnya close group, ya,” tegas Tati.
Lebih lanjut, Tati menekankan pentingnya inovasi produk dengan nilai yang unik. Menurutnya, pengembangan produk dengan keunggulan yang jelas akan menjadi peluang bagi industri asuransi syariah untuk semakin diminati dan dipilih oleh masyarakat. (Putri Astrian Surahman)




