FAKTA yang terungkap dalam persidangan perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah menunjukkan bahwa mantan Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi tidak terbukti terlibat dalam pengadaan kapal maupun pengambilan keputusan ekspor minyak mentah sebagaimana didakwakan jaksa penuntut umum. Hal tersebut disampaikan penasihat hukum Yoki Firnandi, Wimboyono Senoadji, seusai agenda sidang tersebut, di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta, Selasa (23/12).
Wimboyono menjelaskan, selama tujuh kali persidangan yang telah berjalan, saksi-saksi yang dihadirkan justru menguatkan bahwa kliennya tidak memiliki kewenangan maupun peran dalam proses pengadaan kapal di PIS. Menurutnya, pengadaan kapal sepenuhnya berada di bawah Direktorat Operasi dan unit teknis yang menangani procurement, bukan pada level Direksi.
“Dari keterangan saksi-saksi, termasuk yang diajukan oleh jaksa sendiri, tidak pernah ada satu pun yang menyatakan adanya campur tangan, intervensi, atau pengarahan dari Pak Yoki dalam pengadaan kapal,” ujar Wimboyono.
Dalam perkara pengadaan kapal JMN, jaksa mendalilkan keterlibatan Yoki Firnandi dalam pengadaan tiga unit kapal. Namun, di persidangan terungkap bahwa secara operasional PIS setiap tahunnya menyewa sekitar 200 kapal dengan total kurang lebih 800 proses tender. Dengan demikian, keberadaan tiga kapal tersebut dinilai tidak signifikan secara proporsi dan tidak berdampak terhadap keseluruhan proses bisnis perusahaan.
Wimboyono menegaskan, sepanjang ratusan proses tender tersebut, saksi-saksi menyatakan tidak pernah ada intervensi dari Yoki Firnandi, baik terkait penentuan spesifikasi teknis, Harga Perkiraan Sendiri (HPS), maupun pemenang tender. Seluruh proses disebut telah berjalan sesuai prosedur dan harga pasar, tanpa memberikan keuntungan pribadi kepada kliennya.
Selain perkara pengadaan kapal, dakwaan jaksa juga menyoroti ekspor minyak mentah Banyu Urip yang dilakukan saat Yoki Firnandi menjabat sebagai Direktur di PT Kilang Pertamina Internasional (KPI). Namun, fakta persidangan menunjukkan bahwa keputusan ekspor tersebut tidak diambil secara sepihak.
Menurut Wimboyono, pada saat pandemi COVID-19, terjadi penurunan drastis permintaan energi sementara produksi minyak tidak dapat dihentikan. Kondisi tersebut menimbulkan kelebihan pasokan yang harus ditangani secara hati-hati. KPI dan Pertamina, kata dia, telah melakukan koordinasi dengan SKK Migas, Kementerian ESDM, serta meminta pendapat hukum kepada KPK sebelum memutuskan ekspor.
“Ekspor dilakukan karena jika tidak, beban justru akan lebih besar. Semua langkah dilakukan melalui koordinasi dan persetujuan otoritas terkait, bukan keputusan pribadi Pak Yoki,” ujarnya .
Fakta persidangan juga mengungkap bahwa ekspor minyak Banyu Urip dilakukan dengan syarat harga di atas Indonesian Crude Price (ICP). Seluruh hasil penjualan disetorkan ke kas negara, sehingga tidak menimbulkan kerugian negara. Hal ini, menurut penasihat hukum, menjadi salah satu poin penting yang membantah dakwaan adanya tindak pidana korupsi.
Di luar perkara hukum yang tengah berjalan, Yoki Firnandi juga disebut memiliki rekam jejak profesional selama memimpin PIS. Dalam kurun sekitar 2,5 tahun kepemimpinannya, laba PIS meningkat hingga empat kali lipat menjadi sekitar Rp9 triliun, jumlah kapal milik sendiri melampaui 100 unit untuk pertama kalinya, serta armada PIS beroperasi di 65 rute internasional dengan standar global. Capaian tersebut, menurut kuasa hukum, tidak mungkin diraih tanpa tata kelola yang baik.
Berdasarkan keseluruhan fakta yang terungkap di persidangan, Wimboyono menyatakan keyakinannya bahwa dakwaan jaksa tidak sejalan dengan bukti-bukti yang ada. Ia menegaskan bahwa proses persidangan justru semakin memperjelas bahwa Yoki Firnandi tidak terlibat dalam perbuatan yang dituduhkan dan tidak melakukan pelanggaran hukum. “Kami meyakini kebenaran akan terungkap secara terang di persidangan,” pungkasnya. (Cah/P-3)




