EtIndonesia. Dalam dua pekan terakhir (awal–pertengahan Desember 2025), militer Amerika Serikat secara beruntun menyita sejumlah kapal tanker minyak di perairan Karibia, khususnya di sekitar wilayah Venezuela. Langkah agresif ini dipandang luas sebagai sinyal bahwa Washington tengah menaikkan level konfrontasi langsung terhadap pemerintahan Venezuela serta jaringan pendukungnya.
Sementara Presiden Venezuela, Nicolás Maduro bereaksi keras dan menunjukkan kemarahan terbuka, Presiden AS, Donald Trump—yang secara terbuka merilis rekaman operasi—tampak santai, seolah menyaksikan eskalasi ini sebagai panggung kekuatan geopolitik.
Kapal Iran Disita, Minyak Disapu Bersih
Pada awal Desember 2025, Angkatan Laut AS bersama Penjaga Pantai AS mencegat sebuah kapal tanker milik Iran bernama Skipper di lepas pantai Venezuela. Kapal tersebut ditahan sepenuhnya, sementara seluruh muatan minyaknya disita.
Washington menyatakan bahwa kapal ini merupakan bagian dari “armada bayangan” Venezuela, yakni jaringan kapal yang dituding digunakan untuk menghindari sanksi internasional dan mendanai aktivitas ilegal.
Tanker Milik Tiongkok Jadi Sasaran
Kejutan besar terjadi pada Sabtu, 20 Desember 2025, ketika AS menyita kapal tanker kedua bernama Century. Meski mengibarkan bendera Panama, kapal ini sepenuhnya dimiliki oleh perusahaan Tiongkok.
Kapal Century membawa 1,8 juta barel minyak mentah Merey-16, kualitas unggulan milik perusahaan minyak nasional Venezuela. Dengan harga pasar saat ini, nilai kargo tersebut diperkirakan melampaui 100 juta dolar AS.
Tak lama setelah meninggalkan pelabuhan Venezuela, kapal ini langsung dikuasai oleh militer AS.
Taktik Militer: Operasi Kilat dari Udara
Rekaman video operasi—yang kemudian dideklasifikasi dan dirilis ke publik—menunjukkan pola operasi khas militer AS:
- Sedikitnya tiga helikopter bersenjata dikerahkan
- Satu helikopter melayang tepat di atas kapal
- Pasukan khusus AS turun langsung dari udara
- Dua helikopter lainnya berjaga sebagai unsur tembak siap pakai
Militer AS menyatakan operasi berlangsung cepat, aman, dan tanpa perlawanan.
Washington: Ini Pendanaan Kartel dan Terorisme
Pemerintah AS menyebut kapal-kapal tersebut sebagai bagian dari jaringan pendanaan Maduro yang dikaitkan dengan kartel narkoba dan aktivitas terorisme.
Menteri Keamanan Dalam Negeri AS, Kristi Noem, menegaskan: “Kami akan terus memberantas pengiriman minyak ilegal di wilayah ini. Kami akan memburu mereka satu per satu hingga tuntas.”
Pernyataan ini dipandang luas sebagai deklarasi konfrontasi terbuka terhadap Maduro dan para sekutunya.
Tanker Ketiga Diburu: Bella One
Belum reda ketegangan, militer AS kembali mengejar kapal tanker ketiga bernama Bella One, yang berangkat dari Iran dan direncanakan menuju Venezuela.
Kapal ini kedapatan mengibarkan bendera palsu dan menonaktifkan transponder, namun tetap terdeteksi oleh sistem radar dan satelit Angkatan Laut AS. Kapal tersebut akhirnya dicegat dan disita.
Para analis menegaskan bahwa dengan teknologi pengawasan AS saat ini, kamuflase semacam itu tidak lagi efektif.
Dampak Langsung: Ekspor Minyak Venezuela Terhenti
Serangkaian penyitaan ini berarti satu hal: ekspor minyak Venezuela praktis terhenti total.
Ketua Dewan Ekonomi Nasional Gedung Putih, Kevin Hassett, dalam wawancara televisi (21 Desember 2025) menyatakan bahwa: “Volume minyak ini tidak signifikan terhadap pasokan global, sehingga tidak akan memicu lonjakan harga minyak dunia.”
Namun, bagi Tiongkok—pembeli terbesar minyak Venezuela—dampaknya bisa jauh lebih terasa.
AS Tingkatkan Tekanan Militer di Sekitar Venezuela
Seiring penyitaan kapal, AS juga meningkatkan tekanan militer secara diam-diam.
Di Pangkalan Angkatan Laut Roosevelt Roads, Puerto Rico, yang berhadapan langsung dengan Venezuela, terpantau lebih dari 20 jet tempur siluman F-35A dan F-35B dikerahkan pada pertengahan Desember 2025.
Jet-jet ini berasal dari Garda Nasional Udara Vermont, skuadron Green Mountain Boys, dan akan beroperasi bersama Korps Marinir AS.
EC-130H: Sinyal Perang Elektronik
Pada malam 21 Desember 2025, sebuah pesawat EC-130H Compass Call mendarat di Puerto Rico. Meski tampil sederhana, pesawat ini adalah senjata perang elektronik strategis.
Jumlahnya di dunia hanya empat unit, dengan kemampuan:
- Melumpuhkan sistem komunikasi musuh
- Membuat lawan “buta dan bisu” secara elektronik
Pesawat ini pernah digunakan di Panama, Irak, Afghanistan, Suriah, dan berbagai medan perang lain.
Maduro Panik, Rusia Mulai Menjauh
Di Caracas, Maduro menyerukan sidang darurat Dewan Keamanan PBB dan mulai membagikan senjata kepada warga sipil untuk membentuk milisi lokal.
Di sisi lain, laporan intelijen Eropa menyebut bahwa Kementerian Luar Negeri Rusia mulai mengevakuasi keluarga diplomatnya dari Venezuela, sementara sejumlah tanker Rusia yang semula menuju Karibia memutar balik arah.
Front Lain Bergolak: Ukraina Guncang Rusia
Sementara itu, konflik Rusia–Ukraina juga memanas:
- Malam 21 Desember 2025: Intelijen Ukraina menyusup ke Pangkalan Udara Lipetsk, Rusia, dan membakar dua jet tempur Su-27 dan Su-30
- Malam yang sama: Dua jet Su-27 Rusia dihancurkan di Pangkalan Belbek, Krimea, menggunakan drone
- Pagi 22 Desember 2025: Jenderal Rusia Salvarov, Kepala Departemen Pelatihan Operasi Staf Umum Rusia, tewas akibat bom mobil di Moskow
Ini menjadi jenderal senior ketiga Rusia yang tewas di wilayah belakang sejak perang dimulai.
Kritik Internal Rusia Menguat
Tokoh nasionalis Rusia Kalashnikov, yang sebelumnya dikenal pro-Kremlin, secara terbuka menyatakan bahwa: “Rusia sedang kalah dalam perang ini.”
Dia menilai militer Rusia kelelahan, logistik melemah, dan Zaporizhzhia berpotensi menjadi “kuburan pasukan Rusia”.
Dalam konferensi pers tahunan di Moskow, Vladimir Putin bahkan mendapat pertanyaan tajam dari jurnalis: “Apakah Anda yakin rakyat Rusia masih benar-benar serius mendukung perang ini?”
Penutup
Dari Karibia hingga Eropa Timur, rangkaian peristiwa ini menunjukkan satu pola jelas:
garis konflik global semakin menyempit, semakin langsung, dan semakin berisiko.
Penyitaan tanker, pengerahan jet siluman, perang elektronik, hingga operasi rahasia lintas negara menandai bahwa dunia sedang bergerak ke fase konfrontasi yang jauh lebih berbahaya.





