Jakarta: Hasil riset Tim Ekspedisi Patriot (TEP) 2025 mengungkap bahwa kawasan transmigrasi di Indonesia memiliki potensi ekonomi yang luar biasa. Namun, pengelolaan yang belum berbasis data, sains, dan teknologi masih menjadi tantangan utama yang menghambat pertumbuhan.
Menteri Transmigrasi (Mentrans) M Iftitah Sulaiman Suryanagara menyatakan, para peneliti yang terjun langsung ke lapangan menemukan fakta bahwa potensi ekonomi di kawasan tersebut sangat nyata. Hanya saja, dibutuhkan pemetaan data yang akurat agar manfaatnya benar-benar dirasakan rakyat.
"Potensi itu ada dan nyata. Yang kita butuhkan adalah pemetaan data yang akurat, dukungan sains, dan pemanfaatan teknologi agar potensi tersebut mendorong pertumbuhan ekonomi rakyat," ujar Iftitah dalam konferensi pers penutupan diseminasi riset TEP di Jakarta, dikutip Rabu, 24 Desember 2025.
Baca Juga :
Transformasi Transmigrasi Bagi Pertumbuhan EkonomiEkspedisi melibatkan 2.000 peneliti dari tujuh perguruan tinggi ternama yaitu, UI, ITB, UGM, UNDIP, UNPAD, ITS, dan IPB University. Penelitian mengungkap bahwa 70 persen kawasan transmigrasi belum memiliki infrastruktur dasar yang optimal.
Minimnya jalan produksi, irigasi, dan fasilitas pascapanen mengakibatkan 60 persen komoditas unggulan dijual dalam bentuk mentah. Akibatnya, nilai tambah ekonomi justru dinikmati oleh pihak di luar kawasan.
"Simulasi riset menunjukkan perbaikan jalan produksi dapat menurunkan biaya logistik hingga 55 persen. Sementara fasilitas pengolahan sederhana mampu meningkatkan harga jual komoditas 20 hingga 40 persen," jelas Iftitah.
Berdasarkan simulasi lintas kampus, jika kawasan transmigrasi dikelola berbasis data dan sains, sektor ini berpotensi menarik investasi sebesar Rp180 triliun hingga Rp240 triliun dalam empat tahun ke depan.
Kawasan-kawasan tersebut memiliki "DNA ekonomi" yang beragam, mulai dari sawit, sagu, perikanan, hingga energi terbarukan dan industri maritim. Menteri Iftitah menegaskan bahwa transmigrasi bukan lagi sekadar program perpindahan penduduk, melainkan mesin pertumbuhan ekonomi baru.
"Transmigrasi bukan beban sosial, melainkan frontier ekonomi Indonesia. Ketika dikelola dengan sains, hasilnya bisa dihitung dan dipercepat," tegas Iftitah.
Menteri Transmigrasi (Mentrans) M. Iftitah Sulaiman Suryanagara (ketiga dari kiri). Foto: Dok. Kementerian Transmigrasi.
Langkah strategis Kementerian Transmigrasi ini mendapat apresiasi dari Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Arif Satria. Menurutnya, kolaborasi ini memposisikan sains sebagai fondasi pembangunan.
"Ini menunjukkan kolaborasi berbagai kalangan untuk mengembangkan ekonomi kawasan. Saya melihat ini sebagai harapan baru bagi pengembangan transmigrasi berbasis sains," kata Arif.
Sebagai langkah keberlanjutan, Kementerian Transmigrasi akan meluncurkan program 'Beasiswa Patriot'. Program ini akan menempatkan mahasiswa pascasarjana untuk melakukan studi dan pengabdian langsung di kawasan transmigrasi guna memperkuat pendampingan masyarakat dan penyiapan proyek investasi.



