- Program Makan Bergizi Gratis (MBG) Badan Gizi Nasional (BGN) tetap beroperasi selama libur sekolah untuk cegah kekurangan gizi.
- BGN menawarkan dua skema distribusi, yakni paket mingguan atau pengambilan harian, dengan opsi pembagian sebelum libur dimulai.
- Kebijakan ini memicu kontroversi dan kritik publik di media sosial mengenai urgensi dan efektivitas selama siswa tidak bersekolah.
Suara.com - Menjelang libur sekolah, publik di media sosial ramai mempertanyakan satu hal, apakah Program Makan Bergizi Gratis (MBG) tetap berjalan meski siswa libur? Pertanyaan ini bukan tanpa alasan.
Bagi banyak orang tua dan netizen, libur sekolah identik dengan anak pulang kampung, berlibur, atau sekadar lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Lalu, bagaimana nasib distribusi MBG?
Badan Gizi Nasional (BGN) menjawab dengan tegas, bahwa program MBG tetap berjalan dan tidak mengenal kata libur. Hal ini disampaikan oleh Wakil Kepala BGN, Nanik Sudaryati.
Ia menegaskan dapur MBG tetap beroperasi dan penyaluran makanan tetap dilakukan selama masa libur sekolah. Namun, keputusan ini justru memantik kontroversi.
Dua Skema Distribusi Selama Libur Sekolah
BGN memberikan fleksibilitas kepada sekolah untuk memilih satu dari dua skema distribusi MBG selama libur. Pertama, mekanisme paket.
Dalam skema ini, jatah makan selama enam hari disalurkan dua kali dalam seminggu. Menu yang diberikan berupa kombinasi antara makanan siap santap dan makanan dalam kemasan, seperti roti, telur, susu, dan buah. Skema ini dinilai lebih praktis karena tidak mengharuskan siswa datang setiap hari.
Kedua, pengambilan harian di sekolah. Siswa bisa datang ke sekolah setiap hari untuk mengambil paket MBG. Namun, opsi ini menuai kritik karena dianggap bertentangan dengan makna libur itu sendiri.
Menanggapi keberatan tersebut, BGN menyiapkan alternatif tambahan. Pada 18 Desember 2025, Kepala BGN Dadaninda Yana menyampaikan bahwa jika mayoritas siswa menolak datang ke sekolah secara berkala, maka paket MBG dapat dibagikan sebelum masa libur dimulai.
Baca Juga: Jadi Pemasok MBG, Omzet Petani Hidroponik di Madiun Naik 100 Persen
“Jadi anak-anak tidak dipaksa untuk datang ke sekolah. Silakan saja kalau makanan MBG itu diambil ibunya, ayahnya, atau saudaranya. Kalau misalnya sekolah tidak mau menerima, wali murid juga tidak mau, maka juga tidak apa-apa dan tidak dipaksa,” tegas Nanik Sudaryati.
Ia juga meminta publik agar tidak memelintir kebijakan tersebut. Di tengah kritik, BGN menyampaikan alasan utama kebijakan ini.
Kepala Biro Hukum dan Humas BGN, Khairul Hidayati, menjelaskan bahwa masa libur sekolah justru menjadi periode rawan kekurangan gizi.
“Pada masa libur, pola makan anak di rumah tidak selalu terpantau. Risiko kekurangan gizi justru meningkat,” ujarnya.
Karena itu, layanan makan bergizi gratis tetap dijalankan sebagai bentuk perlindungan nutrisi bagi anak-anak.
Gelombang Kritik Netizen



:strip_icc()/kly-media-production/medias/4882733/original/037277700_1720062626-UNAIR__1_.jpg)