Ketua Pokja Kanker Serviks Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) dr. Tofan Widya Utami menyebut Indonesia masih menjadi negara dengan angka kejadian kanker serviks tertinggi di kawasan Asia Tenggara.
“Kalau tadi kita lihat dari insiden, bahwa saat ini Indonesia masih juara bertahan. Jadi di Asia Tenggara kita insiden angka kejadian masih tertinggi, tapi kita menjadi juara ketiga kematian akibat kanker serviks di bawah Thailand,” kata Tofan usai acara Vaksin HPV Menuju 500 Tahun Jakarta di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Selasa (23/12).
Ia menjelaskan, tingginya angka kematian akibat kanker serviks di Indonesia menjadi tantangan serius yang harus ditangani.
“Kita tadinya juara kedua, dibalap oleh Thailand. Dan tentu ini menjadi kerja sama semua, jadi tidak hanya dari Kementerian Kesehatan tapi adalah 12 stakeholder dan 15 kementerian,” ujarnya.
Menurut Tofan, sebagian besar kematian terjadi karena pasien datang berobat pada stadium lanjut dan tidak pernah menjalani skrining sebelumnya.
“Kematian itu diakibatkan karena datang pada stadium lanjut yang tidak pernah diskrining, yaitu 77,9% datang pada stadium lanjut terutama pada stadium 3B. Jadi dengan kegagalan ginjal dan seterusnya,” kata dia.
Sementara itu, Ketua Umum PP POGI dr. Budi Wiweko memaparkan angka penderita kanker serviks di Indonesia. Ia menyebut jumlah kasus dan angka kematian masih tergolong tinggi setiap tahunnya.
“Di Indonesia angka setahun itu 36.000 penderita kanker serviks dengan 25.000 yang meninggal dunia ya. Dan perjalanannya dari infeksi virus ke kanker itu panjang sebenarnya, 10-15 tahun. Makanya ini sebenarnya bisa dicegah dengan skrining,” kata Budi.
Dari sisi daerah, Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Ani Ruspitawati menyampaikan bahwa kanker serviks juga menjadi perhatian serius di ibu kota.
“Sama sih, kalau di DKI Jakarta juga kanker serviks ini penyebab kematian nomor tiga ya, sesudah kanker dan stroke. Jadi kami juga punya perhatian besar,” kata Ani.
Ia menjelaskan, program vaksinasi di DKI Jakarta saat ini telah menyasar anak-anak sekolah dasar, khususnya kelas 5 dan 6.
“Sebenarnya proses secara program sudah ada, tapi baru diberikan kepada kelas 5 dan kelas 6 SD. Kita sudah memvaksinasi sekitar 75 ribu lebih anak-anak usia SD,” pungkasnya.




