Perang Dagang Indonesia Vs AS, Pasar Menunggu Arah Baru Kesepakatan Perjanjian

bisnis.com
5 jam lalu
Cover Berita

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat (AS) sedang memfinalkan perjanjian dagang atau Agreement on Reciprocal Tariff (ART). Kendati demikian, perkembangan tersebut dinilai tidak akan mempengaruhi pasar baik keuangan maupun riil.

Peneliti Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Riandy Laksono menilai, hingga saat ini belum ada kejelasan sektor-sektor yang akan diuntungkan dari kesepakatan dagang tersebut. Konferensi pers terbaru pemerintah, menurut dia, masih minim penjelasan substantif.

"Jadi karena berbagai macam ketidakjelasan tersebut belum pasar masih akan menunggu. Jadi belum akan ada dampak apa-apa, baik dari sisi pasar keuangan maupun dari sektor riil ekspor-impor itu sendiri," jelas Riandy kepada Bisnis, kemarin (23/12/2025).

Riandy menyoroti pernyataan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang dinilainya cenderung menyederhanakan isu-isu krusial, terutama terkait kebijakan hambatan non-tarif (Non-Tariff Measures/NTM) dan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

googletag.cmd.push(function() { googletag.display("div-gpt-ad-parallax"); });

Menurut Riandy, pemerintah belum menjelaskan secara memadai bagaimana Indonesia akan memenuhi tuntutan AS terkait reformasi NTM dan pelonggaran TKDN. Padahal, kedua isu tersebut merupakan aspek paling sensitif dalam perundingan dagang RI-AS.

“Penjelasan pemerintah sangat minim, termasuk bagaimana kita memenuhi tuntutan AS dari sisi NTM dan TKDN. Bahkan Pak Menko terlihat downplaying the issue, terutama soal policy space,” ujarnya.

Baca Juga

  • Jadwal Libur Bursa Saham 2026, Cek Kalender Cuti Sekarang!
  • Jadwal Rapat FOMC The Fed September-Desember 2025 Hingga Tahun 2026, Penentu Suku Bunga Acuan
  • Perang Dagang Amerika Vs Indonesia, Kesepakatan Terancam Batal

Ia memperingatkan, apabila Indonesia menyetujui penghapusan NTM dan melonggarkan ketentuan TKDN untuk mengakomodasi produk AS, konsekuensi logisnya adalah menyempitnya ruang kebijakan (policy space) pemerintah dalam melindungi industri dalam negeri.

Karena itu, Riandy mempertanyakan pernyataan pemerintah yang menyebut kesepakatan tersebut tidak akan mengganggu fleksibilitas kebijakan nasional. Menurut dia, klaim tersebut berpotensi bertentangan dengan karakter perjanjian dagang yang umumnya mendorong liberalisasi pasar.

“Jika NTM dan TKDN dihapus, itu pasti berpengaruh terhadap policy space kita. Fleksibilitas melindungi industri dalam negeri menjadi berkurang. Jadi publik bertanya, apakah USTR menurunkan permintaannya, which is unlikely, atau negosiator kita yang tidak mengerti implikasinya?” tegasnya.

Lebih lanjut, Riandy menilai terdapat indikasi pemerintah belum sepenuhnya memperhitungkan konsekuensi jangka panjang dari permintaan AS. Ia merujuk pada kesepakatan awal Juli 2025, di mana Kantor Perwakilan Dagang AS (United States Trade Representative/USTR) secara eksplisit meminta reformasi struktural atas kebijakan NTM Indonesia.

Menurut Riandy, reformasi NTM memang berpotensi meningkatkan efisiensi ekonomi. Namun, secara politik, langkah tersebut dinilai sulit diterapkan karena kuatnya resistensi domestik dan kepentingan perlindungan industri nasional.

Target penandatanganan akhir Januari 2026

Pemerintah menargetkan dokumen ART RI-AS ditandatangani secara resmi oleh Presiden Prabowo Subianto dan Presiden AS Donald Trump pada akhir Januari 2026.

Kepastian tersebut disampaikan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto usai pertemuan bilateral dengan Duta Besar Perwakilan Perdagangan AS (USTR) Jameson Greer di Washington D.C., Senin (22/12/2025) waktu setempat.

Airlangga menyatakan seluruh isu substansial dalam perjanjian ART telah disepakati kedua negara. Saat ini, proses negosiasi tinggal memasuki tahap harmonisasi bahasa hukum atau legal drafting.

“Seluruh isu substansi dalam dokumen ART sudah disepakati. Tadi juga disepakati framework timetable, di mana pada minggu kedua Januari 2026, tentatif antara tanggal 12 sampai 19, tim teknis akan menyelesaikan legal drafting serta clean up dokumen,” ujar Airlangga dalam konferensi pers, Selasa (23/12/2025).

Setelah proses teknis tersebut rampung, dokumen final akan disiapkan untuk penandatanganan di tingkat kepala negara. Pihak Gedung Putih saat ini disebut tengah mengatur jadwal pertemuan antara kedua presiden.

Perjanjian ART merupakan kelanjutan dari kesepakatan awal yang dicapai pada 22 Juli 2025. Dalam kesepakatan tersebut, Indonesia berkomitmen membebaskan tarif bea masuk hampir seluruh produk asal AS.

Sebagai imbal balik, AS menurunkan tarif resiprokal atas produk Indonesia dari 32% menjadi 19%, serta memberikan pengecualian tarif bagi sejumlah komoditas unggulan ekspor nasional, seperti minyak kelapa sawit (CPO), teh, kopi, dan kakao.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Kemenlu Laporkan Bonnie Blue ke Otoritas Inggris atas Aksi Provokatif di Depan KBRI London
• 5 jam lalupantau.com
thumb
Ridwan Kamil Buka Suara soal Perceraian: Akui Banyak Kekhilafan dan Doakan Kebahagiaan Atalia
• 19 jam lalukompas.tv
thumb
Libur Nataru, Wisatawan Padati Kawasan Malioboro
• 6 jam lalurepublika.co.id
thumb
Pro Liga Indonesia Master 2025 Resmi Digelar, PP PELTI Dorong Tenis Jadi Industri
• 19 jam laluviva.co.id
thumb
Jelang Akhir Tahun, Sabrina Chairunnisa Alami Cedera hingga Butuh Perawatan Medis
• 3 jam lalugrid.id
Berhasil disimpan.