Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memastikan penyaluran pupuk bersubsidi sektor perikanan mulai berjalan pada awal 2026 sebagai upaya meningkatkan produktivitas pembudidaya ikan khususnya yang masih menggunakan teknologi sederhana.
Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya KKP Tb Haeru Rahayu mengatakan program itu dirancang untuk mendukung Asta Cita Presiden Prabowo Subianto terutama target swasembada pangan, pemerataan ekonomi, dan pengentasan kemiskinan, melalui penguatan produksi perikanan budi daya yang berkelanjutan.
"Kami ingin memastikan pembudidaya bisa mendapatkan pupuk sesuai target di awal tahun agar siklus produksi tidak terganggu," kata Tb Haeru Rahayu yang akrab disapa Tebe dalam keterangan di Jakarta, Selasa.
Dia mengatakan penyaluran pupuk bersubsidi sektor perikanan menjadi momentum penting setelah pembudidaya ikan hampir empat tahun tidak mendapatkan akses pupuk bersubsidi.
“Pupuk ini menentukan keberhasilan budi daya, terutama pada tambak berteknologi sederhana yang mengandalkan pakan alami berupa plankton,” ujar Tebe.
Menurut Tebe, dalam sistem budidaya berteknologi sederhana, pupuk berperan penting untuk menumbuhkan plankton sebagai pakan alami ikan. Tanpa pemupukan, pertumbuhan ikan tidak optimal dan berpotensi menurunkan hasil panen.
"Kami melihat langsung di lapangan, jika tidak dipupuk, pertumbuhan ikan tidak maksimal. Ini adalah realitas yang dihadapi pembudidaya,” kata Tebe.
Ia menjelaskan simulasi penyaluran pupuk bersubsidi di Lamongan menunjukkan proses yang relatif cepat, dengan waktu transaksi hanya sekitar tiga hingga empat menit.
Meski demikian, terdapat sejumlah titik kritis yang perlu menjadi perhatian bersama, seperti ketersediaan jaringan internet di kios serta kelengkapan data pembudidaya dalam sistem.
Lebih lanjut dia menuturkan meski infrastruktur budidaya sudah siap, tetapi pembudidayanya belum terdata, maka dukungan pemerintah daerah menjadi kunci agar program pupuk bersubsidi sektor perikanan dapat berjalan optimal.
"Karena itu, kami mendorong pemerintah daerah segera mengupdate data pembudidaya yang berhak menerima pupuk subsidi,” kata Tebe, menegaskan.
KKP mencatat alokasi pupuk bersubsidi sektor perikanan Tahun Anggaran 2026 telah ditetapkan sebesar 295.686 ton. Kebijakan tersebut didukung Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 22 Tahun 2025 sebagai payung hukum.
Hal itu juga merupakan implementasi lintas sektor yang sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2025 sebagaimana disempurnakan melalui Peraturan Presiden Nomor 113 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Pupuk Bersubsidi, dan diperkuat dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 15 Tahun 2025.
Pengawasan dan penyaluran pupuk bersubsidi dilakukan melalui sistem digital Rencana Penyediaan dan Penyaluran Subsidi Pupuk (e-RPSP) yang telah dibangun KKP. Hal itu juga terintegrasi dengan aplikasi iPubers milik PT Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC), sehingga proses penebusan di kios dapat dilakukan secara transparan, akuntabel dan tepat sasaran.
Dari sisi kesiapan distribusi, Direktur Supply Chain Pupuk Indonesia Robby Setiabudi Madjid menyatakan produksi dan pendistribusian pupuk untuk sektor perikanan telah disiapkan.
“Awal tahun 2026, pupuk bersubsidi sektor perikanan akan tersedia di kios-kios terdaftar dengan jenis Urea, SP-36, dan pupuk organik sesuai rekomendasi. Kami memastikan kesiapan dari sisi produksi, distribusi, dan ketepatan waktu,” ujar Robby.
Robby menambahkan, perluasan pupuk bersubsidi ke sektor perikanan merupakan wujud kehadiran negara dalam menjawab kebutuhan pembudidaya ikan.
Sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menegaskan pentingnya peningkatan budi daya perikanan untuk mendukung kebutuhan protein nasional.
Selain untuk kebutuhan pangan, peningkatan produktivitas budi daya juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi ketergantungan terhadap ikan-ikan hasil tangkapan di alam.
Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya KKP Tb Haeru Rahayu mengatakan program itu dirancang untuk mendukung Asta Cita Presiden Prabowo Subianto terutama target swasembada pangan, pemerataan ekonomi, dan pengentasan kemiskinan, melalui penguatan produksi perikanan budi daya yang berkelanjutan.
"Kami ingin memastikan pembudidaya bisa mendapatkan pupuk sesuai target di awal tahun agar siklus produksi tidak terganggu," kata Tb Haeru Rahayu yang akrab disapa Tebe dalam keterangan di Jakarta, Selasa.
Dia mengatakan penyaluran pupuk bersubsidi sektor perikanan menjadi momentum penting setelah pembudidaya ikan hampir empat tahun tidak mendapatkan akses pupuk bersubsidi.
“Pupuk ini menentukan keberhasilan budi daya, terutama pada tambak berteknologi sederhana yang mengandalkan pakan alami berupa plankton,” ujar Tebe.
Menurut Tebe, dalam sistem budidaya berteknologi sederhana, pupuk berperan penting untuk menumbuhkan plankton sebagai pakan alami ikan. Tanpa pemupukan, pertumbuhan ikan tidak optimal dan berpotensi menurunkan hasil panen.
"Kami melihat langsung di lapangan, jika tidak dipupuk, pertumbuhan ikan tidak maksimal. Ini adalah realitas yang dihadapi pembudidaya,” kata Tebe.
Ia menjelaskan simulasi penyaluran pupuk bersubsidi di Lamongan menunjukkan proses yang relatif cepat, dengan waktu transaksi hanya sekitar tiga hingga empat menit.
Meski demikian, terdapat sejumlah titik kritis yang perlu menjadi perhatian bersama, seperti ketersediaan jaringan internet di kios serta kelengkapan data pembudidaya dalam sistem.
Lebih lanjut dia menuturkan meski infrastruktur budidaya sudah siap, tetapi pembudidayanya belum terdata, maka dukungan pemerintah daerah menjadi kunci agar program pupuk bersubsidi sektor perikanan dapat berjalan optimal.
"Karena itu, kami mendorong pemerintah daerah segera mengupdate data pembudidaya yang berhak menerima pupuk subsidi,” kata Tebe, menegaskan.
KKP mencatat alokasi pupuk bersubsidi sektor perikanan Tahun Anggaran 2026 telah ditetapkan sebesar 295.686 ton. Kebijakan tersebut didukung Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 22 Tahun 2025 sebagai payung hukum.
Hal itu juga merupakan implementasi lintas sektor yang sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2025 sebagaimana disempurnakan melalui Peraturan Presiden Nomor 113 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Pupuk Bersubsidi, dan diperkuat dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 15 Tahun 2025.
Pengawasan dan penyaluran pupuk bersubsidi dilakukan melalui sistem digital Rencana Penyediaan dan Penyaluran Subsidi Pupuk (e-RPSP) yang telah dibangun KKP. Hal itu juga terintegrasi dengan aplikasi iPubers milik PT Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC), sehingga proses penebusan di kios dapat dilakukan secara transparan, akuntabel dan tepat sasaran.
Dari sisi kesiapan distribusi, Direktur Supply Chain Pupuk Indonesia Robby Setiabudi Madjid menyatakan produksi dan pendistribusian pupuk untuk sektor perikanan telah disiapkan.
“Awal tahun 2026, pupuk bersubsidi sektor perikanan akan tersedia di kios-kios terdaftar dengan jenis Urea, SP-36, dan pupuk organik sesuai rekomendasi. Kami memastikan kesiapan dari sisi produksi, distribusi, dan ketepatan waktu,” ujar Robby.
Robby menambahkan, perluasan pupuk bersubsidi ke sektor perikanan merupakan wujud kehadiran negara dalam menjawab kebutuhan pembudidaya ikan.
Sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menegaskan pentingnya peningkatan budi daya perikanan untuk mendukung kebutuhan protein nasional.
Selain untuk kebutuhan pangan, peningkatan produktivitas budi daya juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi ketergantungan terhadap ikan-ikan hasil tangkapan di alam.




