Sepanjang 2025, persaingan perusahaan teknologi dunia kian sengit. Mereka berlomba melahirkan model akal imitasi atau AI yang canggih. Dengan adopsi teknologi hingga infrastruktur yang memadai, Indonesia berpotensi mengembangkan model AI lokal menuju panggung global.
Awal tahun 2025 ini, DeepSeek, model asisten kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) asal China menarik perhatian dunia. Menggunakan model bahasa besar atau LLM, DeepSeek versi R1 dan V3 mampu menjawab berbagai pertanyaan dengan aneka bahasa dan topik.
Dibanding pendahulunya, seperti ChatGPT dari OpenAI, Llama milik Meta, dan Gemini dari Google, DeepSeek mengklaim mengeluarkan modal jauh lebih murah untuk model pemrograman yang unggul. Produk China ini pun sempat mengancam chatbot asal Amerika Serikat itu.
Kemunculan DeepSeek pun memukul saham perusahaan teknologi. Secara total, indeks saham semikonduktor Amerika Serikat turun 9,2 persen dalam sehari. Ini yang terparah sejak Maret 2020. Semikonduktor adalah bahan yang dibutuhkan dalam pengembangan AI (Kompas.id, 30/1/2025).
Tidak tinggal diam, sejumlah raksasa teknologi juga melawan dengan inovasi baru. Agustus lalu, misalnya, OpenAI meluncurkan ChatGPT versi GPT-5, model AI yang diklaim paling cerdas dan cepat menjawab pertanyaan. Pertengahan Desember ini, OpenAI mengenalkan ChatGPT Image.
Model ini membantu pengguna menghasilkan gambar dari nol atau mengeditnya dengan prompt (instruksi). Fitur ini juga membuat pengeditan yang presisi sambil menjaga detail seperti penampilan orang yang tetap utuh, dan menghasilkan gambar hingga empat kali lebih cepat.
Sebelumnya, Google meluncurkan fitur terbaru pembuatan dan pengeditan gambar pada Gemini model 2.5 Flash yang terintegrasi dengan Nano Banana. Dengan fitur ini, pengguna bisa membuat gambar action figure yang tampak nyata hanya dengan menuliskan prompt khusus.
Hingga November 2025, Similarweb, platform analisis situs, mencatat, ChatGPT menjadi asisten AI (chatbot) paling banyak digunakan di dunia dengan 570 juta pengguna aktif per bulan. Lalu, ada Google Gemini dengan 113 juta pengguna dan DeepSeek 60 juta pengguna aktif sebulan.
Di tengah persaingan raksasa teknologi itu, bagaimana posisi Indonesia? Dengan jumlah penduduk hingga lebih dari 280 juta jiwa, Indonesia termasuk salah satu pengguna terbesar produk AI itu. Bahkan, Indonesia menjadi negara ketiga dengan pemakai ChatGPT terbesar.
Data itu terekam dalam Empowering Indonesia Report 2025 bertema ”Building Bridges of Tomorrow”. Laporan ini diluncurkan akhir Oktober 2025 oleh Indosat Ooredoo Hutchison (Indosat/IOH) serta Twimbit, perusahaan riset serta konsultasi.
Laporan itu menyebutkan, sebanyak 129 juta atau sekitar 45 persen dari populasi Indonesia merupakan pengguna aktif mingguan ChatGPT pada 2024. Indonesia berada di urutan ketiga setelah China dengan 629 juta pengguna aktif mingguan dan India (901 juta pengguna aktif).
Di satu sisi, menurut laporan itu, penggunaan sumber asing itu berpotensi menimbulkan risiko ketergantungan, bias, hingga kesalahpahaman. Sebab, data yang dijadikan sumber pelatihan chatbot AI itu berasal dari luar negeri, yang latar belakangnya berbeda dengan Indonesia.
Namun, di sisi lainnya, besarnya pengguna chatbot itu menunjukkan tingginya adopsi AI di Indonesia. Laporan tadi juga mencatat, sebanyak 21 persen karyawan memanfaatkan AI generatif dalam pekerjaannya dan 50 persen lainnya memakai setidaknya sekali dalam sepekan.
Tingginya adopsi AI inilah yang menjadi salah satu potensi Indonesia mengembangkan model AI sendiri. Potensi lainnya adalah tingkat penetrasi internet yang mencapai 80,66 persen dari jumlah penduduk menurut Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia pada 2025.
Dari segi infrastruktur AI, Indonesia semakin berkembang. Laporan Empowering Indonesia mencatat, kapasitas pusat data, misalnya, pada 2024 mencapai 0,3 gigawatt (GW) dan ditargetkan mencapai 1,1 GW pada 2030. Kontribusi pusat data khusus AI saat ini tercatat kurang dari 1 persen.
Dengan potensi energi terbarukan hingga 3.600 GW, pusat data di Indonesia masih dapat berkembang pesat. Apalagi, pusat data membutuhkan pasokan air yang banyak. Indonesia juga telah memiliki klaster superkomputer yang dapat menyelesaikan tugas komputasi kompleks dengan kecepatan pemrosesan tinggi.
Infrastruktur yang berkembang hingga adopsi AI yang tinggi menjadi potensi Indonesia untuk membangun model AI lokal. Perusahaan telekomunikasi dan teknologi, Indosat Ooredoo Hutchison (IOH), misalnya, telah mengembangkannya melalui Sahabat-AI yang diluncurkan November 2024.
Sahabat-AI merupakan sebuah LLM open-source (sumber terbuka) berbasis Bahasa Indonesia yang juga mendukung bahasa daerah, seperti Jawa, Sunda, Bali, dan Batak untuk berbagai tugas pemrosesan bahasa alami (NLP). Model ini juga mencakup analisis sentimen, terjemahan, peringkasan, dan penalaran.
Pada Juni lalu, Indosat bersama PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GoTo) meluncurkan Sahabat-AI dengan model berkapasitas 70 miliar parameter yang dilengkapi dengan layanan percakapan multibahasa. Model versi ini mampu memproses token 5 kali lebih banyak dibandingkan versi pertama.
”Sahabat-AI bukan sekadar model, ini adalah aset nasional yang didukung oleh kolaborasi dan dibangun untuk seluruh rakyat Indonesia,” ucap Presiden Direktur dan CEO IOH Vikram Sinha dalam keterangan tertulisnya. Meskipun layanan chatbot model ini masih tahap pengembangan, para pengembang teknologi bisa memanfaatkannya untuk melatih model AI.
Sebelumnya, pihaknya juga telah menghadirkan unit pemrosesan grafis atau graphics processing unit (GPU) Merdeka dari Lintasarta, anak perusahaan Indosat. Bekerja sama dengan Nvidia, perusahaan semikonduktor yang berbasis di Amerika Serikat, GPU itu akan mengakselerasi aplikasi AI yang dibangun.
”Ini dapat membangun pondasi digital kokoh untuk memastikan inovasi AI berkembang, aman secara nasional, serta relevan dengan budaya lokal,” ucap Vikram. Menurut laporan Empowering Indonesia, performa LLM bahasa lokal Indonesia untuk model Sahabat-AI versi terbaru mencapai skor akurasi 69,52.
Bahasa di Indonesia saja lebih dari 700, pulaunya juga banyak sekali. Data ini sebenarnya bisa melahirkan bermacam ide solusi AI. Ini yang tidak dimiliki oleh negara lainnya
Skor itu adalah yang tertinggi jika dibandingkan dengan model gemma-3-27b-it yang skornya 66,34 atau Llama-3.3-70B-Instruct (57,85). Artinya, tingkat akurasi Sahabat-AI dalam merespons pertanyaan bahasa lokal Indonesia lebih baik dibandingkan model AI dari luar negeri tersebut.
Andry Gunawan, Enterprise Business Country Manager of Nvidia, menilai, Indonesia punya kesempatan besar untuk mengembangkan model AI lokal. ”Bahasa di Indonesia saja lebih dari 700, pulaunya juga banyak sekali. Data ini sebenarnya bisa melahirkan bermacam ide solusi AI. Ini yang tidak dimiliki oleh negara lainnya,” ujarnya.
Meski potensinya besar, pengembangan model AI lokal di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya terkait penelitian dan pengembangan AI serta inovasi industri. Laporan Empowering Indonesia mencatat, publikasi AI terindeks Scopus dari Indonesia masih berkisar 1.000 publikasi.
Angka itu masih di atas publikasi Malaysia, namun di bawah Jepang, India, dan China. Oleh karena itu, inisiatif, seperti hibah penelitian nasional, penyelenggaraan kompetisi AI, hingga dorongan implementasi LLM lokal serta dukungan pada perusahaan rintisan AI sangat dibutuhkan.
Tantangan lainnya adalah terjadinya kasus insiden AI, seperti penipuan deepfake atau memanipulasi video dan audio, rekayasa sosial berbasis AI, hingga penggunaan deepfake untuk pelecehan seksual. Laporan tadi mencatat, konten deepfake pada 2023 hingga 2024 melonjak 1.550 persen.
Bahkan, Presiden Prabowo Subianto pun sempat mengeluh soal deepfake. ”Teknologi bagus, tetapi teknologi juga bisa menyusahkan kita. Sekarang, gampang bikin kebohongan, gampang menyebarkan kebohongan. (Caranya) gampang. Dengan AI membuat (video) seolah-olah benar, padahal tidak benar,” ujarnya saat Universitas Kebangsaan Republik Indonesia (UKRI), Bandung, Jawa Barat, Oktober lalu.
Derry Wijaya, Associate Professor and Course Coordinator, Data Science Monash University, Indonesia, mengatakan, di tengah berbagai tantangan pengembangan model AI lokal, diperlukan literasi AI dan regulasi yang mengaturnya. Saat ini, pemerintah tengah menyiapkan peta jalan AI nasional.
”Berbagai regulasi pemerintah itu perlu didetailkan. Selanjutnya adalah mengevaluasi kebijakannya. Masih butuh waktu untuk menyiapkan Indonesia dalam mengadopsi AI,” ungkapnya. Di sisi lainnya, Derry juga mendorong pemerintah menyiapkan infrastruktur dan sumber daya manusia untuk pengembangan AI.
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nezar Patria mengungkapkan, pemerintah telah menyiapkan panduan dan etika penggunaan AI serta peta jalan nasional AI. ”Kedua dokumen ini sedang disiapkan untuk menjadi peraturan presiden (perpres) dan saat ini masih dibahas di Kementerian Hukum,” katanya, akhir November lalu. (Kompas.id, 27/11/2025).
Dengan dukungan berbagai pihak, termasuk regulasi pemerintah, jalan Indonesia untuk mengembangkan AI semakin lebar. Tingginya adopsi AI hingga infrastruktur yang berkembang jadi potensi besar Indonesia membangun model AI lokal di panggung global.



