KOMISI Yudisial (KY) menegaskan tidak akan memberi toleransi terhadap hakim yang terbukti melakukan korupsi atau praktik transaksional dalam penanganan perkara.
Komisioner KY Setiawan Hartono mengatakan hakim yang terbukti mengambil keuntungan dari perkara yang ditanganinya akan direkomendasikan untuk dijatuhi sanksi paling berat, yakni pemberhentian tidak dengan hormat.
“Terhadap pelanggaran hakim yang bersifat transaksional, artinya pelanggaran yang terkait dengan penanganan perkara dengan mengambil keuntungan, tidak ada alternatif. Rekomendasi sanksinya adalah pemecatan atau pemberhentian tidak dengan hormat,” kata Setiawan dalam konferensi pers di Kantor KY, Selasa (23/12).
Berdasarkan pengalamannya sebagai hakim, inspektur pengawasan, hingga pimpinan pengadilan tinggi, Setiawan menyebut bahwa banyaknya hakim yang dijatuhi sanksi tidak serta-merta menghentikan pelanggaran.
“Faktanya, meskipun banyak hakim yang dikenai sanksi, pelanggaran tetap terjadi,” katanya.
Oleh karena itu, Setiawan mendorong perubahan paradigma pengawasan KY ke arah pencegahan atau preventif. Menurutnya, pengawasan yang berorientasi pencegahan justru lebih sejalan dengan amanat konstitusi.
“Konstitusi mengamanatkan KY untuk menjaga kehormatan, keluhuran martabat, dan perilaku hakim. Karena itu, ke depan pengawasan harus lebih preventif,” tegasnya.
Ia menilai, keberhasilan pengawasan preventif dapat diukur dari menurunnya jumlah pengaduan masyarakat, khususnya laporan yang layak ditindaklanjuti.
“Kalau pengaduan semakin turun, terutama yang layak ditindaklanjuti, itu menandakan pelanggaran oleh hakim juga semakin berkurang,” jelas Setiawan.
Meski demikian, Setiawan menegaskan bahwa pendekatan preventif tidak berarti melemahkan penindakan. Untuk pelanggaran berat, khususnya yang berkaitan dengan praktik transaksional dan korupsi, KY tetap akan bersikap keras.
“Saya sependapat dengan pandangan Ketua Mahkamah Agung. Untuk pelanggaran transaksional oleh hakim, sanksinya harus tegas. Tidak ada kompromi,” katanya.
Ke depan, lanjut Setiawan, ketegasan tersebut akan didorong untuk dituangkan secara lebih jelas dalam pedoman atau regulasi internal agar memberikan kepastian dan efek jera.
“Ini penting agar ada kejelasan bahwa setiap pelanggaran transaksional oleh hakim berujung pada pemecatan,” pungkasnya. (Dev/M-3)





