JAKARTA, KOMPAS.com - Kemunculan aplikasi digital yang digunakan para mata elang atau matel untuk melacak kendaraan kredit bermasalah kembali memicu kekhawatiran publik.
Pengamat siber menilai aplikasi tersebut bukan hanya berisiko, tetapi juga berpotensi kuat melanggar Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) karena memuat serta menyebarkan data sensitif masyarakat tanpa dasar hukum yang sah.
Pengamat siber Alfons Tanujaya menegaskan, aplikasi pelacak kendaraan, salah satunya Dewa Matel membuka akses luas terhadap data pribadi hanya dengan memasukkan nomor polisi kendaraan.
Baca juga: Cara Mata Elang Dapat Data Nasabah dengan Mudah dalam Hitungan Detik
Padahal, data yang ditampilkan tidak terbatas pada informasi umum, melainkan mencakup detail identitas kendaraan hingga pemiliknya.
“Dari sisi privasi, ini jelas melanggar UU PDP. Nomor polisi, nomor mesin, nomor rangka, nama pemilik, lembaga pembiayaan, hingga status kontrak bisa diketahui hanya dengan satu aplikasi,” ujar Alfons saat dihubungi Kompas.com, Selasa (16/12/2025).
var endpoint = 'https://api-x.kompas.id/article/v1/kompas.com/recommender-inbody?position=rekomendasi_inbody&post-tags=Mata Elang, indepth, aplikasi mata elang, penyalahgunaan data, Matel&post-url=aHR0cHM6Ly9tZWdhcG9saXRhbi5rb21wYXMuY29tL3JlYWQvMjAyNS8xMi8yMy8xNzE3MTIwMS9wZW5nYW1hdC1zaWJlci1hcGxpa2FzaS1tYXRhLWVsYW5nLWxhbmdnYXItdXUtcGRwLWRhdGEtYmlzYQ==&q=Pengamat Siber: Aplikasi Mata Elang Langgar UU PDP, Data Bisa Disalahgunakan§ion=Megapolitan' var xhr = new XMLHttpRequest(); xhr.addEventListener("readystatechange", function() { if (this.readyState == 4 && this.status == 200) { if (this.responseText != '') { const response = JSON.parse(this.responseText); if (response.url && response.judul && response.thumbnail) { const htmlString = `Menurut dia, persoalan ini semakin serius karena aplikasi tersebut tidak hanya digunakan oleh pihak resmi, tetapi juga dapat diakses oleh masyarakat umum melalui sistem berlangganan berbayar.
Aplikasi Pelacak Kendaraan dengan Basis Data MasifPenelusuran Kompas.com menemukan bahwa aplikasi Dewa Matel berfungsi sebagai sistem terpadu untuk membantu agen lapangan atau mata elang mengidentifikasi dan melacak kendaraan yang terikat kontrak pembiayaan bermasalah.
Aplikasi ini memiliki basis data lokal yang harus diunduh secara berkala oleh penggunanya, memungkinkan pencarian tetap berjalan meski koneksi internet terbatas.
Dalam pengamatan Kompas.com, skala data yang tersimpan di aplikasi ini tidak kecil. Proses sinkronisasi menunjukkan ribuan hingga puluhan ribu kendaraan siap ditelusuri.
Wilayahnya pun mencakup berbagai daerah, mulai dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, hingga wilayah di luar Pulau Jawa seperti Manado dan Papua.
Setiap pencarian berdasarkan nomor polisi akan memunculkan detail kendaraan, jenis motor, nama perusahaan pembiayaan, hingga status kontrak seperti keterlambatan atau write-off.
Jika data divalidasi, agen dapat membuka informasi yang lebih rinci, termasuk nomor mesin, nomor rangka, dan tahun kendaraan.
Baca juga: Terbengkalai sejak 2007, Kenapa Menara Saidah Tak Dirobohkan?
Aplikasi ini juga memuat sistem pemantauan aktivitas agen, termasuk lokasi penemuan unit, waktu pencarian, dan nomor telepon pengguna.
Meski pada bagian bawah aplikasi tercantum peringatan bahwa aplikasi tersebut bukan dasar sah untuk eksekusi fidusia, akses terhadap data sensitif tetap terbuka luas.
Akses Berbayar dan Terbuka untuk PublikMeski mengelola data sensitif masyarakat, penggunaan aplikasi ini tidak bersifat gratis. Pengguna diwajibkan membayar biaya langganan dengan nominal tertentu sesuai durasi pemakaian.
Pembayaran dilakukan langsung ke rekening pribadi yang tertera di aplikasi, lalu dikonfirmasi agar akun kembali aktif.
Fakta bahwa aplikasi semacam ini dapat diakses oleh siapa saja menjadi sorotan utama Alfons.
Menurut dia, penggunaan data pribadi hanya dapat dibenarkan apabila dilakukan oleh pihak yang memiliki kewenangan resmi serta dilengkapi surat tugas yang jelas.
“Kalau perusahaan sendiri menggunakan data itu pun harus ada dasar hukum, surat tugas, dan pembatasan akses. Kalau ada di aplikasi dan bisa diakses orang awam, itu sudah pelanggaran luar biasa,” kata dia.





